Rencana Kenaikan Harga Solar Dikritik

Kamis , 29 Sep 2016, 21:59 WIB
SPBU (ilustrasi)
Foto: blogspot.com
SPBU (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Anggota Komisi VI DPR RI Bambang Haryo mengkritik rencana pemerintah menaikkan harga solar yang diberlakukan pada 1 Oktober 2016. Menurutnya, yang paling terpukul dengan kenaikan harga solar itu berasal dari sektor transportasi, terutama transportasi logistik yang bakal kian mahal.

Ia mengatakan dampak berganda kenaikan ini akan merambah ke sektor perdagangan, perindustrian, pariwisata, UKM, hingga operasional energi listrik. Ini semua lantaran transportasinya masih menggunakan bahan bakar solar. Aktivitas ekspor impor juga pasti terganggu.

“Mestinya harga Solar yang turun, bukan harga Premium yang diturunkan. Padahal, Pertamina sudah meraih keuntungan dari penjualan Solar yang mencapai 1 miliar dolar AS. Kalau Solar dinaikkan, sama saja menjatuhkan ekonomi nasional,” ujar Bambang, dalam siaran pers yang diterima Republika, Kamis (29/9).

Sebelumnya, pemerintah lewat Kementerian ESDM akan menaikkan harga Solar sebesar Rp 600, menjadi Rp 5.750 per liter dari sebelumnya Rp 5.150. Sebaliknya, Premium diturunkan Rp 300, menjadi Rp 6.150 dari sebelumnya Rp 6.450.

Bambang mengkritik keras tim ekonomi pemerintah yang dinilainya tak mengerti ekonomi. Dengan formulasi harga BBM seperti ini, pertumbuhan diproyeksikan tidak akan mengalami kenaikan.

Ia menambahkan penurunan harga Premium akan berdampak pula pada meningkatnya transportasi pribadi. Sebaliknya, penggunaan transportasi massal akan mengalami penurunan, karena masyarakat ramai-ramai menggunakan kendaraan pribadi seiring harga Premium yang semakin murah.