Diversifikasi Pangan Terganjal Budaya

Selasa , 24 Oct 2017, 15:57 WIB
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Herman Khaeron saat memimpin rapat.
Foto: DPR RI
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Herman Khaeron saat memimpin rapat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Belum lama ini Menteri Pertanian menggelorakan kembali semangat diversifikasi pangan guna mewujudkan kedaulatan pangan nasional. Namun hal ini tak mudah karena terkendala budaya masyarakat yang lekat dengan nasi.

"Kita harus membalik kebiasaan ini," ujar Wakil Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Herman Khaeron yang mengaku peduli pada diversifikasi pangan usai acara talkshow diversifikasi pangan di Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Selasa (24/10).

Menurutnya, butuh waktu untuk mewujdukan diversifikasi pangan secara menyeluruh. Sebab, masyarakat perlu membudidayakan komoditas lokal dan mebudayakan kembali konsumsi terhadap komoditas lain.

Diversifikasi selain untuk mengkonversi ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap beras sebagai pangan pokok, juga memiliki manfaat lain yakni peningkatan ekspor. Ia menambahkan, berdasarkan hitungan sederhana, jika masyarakat bisa dalam satu waktu makan setiap harinya tidak mengkonsumsi nasi (asumsi makan tiga kali sehari), akan ada penghematan sebesar 10 juta ton dalam setahun.

"Artinya sekarang sudah surplus 10 juta ton kita bisa punya persediaan 20 juta ton. Ini bisa jadi eksportir terbesar di dunia karena kita bisa konversi terhadap bahan pangan lain," ujarnya.

Selain itu, perubahan karena konsumsi pangan masyarakat akan menimbulkan gerakan ekonomi baru. Ekonomi baru ini akan tumbuh dan berkembang pada produksi dan pengolahan komoditas lokal selain beraa. Sekaligus berpotensi menjadi sumber kesejahteraan masyarakat.

Upaya pemerintah sejauh ini diakui politikus asal Cirebon ini masih sporadis, sebatas proyek percontohan atau pilot project. Namun ia mengaku senang ketika Badan Ketahanan Pangan mencanangkan Upaya Khusus (Upsus) Diversivikasi pangan.

Tindakan tersebut diapresiasi Herman meski saat ini Indonesia sudah pada titik membutuhkan kerja keras besar. Diversifikasi sendiri sebenarnya sudah memiliki regulasi yakni Undang-Undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012. Pada UU tersebut menyebutkan pangan adalah hak asai manusia yang harus sampai pada masyarakat, bergizi dan beragam.

"Itu bentuk perwujudan diversifikasi pangan," katanya.