Kapan Akhir Kemarau Panjang dan Awal Turun Hujan? Ini Prakiraan Terbaru dari Kepala BMKG

Transisi dari musim kemarau ke hujan di Indonesia akan terjadi secara bertahap.

ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Aparatur Sipil Negara (ASN) menunggu pelaksanaan Shalat Istisqa atau Shalat meminta hujan di halaman Balai Kota Bandung, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (9/10/2023). Shalat Istisqa tersebut sebagai upaya umat muslim meminta pertolongan kepada Allah SWT agar diturunkan hujan. Sehingga musim kemarau yang melanda beberapa wilayah di Indonesia termasuk Kota Bandung usai.
Rep: Ronggo Astungkoro, Antara Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, mengungkapkan, pihaknya memprediksi kemarau panjang akan berakhir secara bertahap dimulai dari Oktober akhir. Secara bertahap, hujan akan mulai turun pada November dengan wilayah yang berada di khatulistiwa hingga Indonesia bagian Selatan akan relatif mengalami keterlambatan.

Baca Juga

“Prediksi kami kemarau panjang ini akan berakhir secara berangsur, bertahap, di bulan Oktober akhir. Dan mulai transisi hujan itu November,” ujar Dwikorita usai menghadiri Rapat Koordinasi Khusus Tingkat Menteri tentang Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Jakarta, Senin (9/10/2023).

Lebih lanjut Dwikorita menerangkan, transisi hujan pada November itu pun tidak secara serentak terjadi di seluruh Indonesia, melainkan secara bertahap. Wilayah Indonesia yang berada di garis khatulistiwa serta wilayah Indonesia bagian Selatan akan relatif lebih terlambat dengan wilayah-wilayah Indonesia pada bagian lain.

“Tidak serempak. Secara bertahap, terutama yang relatif terlambat Indonesia bagian Selatan. Sekarang (Indonesia bagian) Utara sudah mulai hujan, tapi (wilayah di sekitar) khatulistiwa ke Selatan belum. Diprediksi sekitar November mulai hujan. Jadi, kemarau panjang ini sebagian besar wilayah Indonesia sesuai prediksi November berakhir,” terang dia.

Semenetara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, mengungkapkan, dampak El Nino masih akan terjadi sampai pada sekitar Februari dan Maret 2024. Saat ini, Indonesia tengah berada di puncak dampak El Nino, yakni pada periode September dan Oktober 2023, yang menyebabkan suhu panas semakin terasa.

“BMKG memprediksi dampak El Nino akan sampai pada sekitar Februari dan Maret tahun 2024,” ujar Mahfud pada kesempatan yang sama.

Mahfud mengatakan, puncak dari dampak El Nino terjadi pada periode September dan Oktober 2023, yang mana saat ini tengah berlangsung di Indonesia. Akibat dari puncak dampak El Nino itu, terjadi suhu yang panas karena hampir tidak ada awan hujan. Sinar matahari pun langsung mengenai tubuh karena tidak ada ‘tameng’ awan.

“Agar kita semua waspada, karena hari-hari ini masih berada di puncak El Nino dan masih akan berlangsung cukup lama,” jelas mantan ketua Mahkamah Konstitusi itu.

Terkait itu, Dwikorita menjelaskan, kemarau yang terjadi di wilayah Indonesia biasanya dikontrol oleh angin kering dan angin dingin yang berasal dari Australia. Tapi pada kemarau kali ini, ada pengaruh dari fenomena El Nino yang berasal dari Samudera Pasifik dan Indian Ocean Dipole.

“El Nino masih akan berlansung hingga awal tahun depan, sampai Februari-Maret atau Maret-April. Namun, kemaraunya diprediksi berakhir secara bertahap mulai Oktober,” kata Dwikorita.

 

 

Pada saat sebagian besar wilayah Indonesia masih dilanda kemarau panjang, beberapa daerah seperti Kabupaten Lebak, Banten sudah merasakan turun hujan. Curah hujan tinggi disebut dapat menyelamatkan tanaman padi dari kekeringan akibat kemarau atau El Nino.

"Kita menerima laporan sudah tiga hari terakhir pada sore hari dilanda curah hujan cukup tinggi," kata Kepala Bidang Produksi Dinas Pertanian Kabupaten Lebak Deni Iskandar di Lebak, Ahad kemarin.

Petani Kabupaten Lebak tentu senang dengan adanya curah hujan sehingga bisa mengaliri persawahan dan dapat menyelamatkan tanaman padi dari kekeringan. Tanaman padi yang mengalami kekeringan itu berdasarkan laporan Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH) Provinsi Banten seluas 300 hektare. Kebanyakan tanaman padi itu usia tanam rata-rata 60-70 hari setelah tanam (HST).

"Kami meyakini jika curah hujan tinggi pada Oktober dipastikan panen akhir September dan Desember 2023," katanya menjelaskan.

Ahmad Junaidi (60) seorang petani Malingping Kabupaten Lebak mengaku bahagia setelah beberapa hari terakhir itu diguyur hujan deras sehingga persediaan air terpenuhi untuk areal persawahan. "Kami awal kebingungan melihat sawah seluas 1,5 hektare kekeringan akibat kemarau sejak September 2023" katanya menjelaskan.

Ia mengatakan, areal persawahan di wilayahnya seluas 60 hektare dipetakan sawah tadah hujan dan petani bisa tanam jika memasuki musim hujan, sedangkan musim kemarau petak-petak sawah itu dibiarkan. Mereka petani di sini juga kesulitan untuk mendapatkan pasokan air, karena tidak adanya jaringan irigasi juga tidak memiliki sumber potensi air. 

"Kita di sini hanya mengandalkan curah hujan dan jika kekeringan berlangsung tiga bulan dipastikan gagal panen," katanya menjelaskan.

In Picture: Pembagian Air Bersih untuk Warga

 

 

Sejumlah petani Badui di pedalaman Kabupaten Lebak, Banten mulai menanam padi huma di ladang atau ngaseuk setelah beberapa hari terakhir hujan mulai turun. "Kami melakukan tanam padi huma itu karena adanya curah hujan," kata Kubil (55) seorang petani di kawasan pemukiman hak ulayat adat masyarakat Badui di Lebak, Ahad.

Curah hujan dengan intensitas sedang melanda kawasan Badui di atas pukul 14.30 WIB hingga 15.40 WIB. Petani Badui merespons turunnya huja itu dengan beramai-ramai menanam padi huma untuk kedaulatan pangan dan peningkatan ekonomi keluarga.

"Kami berharap pelaksanaan gerakan tanam itu membawa berkah dan dapat menghasilkan panen melimpah sehingga memenuhi ketersediaan pangan dan pendapatan ekonomi keluarga," kata Kubil menambahkan.

Begitu juga petani Badui lainnya, Santa (55). Menurut dia di wilayahnya di Blok Cicuraheum tengah memasuki tanam padi huma setelah adanya curah hujan itu. Padi huma itu dengan masa panen selama enam bulan ke depan atau April 2024.

"Kami bercocok tanam padi huma tanpa pupuk kimia, namun menggunakan pupuk organik dari sisa pembakaran sampah," kata Santa.

Tetua adat Badui yang juga Kepala Desa Kanekes Kabupaten Lebak Jaro Saija mengatakan, berdasarkan kalender adat memasuki musim tanam padi huma. Sehingga seluruh petani Badui dapat melakukan tanam, terlebih beberapa hari terakhir curah hujan melanda di daerah itu.

Penduduk Badui sendiri 13.600 jiwa atau 7.000 KK. Mereka tersebar di 68 perkampungan dapat melakukan tanam serentak Oktober 2023.

"Kami berharap tanaman padi huma tumbuh subur dan menghasilkan panen melimpah," katanya.

Seusai Kebakaran Kawasan Wisata Gunung Bromo - (Infografis Republika)

 
Berita Terpopuler