KTT ASEAN 2023: Tantangan dan Harapan Indonesia dalam Ekonomi Hijau dan Digital

KTT ASEAN 2023: Tantangan dan Harapan Indonesia dalam Ekonomi Hijau dan Digital

retizen /Agus Arwani
.
Rep: Agus Arwani Red: Retizen

KTT ASEAN 2023 menjadi momen penting bagi negara-negara anggota, dengan fokus diskusi pada dua topik utama: ekonomi hijau dan digital. Mengingat urgensi tantangan perubahan iklim dan revolusi industri 4.0, fokus pada kedua sektor ini tidak hanya relevan, tetapi juga mendesak.

Foto: ANTARA FOTO/Media Center KTT ASEAN 2023/Akbar Nugroho Gumay

Ekonomi hijau di ASEAN memiliki potensi yang belum sepenuhnya dimanfaatkan. Dengan kekayaan alam yang luar biasa, negara-negara di kawasan ini memiliki kesempatan untuk memimpin transisi global ke energi bersih dan berkelanjutan. Namun, banyak dari negara anggota ASEAN, termasuk Indonesia, masih bergantung pada ekspor bahan bakar fosil. Melalui KTT ini, harapannya adalah untuk menemukan solusi bersama dalam mempercepat transisi ke energi terbarukan, mendorong investasi di sektor ini, dan sekaligus memastikan ketahanan energi regional.

Dalam ranah digital, dengan populasi yang mayoritas muda dan teknologi yang berkembang pesat, ASEAN memiliki peluang untuk menjadi hub digital global. Namun, tantangan seperti kesenjangan digital, keamanan siber, dan regulasi yang belum harmonis menjadi hambatan utama. KTT ini diharapkan dapat menjadi wadah bagi negara-negara anggota untuk berkolaborasi, berbagi best practices, dan menciptakan kerangka kerja regional yang memfasilitasi pertumbuhan ekonomi digital yang inklusif dan berkelanjutan.

Salah satu isu kunci yang dibahas dalam KTT adalah integrasi ekonomi digital ASEAN. Inisiatif seperti "ASEAN Digital Integration Framework" diharapkan dapat diperkuat, dengan fokus pada peningkatan konektivitas, pembangunan infrastruktur digital, serta harmonisasi regulasi di antara negara-negara anggota.

Tak kalah pentingnya, isu lingkungan dalam konteks ekonomi hijau juga mendapatkan sorotan. Inisiatif bersama untuk pengurangan emisi gas rumah kaca, pemulihan hutan, dan pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan menjadi bagian dari diskusi utama.

Melalui KTT ASEAN 2023, harapannya adalah ASEAN tidak hanya dapat memperkuat kerjasama regional, tetapi juga memosisikan diri sebagai pemain kunci dalam agenda global terkait ekonomi hijau dan digital. Dengan komitmen bersama dan kolaborasi yang erat, negara-negara di kawasan ini memiliki peluang untuk menciptakan masa depan yang lebih hijau, inklusif, dan progresif untuk generasi mendatang.

Indonesia, sebuah negara kepulauan dengan potensi yang luar biasa, saat ini berada di tengah pusaran perubahan iklim global dan revolusi industri 4.0. Kedua hal ini telah memunculkan dua wajah ekonomi baru: ekonomi hijau dan ekonomi digital. Keduanya menjanjikan peluang yang besar, namun di balik itu terselip beragam tantangan yang harus dihadapi.

Dalam konteks ekonomi hijau, meski Indonesia memiliki potensi besar dalam energi terbarukan seperti geotermal, ketergantungannya pada bahan bakar fosil, terutama batubara, masih sangat kuat. Selain itu, infrastruktur yang mendukung transisi ke energi hijau belum sepenuhnya memadai. Hal ini tentunya memerlukan investasi besar-besaran dan kerjasama antara sektor publik dan swasta. Ditambah lagi, ada kebutuhan mendesak untuk meningkatkan kesadaran publik dan mempersiapkan tenaga kerja yang kompeten dalam bidang ini, yang berarti pendidikan dan pelatihan harus disesuaikan.

Pada ekonomi hijau, salah satu realitas yang ironis adalah bagaimana Indonesia yang dianugerahi kekayaan energi terbarukan seperti geotermal dan tenaga surya, masih bergantung kuat pada bahan bakar fosil, terutama batubara. Terlebih, batubara menjadi sumber pendapatan ekspor yang signifikan. Tantangan ekonomi, sosial, dan politik dalam menyeimbangkan antara pendapatan jangka pendek dari ekspor batubara dengan urgensi perubahan iklim adalah sebuah dilema nyata.

Dalam hal infrastruktur energi hijau, meskipun ada sejumlah inisiatif pemerintah, masih terdapat gap signifikan antara kapasitas yang ada dan yang ideal. Belum lagi masalah pendanaan dan ketidaksiapan teknologi yang menyebabkan transisi ke energi terbarukan menjadi lebih lambat. Ditambah dengan kurangnya literasi ekonomi hijau di kalangan pekerja, membuat sektor ini memerlukan revolusi pendidikan dan pelatihan.

Sementara itu, ekonomi digital Indonesia tumbuh pesat. Namun, kesenjangan digital masih menjadi hantu yang menghantui, terutama bagi penduduk di daerah pedalaman dan terpencil yang belum mendapatkan akses penuh ke teknologi informasi. Ancaman lain datang dari dunia maya berupa isu keamanan siber, dimana perlindungan data dan privasi pengguna menjadi hal yang sangat krusial. Selain itu, regulasi yang belum sepenuhnya mendukung ekosistem digital bisa memperlambat laju inovasi di sektor ini.

Pada ranah digital, meskipun penetrasi internet tumbuh pesat, kesenjangan digital di Indonesia masih jelas terlihat, terutama antara daerah perkotaan dengan pedesaan. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi digital yang eksponensial menimbulkan tantangan lain, yaitu keamanan siber. Dalam beberapa tahun terakhir, serangan siber terhadap perusahaan-perusahaan besar di Indonesia menjadi bukti betapa rentannya infrastruktur digital kita. Regulasi yang kini masih bersifat reaktif dan kurang mendukung inovasi menambah kompleksitas dalam ekosistem digital nasional.

Di balik gugusan tantangan tersebut, ada harapan yang bersinar terang untuk Indonesia. Dengan menggabungkan kekuatan ekonomi hijau dan digital, negara ini memiliki kesempatan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang luar biasa, sambil menjaga keberlanjutan lingkungannya. Peluang ini juga menciptakan lapangan pekerjaan baru, yang bisa mengurangi angka pengangguran dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Terlebih lagi, dengan populasi yang besar dan potensi sumber daya alam yang melimpah, Indonesia bisa menempatkan diri sebagai pemimpin dalam ranah ekonomi hijau dan digital di panggung global.

Namun, di balik lapisan tantangan tersebut, Indonesia memiliki potensi untuk bertransformasi. Menggabungkan ekonomi hijau dan digital bisa menjadi solusi cerdas untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Kekuatan demografi muda Indonesia dapat menjadi aset utama dalam adaptasi dan inovasi di kedua sektor ini.

Dengan strategi yang tepat, Indonesia tidak hanya bisa mengurangi ketergantungannya pada bahan bakar fosil, tetapi juga mengembangkan ekosistem digital yang inklusif dan resilien. Negara ini pun memiliki kesempatan untuk menjadi contoh bagi negara-negara berkembang lainnya dalam menghadapi tantangan ekonomi hijau dan digital.

Tentunya, untuk mencapai potensi tersebut, diperlukan kerjasama yang erat antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat. Keberanian untuk beradaptasi, inovasi, dan komitmen bersama menjadi kunci utama bagi Indonesia dalam mengarungi ombak perubahan di era ekonomi hijau dan digital.

Tentu saja, visi ini memerlukan komitmen dan kolaborasi antar-sektor. Kepemimpinan yang visioner, kebijakan yang progresif, dan partisipasi aktif masyarakat akan menjadi determinan keberhasilan Indonesia dalam menghadapi dinamika ekonomi hijau dan digital di masa depan.

Penulis : Agus Arwani

Mahasiswa Program Doktoral Ilmu Ekonomi Universitas Islam Indonesia

Dosen Fakultas FEBI Universitas Islam Negeri K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan

 
Berita Terpopuler