'Dasar Kebijakan Lima Hari Sekolah Sudah Baik'

Selasa , 15 Aug 2017, 17:36 WIB
Siswa mengikuti pelajaran praktikum di laboratorium multimedia SMKN 1 Tulungagung, Tulungagung, Jawa Timur, Senin (24/7). Sebanyak enam lembaga yang terdiri dari tiga SMA dan tiga SMK di daerah itu mulai menguji coba pelaksanaan pola pembelajaran lima hari sekolah.
Foto: ANTARA FOTO
Siswa mengikuti pelajaran praktikum di laboratorium multimedia SMKN 1 Tulungagung, Tulungagung, Jawa Timur, Senin (24/7). Sebanyak enam lembaga yang terdiri dari tiga SMA dan tiga SMK di daerah itu mulai menguji coba pelaksanaan pola pembelajaran lima hari sekolah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi VIII DPR RI, Ali Taher, berpendapat ide dasar lima hari sekolah (LHS) yang diterapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sudah baik. Menurut dia, dasar pemikiran ide tersebut bertujuan mengarahkan pendidikan agama siswa menjadi lebih baik.

"Siswa itu bisa terbimbing, terarahkan dengan baik dengan pendidikan agamanya," ujar dia saat ditemui di Gedung Nusantara III Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (15/8).

Terkait adanya penolakan terhadap kebijakan tersebut, Ali menduga hal itu terjadi lantaran kebijakan tersebut belum menerapkan pemetaan kesiapan daerah-daerah yang akan menjalani kebijakan LHS. "Mungkin yang diperlukan adalah mapping (pemetaan) terlebih dahulu," kata dia.

Saat ini, ada beberapa daerah seperti kota-kota besar sudah siap dengan kebijakan tersebut. Secara bersamaan, ada beberapa daerah, terutama desa, yang masih belum siap untuk menerapkan kebijakan LHS. Ali menyebut, di dalam masyarakat desa, sekolah umum dan sekolah diniyah itu tidak bisa dipisah. "Maka kalau itu bisa disatukan, akan banyak diniyah yang tutup karena materi-materi diniyah diambil (LHS)," ujarnya.

Ali mengatakan maksud dari kebijakan Kemendikbud tersebut baik. Namun, kata dia, maksud baik tersebut tidak tersampaikan secara utuh sehingga terjadi penafsiran dan konflik di beberapa kalangan. "Menurut saya, kita tidak menolak, tapi kalau mau dibuat mapping, di mana mungkin yang lebih tepat untuk dilakukan uji coba," ujarnya.

Inti dari kebijakan tersebut, kata dia, adalah memperkuat pendidikan karakter. Pendidikan anak muda berkarakter mulai dari siswa, antara pendidikan umum dan pendidikan keagamaan tidak bisa dipisah, kemudian terbina dengan baik. "Kalau ide dasar kementerian sudah luar biasa bagus, cuma mungkin faktor sosiologisnya belum bisa dipetakan sehingga menimbulkan eksistensi," kata politikus dari Partai Amanat Nasional (PAN) ini.

Terkait adanya aksi penolakan kebijakan LHS, Ali menilai hal tersebut merupakan bentuk reaksi emosional saja. Aksi yang marak tersebut, menurut Ali, tidak mewakili institusi mana pun. "Hanya saja ekspektasi terhadap pentingnya diniyah yang dikelola oleh masyarakat sendiri itu menjadi sangat penting, saya kira itu," ujarnya.