Anggota Dewan: Khatib Lebih Baik Ditingkatkan Kapasitasnya

Sabtu , 04 Feb 2017, 21:17 WIB
Khatib atau penceramah memberikan tausiyah. (ilustrasi)
Foto: Antara/Irwansyah Putra
Khatib atau penceramah memberikan tausiyah. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VIII DPR, Mohammad Iqbal Romzi, menolak wacana terkait usulan untuk melakukan sertifikasi khatib. ''Saya lebih setuju dengan program peningkatan kapasitas khatib dan imam,'' kata Mohammad Iqbal, dalam pernyataan rilisnya, Sabtu (4/2)

Mohammad tidak setuju dengan usulan sertifikasi khatib karena hal itu dinlai cenderung provokatif dan diskriminatif serta tidak sensitif. Dia menginginkan agar umat jangan terus menjadi sasaran

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu berpendapat bila hanya dialamatkan kepada khatib juga dapat disebut diskriminatif. Padahal, katanya, dalam pelaksanaan ibadah Jumat sudah ada ketentuan syari yang mengaturnya.

"Saya bilang provokatif karena seolah-olah khatib inilah yang menjadi pemicu munculnya pangkal kekerasan, penghujatan, pemecah belah dan merusak kebinekaan," katanya.

Wakil Presiden Jusuf Kalla sebelumnya juga mengatakan bahwa tidak mudah untuk melakukan sertifikasi khatib atau penceramah Shalat Jumat. Karena masjid di Indonesia dibangun oleh masyarakat, bukan oleh pemerintah.

"Masjid di Indonesia dibangun dan diatur oleh masyarakat. Dakwah di Indonesia itu dakwah komunitas sehingga tidak mudah untuk mengatur itu," kata Wapres.

JK yang juga Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) mengatakan, di dunia ini hanya tiga negara yang masjidnya dibangun oleh masyarakat yaitu Indonesia, India dan Pakistan. Selebihnya masjid-masjid dibangun oleh pemerintah seperti Malaysia, negara-negara Timur Tengah hingga Turki. "Kalau di Malaysia justru khutbah itu tersentralisasi karena imam merupakan pegawai pemerintah," katanya.

 

Sumber : Antara