Fadli Zon Minta Keterlibatan WWF Dikoreksi

Rabu , 25 Oct 2017, 16:11 WIB
Logo WWF
Logo WWF

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penunjukan World Wildlife Fund (WWF) Indonesia sebagai Project Management Officer (PMO) pembentukan Sekretariat Bersama Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial oleh pemerintah, mendapat kritik dari Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon, yang juga merupakan Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (DPN HKTI). Menurutnya, tindakan pemerintah itu telah membuat agenda reforma agraria yang bersifat vital akhirnya jadi dianggap lelucon.

“Saya kira urusan reforma agraria sangat tidak pantas ditangani oleh sebuah LSM internasional yang bidang kerjanya juga jauh dari isu agraria. Keputusan itu harus dipertanyakan dan mestinya segera dievaluasi oleh presiden,” ujarnya melalui siaran pers.

Secara kelembagaan, sekretariat bersama itu memang bisa saja melibatkan banyak pihak, termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), atau aktivis LSM, tapi menurut Fadli tentu saja dipilih yang kompeten dan telah berpengalaman dengan isu agraria. "Ceroboh sekali jika pemerintah menyerahkan koordinasi lintas kementerian dan lembaga yang menangani reforma agraria ini kepada unsur non-pemerintah. Apalagi, LSM yang ditunjuk ini adalah LSM konservasi lingkungan. Kekeliruannya jadi berlipat-lipat,” katanya.

Reforma agraria menurutnya merupakan isu yang bersifat lintas sektor dan lembaga. Menurut Fadli, untuk memudahkan koordinasi, seharusnya presiden memimpin langsung koordinasinya.

“Insiden ini membuat kita jadi bertanya-tanya tentang keseriusan pemerintah dalam melaksanakan agenda reforma agraria. Dalam catatan saya, meskipun pemerintahan saat ini telah menghidupkan kembali Kementerian Agraria, namun efeknya terhadap agenda reforma agraria belum banyak. Apalagi, hingga kini Presiden belum juga menerbitkan Perpres Reforma Agraria,” ujar Fadli.

Pemerintah seharusnya memperhatikan bahwa sejak 2007 Indonesia terus mengalami defisit perdagangan pangan. Laju permintaan pangan di Indonesia kini mencapai 4,87 persen per tahun, dan tak mampu dikejar oleh kemampuan produksi nasional. Salah satu sebab defisit perdagangan pangan adalah karena masalah agraria.

Jika dibandingkan dengan negara lain, meskipun sering disebut negara agraris, sebenarnya ketersediaan lahan pangan per kapita Indonesia amat sempit, hanya 359 meter persegi untuk sawah, atau 451 meter persegi bila digabung lahan kering. Angka itu menurut Fadli, jauh di bawah Vietnam yang mencapai 960 meter persegi, Thailand yang mencapai 5.226 meter persegi, atau Cina yang mencapai 1.120 meter persegi. Di sinilah pentingnya agenda reforma agraria.

 

“Sekali lagi, saya berharap Presiden segera menegur Menko Perekonomian atas penunjukan WWF Indonesia sebagai Project Management Officer Sekber Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial. Atau, jika penunjukkan itu memang sepengetahuan dan seizin Presiden, saya berharap keputusan itu segera dikoreksi,” ujarnya.