Karyawan Hotel dan Toko Pakai Atribut Natal, Komisi Fatwa MUI Jelaskan Hukumnya

Umat Muslim tidak boleh menyerupai tradisi agama lain.

Antara/Didik Suhartono
Pekerja menghias pohon Natal yang dijual di Pasar Atom, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (21/12/2021).
Rep: Muhyiddin Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Pusat KH Abdul Muiz Ali menjelaskan tentang hukum umat Islam yang memakai pakaian atau atribut Natal. Menurut dia, bagi umat Islam haram hukumnya memakai atribut Natal, bahkan bisa kufur.

"Memakai atribut natal bagian dari bentuk ekspresi yang di dalamnya ada unsur tasyabbuh (menyerupai) dengan non-Muslim. Bagi umat Islam dilarang hukum menyerupai aktivitas atau memakai atribut orang-orang non-Muslim," jelas Kiai Muiz dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Ahad (24/12/2024).

Dia pun mengutip sebuah hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Tirzmidzi.

لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا لَا تَشَبَّهُوا بِالْيَهُودِ وَلَا بِالنَّصَارَى فَإِنَّ تَسْلِيمَ الْيَهُودِ الْإِشَارَةُ بِالْأَصَابِعِ وَتَسْلِيمَ النَّصَارَى الْإِشَارَةُ بِالْأَكُفِّ

Artinya: “Bukan termasuk golongan kami seseorang yang menyerupai kaum selain kami. Janganlah kalian menyerupai Yahudi, juga Nashrani, karena sungguh mereka kaum Yahudi memberi salam dengan isyarat jari jemari, dan kaum Nasrani memberi salam dengan isyarat telapak tangannya” (HR Tirmidzi, hasan).

Selain itu, Kiai Muiz juga mengutip hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud.

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

Artinya: "Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk bagian dari mereka” (HR Abu Dawud).

عَنِ ابْنِ عُمَرَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: خَالِفُوا المُشْرِكِينَ: وَفِّرُوا اللِّحَى، وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ.

Dari Ibnu Umar ra, dari Rasulullah Saw beliau bersabda: Selisihilah kaum musyrikin, biarkanlah jenggot panjang, dan pendekkanlah kumis” (HR Bukhari dan Muslim).

Baca Juga

Kiai Muiz mengatakan menyerupai non-Muslim...

Kiai Muiz mengatakan menyerupai non-Muslim sendiri bisa dalam bentuk ucapan atau perbuatan. Menurut dia, hukumnya tergantung pada tujuannya.

"Hukum menyerupai non-Muslim tergantung pada tujuanya; bisa makruh, bisa haram dan bahkan memakai atribut natal bisa kufur," kata Kiai Muiz.

حاصل ما ذكره العلماء في التزيي بزيّ الكفار أنه إمّا أن يتزيّا بزيّهم ميلا إلى دينهم وقاصدا التشبه بهم في شعائر الكفر أو يمشي معهم إلى متعبداتهم فيكفر بذلك فيهما وإمّا أن لا يقصد كذلك بل يقصد التشبه بهم في شعائر العيد أو التوصل إلى معاملة جائزة معهم فيأثم. وإما أن يتّفق له من غير قصد فيكره كشدّ الرداء في الصلاة.

“Kesimpulan yang telah dijelaskan oleh para ulama dalam permasalahan berbusana dengan busana orang-orang kafir, bahwa seseorang adakalanya memakai busana mereka karena condong kepada agama mereka dan bertujuan menyerupai mereka dalam syiar kekufurannya atau berangkat bersama mereka pada tempat ibadah mereka maka ia menjadi kafir dengan melakukan hal ini. Adakalanya ia tidak bertujuan seperti itu namun ia bertujuan menyerupai mereka dalam syiar hari raya atau sebagai media agar dapat berkomunikasi dengan baik dengan mereka, maka ia berdosa dengan melakukan hal demikian. Adakalanya pula ia memakai pakaian yang sama dengan orang non-Muslim tanpa adanya tujuan menyerupai mereka maka hal ini dimakruhkan, seperti mengikat selendang dalam shalat.” (Abdurrahman bin Muhammad Ba’lawy, Bughyah al-Mustarsyidin, Hal. 529).

Walhasil, tambah Kiai Muiz, meskipun atas nama toleransi dalam beragama, bagi umat Muslim tidak boleh menyerupai tradisi agama lain, termasuk memakai pakaian atau menggunakan atribut natal lainnya.

"Dan bagi pemeluk agama lain atau pemilik usaha perhotelan atau pertokoan tidak boleh memberikan aturan harus menggunakan pakaian natal bagi karyawan yang beragama Islam," kata Kiai Muiz.

 
Berita Terpopuler