Komisi III Kawal Sengketa Lahan di Luwuk

Komisi III hadir untuk menyerap informasi langsung dari masyarakat.

Jumat , 13 Apr 2018, 03:03 WIB
Komisi III kawal sengketa lahan di Luwuk, Banggai.
Foto: DPR RI
Komisi III kawal sengketa lahan di Luwuk, Banggai.

REPUBLIKA.CO.ID, LUWUK -- Anggota Tim kunjungan Kerja  Komisi III DPR RI Arsul Sani menyatakan, pihaknya akan mengawal kasus sengketa tanah di lahan Tanjung Sari, Luwuk, Banggai, Sulawesi Tengah yang merugikan masyarakat. Ini menurutnya, merupakan Kunjungan Kerja DPR dalam rangka menindaklanjuti laporan dari masyarakat terkait adanya proses eksekusi lahan yang melanggar hukum karena merampas hak rakyat.

Untuk itu, lanjut politikus F-PPP itu, Komisi III hadir untuk menindaklanjuti dan menyerap informasi langsung dari masyarakat serta instansi pemerintah pascainsiden dalam eksekusi lahan tersebut. “Dari hasil rapat serta peninjauan ke lapangan kami menyimpulkan ada pelanggaran yang dilakukan Pengadilan Negeri Luwuk, dalam melakukan eksekusi lahan sengketa,” jelasnya seperti dalam siaran pers.

Ia menilai, proses eksekusi yang dilakukan PN mencederai keadilan. Sebab, konflik tersebut pada dasarnya merupakan sengketa perdata antara dua pihak yang seharusnya tidak melibatkan tanah dan permukiman warga.

Namun, lanjut Arsul, ketidakjelasan putusan objek sengketa oleh PN Luwuk mengakibatkan objek putusan meluas ke rumah dan pemukiman warga. Bahkan, ada 65 Kartu Keluarga (KK) yang memiliki Alas Hak yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, namun dieksekusi padahal bukan pihak dalam perkara yang bersangkutan.

“Ada kesewenang-wenangan yang dilakukan PN Luwuk dalam melakukan eksekusi. Karena, sebelum eksekusi semua pihak pemerintah meminta penundaan eksekusi untuk meneliti terlebih dahulu,” jelasnya.

Setelah mendalami amar putusan MA, menurutnya, ternyata dalam putusan hanya perintah penghukuman termohon intervensi kepada pihak yang kalah. Tidak ada kalimat dalam amar putusan itu untuk menyerahkan tanah dari pihak ketiga, ini benar-benar eksekusi yang dilakukan PN melanggar hukum.

Konsorium Pembatuan Agraria (KPA) menyebutkan konflik agraria di Banggai ini pada dasarnya merupakan sengketa perdata antara dua pihak yang seharusnya tidak melibatkan tanah dan permukiman warga. Namun, ketidakjelasan putusan objek sengketa oleh PN Luwuk mengakibatkan objek putusan meluas ke rumah dan pemukiman warga.

Ada 1591 pemukiman rata dengan tanah akibat digusur secara sepihak oleh Pengadilan Negeri (PN) Luwuk, Kabupaten Banggai. Diketahui, penggusuran ini berawal dari klaim oleh keluarga Salim Albakar yang mengaku sebagai ahli waris dari tanah tersebut.