Siyasah Diniyah dan Siyasah Madaniyah: Nomokrasi dalam Islam Menurut Ibnu Khaldun (3)

Ada nomokrasi berdasarkan hukum Islam dan nomokrasi sekuler berdasarkan demokrasi.

blogspot
Ibnu Khaldun
Red: Muhammad Subarkah

Oleh: DR Al Chaidar Abdurrahman Puteh, Departemen Antropologi, Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe, Aceh

Baca Juga

Teori nomokrasi menurut Ibnu Khaldun adalah teori tentang sistem negara hukum yang berdasarkan pada hukum-hukum yang berasal dari Allah SWT, yaitu Alquran dan As-Sunnah.

Nomokrasi berasal dari kata Yunani 'nomos' yang berarti hukum dan 'kratos' yang berarti kekuasaan. Dalam konteks Islam, nomokrasi berarti kekuasaan yang tunduk pada hukum Allah.

Ibnu Khaldun adalah seorang sejarawan, sosiolog, dan filsuf Muslim yang hidup pada abad ke-14 M. Ia dikenal sebagai bapak ilmu historiografi dan sosiologi karena karyanya yang terkenal, Muqaddimah, yang merupakan sebuah pengantar untuk sejarah universal.

Dalam karyanya tersebut, ia mengemukakan berbagai konsep dan teori tentang sejarah, masyarakat, peradaban, politik, ekonomi, dan agama.

Salah satu konsep yang ia kemukakan adalah tentang tipologi negara. Ia membagi negara menjadi dua jenis, yaitu siyasah diniyah (nomokrasi Islam) dan siyasah madaniyah (nomokrasi sekuler).

Siyasah diniyah adalah negara yang mengikuti hukum-hukum syariat dan bertujuan untuk menegakkan keadilan, kesejahteraan, dan kemaslahatan umat. Siyasah madaniyah adalah negara yang mengikuti hukum-hukum manusia dan bertujuan untuk memenuhi kepentingan penguasa atau kelompok tertentu.

 

 

Prinsip nomokrasi Ibnu Khaldun

Menurut Ibnu Khaldun, nomokrasi Islam memiliki beberapa prinsip-prinsip umum yang digariskan dalam Al-quran dan dicontohkan dalam sunnah. Beberapa prinsip-prinsip tersebut adalah:

Pertama, prinsip kekuasaan sebagai amanah. Kekuasaan dalam nomokrasi Islam adalah sebuah tanggung jawab yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. Kekuasaan harus digunakan untuk menegakkan keadilan, kesejahteraan, dan kemaslahatan umat.

Kekuasaan tidak boleh disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Kekuasaan juga harus dibatasi oleh hukum-hukum syariat dan tidak boleh bertentangan dengan ajaran Islam.

Kedua, prinsip musyawarah. Musyawarah adalah sebuah proses konsultasi dan diskusi antara pemimpin dan rakyat atau antara berbagai pihak yang terkait dalam suatu masalah. Musyawarah bertujuan untuk mencapai kesepakatan atau solusi yang terbaik dan sesuai dengan syariat.

Musyawarah juga merupakan sebuah bentuk demokrasi yang menghargai pendapat dan hak-hak semua pihak. Musyawarah harus dilakukan dengan sikap saling menghormati, mendengarkan, dan menghargai.

Ketiga, prinsip keadilan. Keadilan adalah sebuah nilai yang harus dijunjung tinggi dalam nomokrasi Islam. Keadilan berarti memberikan hak kepada yang berhak dan memberikan kewajiban kepada yang berkewajiban tanpa membedakan agama, ras, suku, gender, atau status sosial.

Keadilan juga berarti menegakkan hukum secara adil dan tidak memihak kepada siapa pun. Keadilan juga berarti memberantas segala bentuk penindasan, diskriminasi, korupsi, atau kezaliman.

 

 

Keempat, prinsip persamaan. Persamaan adalah sebuah prinsip yang menyatakan bahwa semua manusia adalah sama di hadapan Allah SWT dan hukum. Persamaan berarti tidak ada manusia yang lebih mulia atau lebih rendah dari manusia lainnya hanya karena perbedaan agama, ras, suku, gender, atau status sosial.

Persamaan juga berarti memberikan perlakuan yang sama kepada semua manusia tanpa membedakan agama, ras, suku, gender, atau status sosial.

Kelima, prinsip pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia. Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang melekat pada setiap manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT.

Hak asasi manusia itu meliputi hak hidup, hak beragama, hak berpendapat, hak mendapatkan pendidikan, hak mendapatkan kesehatan, hak mendapatkan pekerjaan, hak mendapatkan perlindungan hukum, dan hak-hak lainnya yang sesuai dengan syariat.

Negara dalam nomokrasi Islam harus mengakui dan melindungi hak asasi manusia serta tidak melakukan pelanggaran terhadapnya.

 

Konteks Indonesia

Dengan menerapkan prinsip-prinsip nomokrasi Islam, negara dan masyarakat dapat menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang rahmatan lil alamin, yaitu agama yang membawa rahmat bagi seluruh alam.

Selain itu, juga dapat menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang moderat, toleran, dan inklusif, yang menghormati keragaman dan perbedaan. Islam juga dapat menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang damai, yang mengajarkan nilai-nilai persaudaraan, kerja sama, dan saling mengasihi.

Perbedaan mendasar antara demokrasi dan nomokrasi, yakni demokrasi adalah sistem yang mengutamakan kedaulatan rakyat, sedangkan nomokrasi adalah sistem yang mengutamakan kedaulatan hukum.

Dalam demokrasi, rakyat memiliki hak untuk memilih dan dipilih sebagai wakilnya dalam lembaga negara, terutama parlemen dan presiden. Dalam nomokrasi, hukum menjadi kekuasaan tertinggi yang mengatur dan mengawasi semua lembaga negara, termasuk lembaga peradilan, seperti Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.

Dalam konteks Indonesia pada masa kini, sistem demokrasi dan nomokrasi berjalan secara bersamaan. Indonesia menganut sistem presidensil yang memberikan kekuasaan eksekutif yang kuat kepada presiden yang dipilih langsung oleh rakyat.

Namun, Indonesia juga menerapkan sistem demokrasi langsung yang memberikan kesempatan kepada rakyat untuk mengajukan usulan atau partisipasi dalam proses pembuatan kebijakan. Selain itu, Indonesia juga menghormati prinsip nomokrasi dengan menegakkan hukum sebagai panglima dalam segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Hukum menjadi alat untuk melindungi hak-hak konstitusional warga negara dan menyelesaikan sengketa hukum yang timbul, termasuk dalam pelaksanaan pemilu.

 

 

 

Kesimpulan

Nomokrasi adalah sistem politik yang didasarkan pada kedaulatan hukum atau hukum sebagai kekuasaan tertinggi. Dalam nomokrasi, tidak ada lembaga negara yang berkedudukan lebih tinggi dari yang lain, tetapi semua setara dan dibedakan hanya oleh fungsi.

Nomokrasi juga menghormati prinsip-prinsip supremasi hukum, persamaan di hadapan hukum, dan asas legalitas. Nomokrasi Islam memiliki beberapa prinsip-prinsip umum yang digariskan dalam Alquran dan dicontohkan dalam sunnah. Beberapa prinsip-prinsip tersebut adalah:

Prinsip kekuasaan sebagai amanah. Kekuasaan dalam nomokrasi Islam adalah sebuah tanggung jawab yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. Kekuasaan harus digunakan untuk menegakkan keadilan, kesejahteraan, dan kemaslahatan umat.

Kekuasaan tidak boleh disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Kekuasaan juga harus dibatasi oleh hukum-hukum syariat dan tidak boleh bertentangan dengan ajaran Islam.

Prinsip musyawarah. Musyawarah adalah sebuah proses konsultasi dan diskusi antara pemimpin dan rakyat atau antara berbagai pihak yang terkait dalam suatu masalah. Musyawarah bertujuan untuk mencapai kesepakatan atau solusi yang terbaik dan sesuai dengan syariat.

Musyawarah juga merupakan sebuah bentuk demokrasi yang menghargai pendapat dan hak-hak semua pihak. Musyawarah harus dilakukan dengan sikap saling menghormati, mendengarkan, dan menghargai.

Prinsip keadilan. Keadilan adalah sebuah nilai yang harus dijunjung tinggi dalam nomokrasi Islam. Keadilan berarti memberikan hak kepada yang berhak dan memberikan kewajiban kepada yang berkewajiban tanpa membedakan agama, ras, suku, gender, atau status sosial.

Keadilan juga berarti menegakkan hukum secara adil dan tidak memihak kepada siapa pun. Keadilan juga berarti memberantas segala bentuk penindasan, diskriminasi, korupsi, atau kezaliman.

Prinsip persamaan. Persamaan adalah sebuah prinsip yang menyatakan bahwa semua manusia adalah sama di hadapan Allah SWT dan hukum. Persamaan berarti tidak ada manusia yang lebih mulia atau lebih rendah dari manusia lainnya hanya karena perbedaan agama, ras, suku, gender, atau status sosial.

Persamaan juga berarti memberikan perlakuan yang sama kepada semua manusia tanpa membedakan agama, ras, suku, gender, atau status sosial.

Prinsip pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia. Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang melekat pada setiap manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT. Hak asasi manusia meliputi hak hidup, hak beragama, hak berpendapat, hak mendapatkan pendidikan, hak mendapatkan kesehatan, hak mendapatkan pekerjaan, hak mendapatkan perlindungan hukum, dan hak-hak lainnya yang sesuai dengan syariat.

Negara dalam nomokrasi Islam harus mengakui dan melindungi hak asasi manusia serta tidak melakukan pelanggaran terhadapnya.

 

 

Referensi

Allen, Chris. Islamophobia. Routledge, 2016.

Amsori, Amsori, and Ernawati Ernawati. "Khilafah Islamiah in International Islamic Political Perspective." Proceedings of the 2nd International Colloquium on Interdisciplinary Islamic Studies (ICIIS) in Conjunction with the 3rd International Conference on Quran and Hadith Studies (ICONQUHAS). 2020.

Bar, Shmuel. “The religious sources of Islamic terrorism.” The Theory and Practice of Islamic Terrorism: An Anthology. New York: Palgrave Macmillan US, 2008. 11-20.

Halliday, Fred. "'Islamophobia'reconsidered." (1999): 892-902.

HS, Dedi Eko Riyadi, et al. "Analysis Study of Islamic Nomocracy and Pancasila Democracy in Indonesia." International Journal of Multicultural and Multireligious Understanding vol. 7. No. 10 (2020): 745-753.

Jackson, Sherman A. "Legal pluralism between Islam and the nation-state: Romantic medievalism or pragmatic modernity." Fordham Int'l LJ Vol. 30 (2006): 158.

Khadduri, Majid. War and Peace in the Law of Islam. The Lawbook Exchange, Ltd., 2006.

Klug, Brian. "Islamophobia: A concept comes of age." Ethnicities Vol. 12 No.5 (2012): 665-681.

Kusriyah, Sri. "The Principles of the Welfare Law State in an Islamic Perspective." Jurnal Daulat Hukum Vol. 5 No.4 (2022): 284-299.

Li, Xiang, and Tianyang Liu. "Nomocracy versus teleocracy: Comparing participatory urban redevelopment in Shenzhen and Kashgar." Journal of Urban Affairs (2022): 1-21.

Sheridan, Lorraine P. "Islamophobia pre–and post–September 11th, 2001." Journal of interpersonal violence Vol. 21, No.3 (2006): 317-336.

Sonn, Tamara. "Political authority in classical Islamic thought." American Journal of Islamic Social Sciences Vol. 13 (1996): 309-324.

Wibowo, Sugeng, et al. "Islamic nomocracy: from the perspectives of Indonesia, Spain and Russia." Legality: Jurnal Ilmiah Hukum Vol.31, No.1 (2023): 91-111.

 

 
Berita Terpopuler