DPR: Pembangunan Papua tak Boleh Abaikan Kebudayaan Setempat

Ahad , 30 Jul 2017, 22:22 WIB
Ketua Tim Kunjungan Kerja Komisi X  DPR RI ke Provinsi Papua, Ferdiansyah.
Foto: Dok Humas DPR RI
Ketua Tim Kunjungan Kerja Komisi X DPR RI ke Provinsi Papua, Ferdiansyah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembangunan di Papua dinilai harus memperhatikan aspek kebudayaan asli setempat.  Penegasan tersebut disampaikan Ketua Tim Kunjungan Kerja Komisi X  DPR RI ke Provinsi Papua, Ferdiansyah, usai pertemuan dan sekaligus kunjungan ke Dewan Kesenian Tanah Papua (DKTP) Provinsi Papua.

Dia mengatakan, hal tersebut penting mengingat Indonesia memiliki keragaman kebudayaan luar biasa.  Misalnya saja di Papua, saat ini ada 245 etnis yang merupakan bagian yang harus diperhatikan dan dilestarikan. "Karena itu, ketika kita melakukan pembangunan di Papua maupun pembangunan yang sifatnya nasional harus memperhatikan etnis-etnis yang ada di wilayah tersebut, " ujar Ferdiansyah dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Ahad (30/7).

Komisi X DPR RI memandang penting agar pembangunan memperhatikan aspek kebudayaan. Karena itu, Komisi X DPR mengunjungi dan melakukan dialog dengan DKTP. Ferdiansyah mengatakan, arti penting pendidikan tidak hanya memperhatikan perkembangan otak kiri saja, melainkan juga harus memperhatikan perkembangan otak kanan melalui kebudayaan.  "Karena itu menjadi penting dan mutlak untuk melakukan sinkronisasi pertumbuhan otak kanan dan kiri,  sehingga dapat mewujudkan terciptanya masyarakat yang memiliki intelektualitas yang tidak meninggalkan jati diri bangsa," ujarnya.

Ketua DKTP, Mambraku Nomensen, berharap agar seluruh pengambil kebijakan di Papua memahami bahwa DKTP tidak bisa dilepaskan dalam proses pengambilan kebijakan di Tanah Papua.  "Karena DKP identik dengan harkat dan martabat masyarakat Papua," kata Mambraku.

Berdirinya Dewan Kesenian (DK) itu sendiri pada awalnya berfungsi sebagai penghubung antara pemerintah dan para seniman di tengah fenomena cairnya sebuah migrasi budaya. Dalam perjalanannya, DKTP mengalami berbagai macam persoalan, termasuk kebijakan politik yang dirasa sangat mengganggu.

DKTP akhirnya mengalami interpretasi dan reinterpretasi peran dan fungsinya dengan keluarnya Instruksi Mendagri Nomor 5A Tahun 1993 tentang Pendirian Dewan Kesenian (DK). Sejak saat itu berdirilah DK di seluruh provinsi, kota, dan kabupaten dengan surat keputusan kepala daerah setempat. Terhadap Inpres No.5A Tahun 1993 tersebut,  DKTP minta agar dapat dijadikan Peraturan Pemerintah (PP) atau Peraturan Presiden (Perpres) atau menjadi regulasi lainnya dibawah UU No. 5 Tahun 2017 tentang Kebudayaan.