Penanganan Kasus Korupsi di Kalbar Butuh Biaya Ekstra

Selasa , 07 Nov 2017, 14:51 WIB
Aksi antikorupsi (ilustrasi)
Foto: Rakhmawaty La'lang/Republika
Aksi antikorupsi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, PONTIANAK -- Ketua Tim Kunjungan Kerja Komisi III DPR RI ke Provinsi Kalimantan Barat Benny Kabur Harman minta Pemerintah Pusat lebih memperhatikan proses penanganan korupsi yang berpusat di Ibukota Provinsi Kalimantan Barat yang membutuhkan biaya ekstra. Hal itu dikemukakan usai melakukan pertemuan dengan Kepala Kejaksaan Tinggi Provinsi Kalimantan Barat Sugiyono beserta jajarannya di Ruang Pertemuan Kajati Kalbar, Senin (30/10).

Menurut Benny, pertemuan yang dilakukan bersama Kajati Provinsi Kalbar adalah  untuk mengetahui lebih jauh hal-hal yang berkenaan dengan agenda reformasi ke dalam, berkenaan dengan pelaksanaan BP4 (Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan), dan juga hal-hal yang berkaitan dengan saber pungli.

"Kita ingin tahu seperti apa Kejaksaan Tinggi di Kalbar. Kita ingin tahu juga reformasi internal Kejaksaan seperti apa, penanganan kasus korupsi dan penanganan dana desa di sini seperti apa. Kemudian juga kasus-kasus narkoba seperti apa," kata Benny.

 

Menurut Benny, Kepala Kejaksaan Tinggi Kalbar menyampaikan kasus-kasus yang ditangani juga kendala-kendala yang dihadapi dalam menyelesaikan kasus ini yaitu salah satunya  masalah dana. Kemudian Penanganan kasus korupsi yang berpusat di ibu kota provinsi itu menyulitkan penanganan korupsi di sini, karena dari kabupaten kan harus dibawa ke provinsi dengan akses jalan yang begitu sulit sehingga memerlukan biaya ekstra.

 

Anggota Komisi III DPR RI Agun Gunandjar Sudarsa mengapresiasi jumlah perkara yang ditangani di Kejaksaan Tinggi Provinsi Kalimantan Barat. Dia juga mengapresiasi mengenai cukup banyaknya keuangan negara yang dikembalikan hingga Rp 8 miliar dalam satu tahun terakhir.

"Itu tidak kecil untuk tingkat provinsi seperti ini. Jumlah kasusnya pun tidak satuan tapi sudah puluhan jadi sudah cukup baik. Saya rasa secara umum sama seperti Kejaksaan Tinggi yang lain," kata Agun.

 

Menurut dia, ke depan yang harus dilakukan adalah bagaimana mensinergikan agar proses keuangan negara yang membawa dampak negara dirugikan karena penyalahgunaan keuangan. Ia meminta Kejaksaan untuk tampil menggunakan segala otoritas dan kewenangan dengan segala perangkatnya untuk mencegah dini. Seperti contohnya anggaran dana desa.

 

Dijelaskan Agun, Dana Desa berpotensi besar pada penyalahgunaan anggaran, karena sesungguhnya aparatur desa tidak punya pengalaman yang cukup, dan tidak mempunyai pengetahuan yang memadai para perangkatnya berkenaan dengan penggunaan keuangan negara yang mekanismenya pengaturannya perlu ada langkah-langkah yang bersinergi antara sektor kementerian yang satu dengan yang lain.

"Nah potensi mal adminiatrasi ini besar, kalau menurut hemat kami, Kejaksaan Tinggi harusnya sudah punya langkah-langkah antisipastif bersama gubernur bersama dengan sejumlah pemangku kepentingan dan tokoh masyarakat, anak muda kalau perlu dilibatkan untuk betul-betul membuka secara jelas tentang bagaimana prosedur mekanisme pengawasan pemanfaatan dana desa dari masing-masing desa. Dan itu dipublikasikan luas sehingga tidak boleh lagi politisasi dalam penegakan hukum dana desa," kata politisi Partai Golkar ini.

Dalam kesempatan yang sama,  Kepala Kejaksaan Tinggi Sugiyono berharap apa yang sudah disampaikan kepada Komisi III DPR dapat diakomodasi khususnya mengenai anggaran. "Setidak-tidaknya bisa disamakan (ad cost),  sehingga tidak mendapat kesulitan. Karena sekarang ini Kejaksaan Tinggi hanya didanai 3 Perkara, Kejari 1 Perkara, lah  bagaimana kalau melaksanakan penyidikan lebih dari itu, nanti yang ada kan hanya terus menduga duga, uangnya darimana," kata Sugiyono.