Apa itu Silent Majority yang Viral Usai Hasil Quick Count?

Mayoritas yang diam mengacu pada masyarakat yang tidak terlibat aktif dalam politik.

Republika/Thoudy Badai
Warga menggunakan hak pilihnya di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 035 Kampung Curug, Desa Bojong Koneng, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (14/2/2024).
Rep: Santi Sopia Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah hasil perhitungan cepat (quick count) Pemilu 2024 diumumkan, muncul istilah silent majority yang viral di media sosial. Sebagai informasi, quick count merupakan hasil sementara, sedangkan yang resminya akan diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Baca Juga

Di platform X (sebelumnya Twitter), warganet turut membahas pengguna yang dianggap diam selama momen kampanye. Akun @unmagnetism, misalnya, mempertanyakan timeline yang tiba-tiba muncul banyak pendukung salah satu pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).

"Kok timelineku jadi banyak yg dukung 02? Selama ini cuma jadi silent rendang kayaknya," tulis dia, dikutip Kamis (15/2/2024).

"Akhirnya pendukung Prabowo Gibran yang tadinya cuma silent reader di X sudah mulai bermunculan," tulis @cubitisme.

"Bener-bener silent majority kayaknya. Sekalinya menang, keluar semua ini di tab mention gue," tulis @romeogadungan.

Lalu apa artinya silent majority (suara mayoritas yang diam)? Umumnya mayoritas yang diam diartikan sebagai sekelompok besar orang yang tidak mengungkapkan pendapatnya di depan umum.

Mayoritas yang diam mengacu pada sebagian besar masyarakat yang tidak terlibat aktif dalam politik dan merasa kepentingannya tidak terwakili. Politisi sering kali mencoba menarik demografi ini untuk mendapatkan suara.

Dalam konteks Pemilu, biasanya ada kelompok fanatik, pendukung asik-asik, swing voter hingga I. Mayoritas yang diam kerap diartikan sebagai demografi pemilih yang kuat. Politisi yang mampu menarik mayoritas yang diam akan bisa memenangkan pemilu dan lebih mudah menyetujui kebijakan mereka.

Sejarah istilah silent majority....

 

Sejarah istilah silent majority

Istilah ini dipopulerkan oleh Presiden AS Richard Nixon dalam pidatonya di televisi pada 3 November 1969. Dalam penggunaan frasa ini merujuk pada orang-orang Amerika yang tidak bergabung dalam demonstrasi besar-besaran menentang Perang Vietnam pada saat itu, dan tidak bergabung dalam budaya tandingan, serta yang tidak berpartisipasi dalam wacana publik. 

Nixon menghadapi tekanan kuat dari sekelompok kecil pengunjuk rasa anti-perang yang sangat aktif. Dengan mengumpulkan mayoritas yang diam, ia mampu memperoleh dukungan terhadap kebijakannya dan memenangkan pemilihan kembali. 

Mayoritas yang diam di bawah Nixon mencakup orang-orang yang sebagian besar adalah veteran Perang Dunia II yang lebih tua; kaum muda di Midwest, Barat, dan Selatan; dan orang kulit putih kerah biru yang tidak aktif dalam politik. Beberapa penduduk di Silent Majority memang mendukung kebijakan konservatif.

 

Istilah ini juga digunakan pada tahun 1919 oleh kampanye Calvin Coolidge untuk nominasi presiden tahun 1920. Sebelumnya, frasa tersebut digunakan pada abad ke-19 sebagai eufemisme yang mengacu pada semua orang yang telah meninggal, dan ada pula yang menggunakannya sebelum dan sesudah Nixon untuk merujuk pada kelompok pemilih di berbagai negara di dunia.

 
Berita Terpopuler