Komisi III Desak UU Pemberantasan Terorisme Lebih Serius

Selasa , 15 Nov 2016, 13:34 WIB
Tim Gegana Brimob Polda Kaltim mengamankan benda diduga sisa bom di lokasi ledakan di depan Gereja Oikumene Kecamatan Loa Janan Ilir, Samarinda, Kalimantan Timur, Minggu (13/11).
Foto: Antara//Amirulloh
Tim Gegana Brimob Polda Kaltim mengamankan benda diduga sisa bom di lokasi ledakan di depan Gereja Oikumene Kecamatan Loa Janan Ilir, Samarinda, Kalimantan Timur, Minggu (13/11).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Anggota DPR RI Komisi III DPR RI Bidang Hukum, HAM dan Keamanan Abdul Kadir Karding mengutuk aksi pelemparan bom molotov di parkiran Gereja Oikumene di Samarinda (13/11) sebagai teror yang keji. Apalagi, pelemparan bom molotov itu mengakibatkan korban pada anak-anak, dengan 1 orang diantaranya, balita 2,5 tahun meninggal dunia akibat luka bakar yang parah.

Untuk itu Karding mendesak pemerintah dan DPR RI lebih serius lagi membahas revisi Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Pro kontra dan silang pendapat terkait HAM dalam pembahasan RUU Pemberantasan tindak pidana terorisme, harus segera dicarikan titik temunya.

"RUU Pemberantasan Tindak Pidana terorisme harus dibahas secara serius.  Tetap dengan menjunjung tinggi penghormatan terhadap prinsip-prisip HAM. Jangan biarkan aksi teror terulang kembali," kata Karding, Selasa (15/11)

Karding menilai pelaku bom molotov di Samarinda tidak bergerak sendiri. Karena menurut anggota komisi III DPR RI yang juga Sekjen DPP PKB itu, pelaku yang bernama Juhanda bukanlah orang baru. Sebelumnya pelaku pernah terlibat kasus teror bom di Pusat Penelitian Pengetahuan dan Teknologi, tangerang pada 2011. 

"Polri harus bertindak cepat menangani kasus ini. Usut tuntas siapa saja yang terlibat dalam aksi ini, hingga ke dalangnya," tambah Karding.

Aksi teror yang dilakukan seorang residivis teror, selain menunjukkan hukuman yang diberikan tidak memberikan efek jera, juga petanda masih adanya jaringan yang memberikan dukungan, dan komando untuk menjalankan aksinya.

Menurut Karding, selalu ada skenario dan ada yang menggerakkan. Terlihat faham betul dengan moment memperkeruh suasana. Maka dari itu dia mendorong Polri tidak hanya menangkap pelaku di lapangan, tapi juga menelisiknya hingga ke otak yang menggerakkan teror itu.