Perlu Ada Pembahasan Mendalam tentang Pendidikan Karakter

Ini untuk mencegah masuknya pengaruh paham radikal.

Rabu , 23 May 2018, 14:11 WIB
Anggota Komisi X DPR RI Mujib Rohmat.
Foto: Humas DPR RI
Anggota Komisi X DPR RI Mujib Rohmat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi X DPR RI perlu melakukan diskusi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) serta Badan Pembinaan Ideologi Pancasila mengenai pengertian yang sesungguhnya tentang pendidikan karakter. Hal ini dilakukan untuk mencegah masuknya pengaruh paham radikal ke dalam institusi pendidikan.

“Apakah hal ini sudah masuk di dalam kurikulum atau belum karena hal itu harus dimulai dari kurikulum pendidikan dan juga terkait dengan intensitas dan guru-gurunya. Seperti apa guru-guru yang akan mengajarkan tentang pendidikan karakter tersebut,” ucap anggota Komisi X DPR RI, Mujib Rohmat, di gedung parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (22/5).

Dari pertemuan tersebut, nantinya diharapkan akan sebuah hasil kesimpulan yang dapat diterapkan. “Kira-kira akan ketemunya di mana, apakah mereka yang akan membuatkan semacam kurikulum atau memberi catatan metodologinya. Lalu, bagaimana pula mengakomodirnya ke dalam pendidikan formal,” katanya.

Menurut dia, hal tersebut menjadi suatu langkah yang sangat penting, yakni akan dibahas persoalan mulai dari hulunya. “Kita sangat prihatin sekali terhadap model baru, di mana orang tua bisa mengajak anaknya untuk ikut terlibat dalam melakukan kasus teror bom. Ini suatu yang luar biasa dan hal itu harus ada pencegahannya,” katanya.

"Harus dibedakan antara orang taat dengan orang radikal sebab orang radikal berbeda dengan orang taat," katanya menambahkan. Mujib juga setuju dengan adanya pembentukan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila.

“Hanya yang menjadi persoalan adalah nanti produknya dalam bentuk apa, kalau dahulu produknya adalah Tap MPR. Karena bentuknya Tap MPR maka eksekutif harus melaksanakannya, mengingat pada saat itu MPR adalah sebagai lembaga tertinggi negara," katanya.

Mujib menyampaikan, sekarang ini yang melaksanakan adalah hanya MPR dengan program Sosialisasi Empat Pilar-nya. “Itu tidak cukup sama sekali karena intensitasnya kurang, tidak masif, dan tidak terstruktur,” ujarnya.