Seram, Efek Main Medsos Berlebihan Mirip Seperti Kecanduan Narkoba

Penggunaan media sosial yang berlebih lebih banyak ditemukan pada kelompok usia muda.

www.freepik.com
Media sosial alias medsos (ilustrasi). Media sosial dapat memengaruhi segala hal, mulai dari pilihan belanja hingga persepsi tentang kecantikan.
Rep: Adysha Citra Ramadani Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Media sosial (medsos) saat ini telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan banyak orang di era digital. Selain dapat menjadi sarana untuk bersosialisasi hingga mempromosikan usaha, media sosial juga dapat menjadi sumber hiburan yang menarik.

Hanya saja, penggunaan media sosial yang berlebih bisa membawa dampak buruk bagi pengguna. Di Indonesia misalnya, laporan Digital 2023 mengungkapkan bahwa ada 167 orang di Indonesia yang menggunakan media sosial. Rata-rata waktu yang mereka habiskan untuk mengakses media sosial adalah sekitar tiga jam 18 menit per hari.

Baca Juga

Tren serupa juga ditemukan di berbagai negara lain, termasuk Amerika Serikat. Warga Amerika Serikat umumnya menghabiskan hampir 2,5 jam per hari untuk mengakses media sosial. Durasi tersebut bahkan bertambah dua kali lipat pada kelompok usia remaja.

"Adiksi media sosial saat ini belum diakui dalam panduan diagnostik kami, tetapi kami melihat adanya pertumbuhan penggunaan media sosial," ujar psikolog klinis dan direktur edukasi dari SimplePractice, Lindsay Oberleitner, seperti dilansir Fox News pada Rabu (16/8).

"Kecanduan" media sosial atau penggunaan media sosial yang problematik dan berlebih bisa memunculkan gejala yang mirip dengan perilaku kecanduan dan gangguan penyalahgunaan obat terlarang. Akan tetapi, gejala yang ditimbulkan oleh penggunaan media sosial berlebih berada pada level yang lebih ringan.

Seperti halnya perilaku kecanduan, penggunaan media sosial yang problematik bisa menghambat seseorang dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Pengguna media sosial yang berlebih atau problematik juga bisa menunjukkan gejala seperti menarik diri dari interaksi sosial, acara tatap muka, hingga aktivitas yang sebelumnya disukai.

Pengguna media sosial yang berlebih juga dapat merasakan kesulitan yang sangat hebat ketika tidak bisa mengakses media sosial. Selain itu, pengguna yang sudah kecanduan akan sulit melepaskan diri dari media sosial dan terus menggunakan platform tersebut meski mereka menyadari bahwa perilaku tersebut membawa dampak buruk.

"Sebagai contoh, seseorang menyadari bahwa waktu yang mereka habiskan di media sosial mengganggu performa sekolah atau kerja mereka, tetapi mereka tidak membuat batasan waktu (untuk menggunakan media sosial)," jelas Oberleitner.

Sebagian pengguna yang kecanduan mungkin akan berusaha untuk membuat batasan waktu untuk mengakses media sosial. Akan tetapi, biasanya upaya ini tak membuahkan hasil. Terkadang, kecanduan media sosial bisa membuat hubungan antara pengguna dengan orang lain ikut terganggu.

Oberleitner menyebut, penggunaan media sosial yang berlebih bisa menurunkan performa di sekolah dan juga pekerjaan. Selain itu, perilaku ini bisa memunculkan perasaan terisolasi dan kesepian.

Orang-orang yang menggunakan media sosial secara berlebih juga bisa memiliki citra diri yang negatif. Tak jarang, mereka mengeluhkan kesulitan tidur, gangguan makan, dan peningkatan gejala depresi serta kecemasan.

"Secara luas, dalam gangguan adiksi, ada pola kehilangan kontrol (atas diri sendiri), penggunaan yang kompulsif, konsekuensi negatif terhadap fungsi pribadi dan interpersonal, serta keinginan untuk menggunakan yang intens," kata Oberleitner.

Menurut Oberleitner, perilaku penggunaan media sosial yang berlebih atau problematik lebih banyak ditemukan pada kelompok usia muda. Ironisnya, dampak negatif dari penggunaan media sosial berlebih di usia muda bisa membawa pengaruh signifikan terhadap perkembangan otak.

"Penggunaan media sosial berlebih bisa mengganggu perkembangan dari area-area (otak) ini," kata Oberleitner.

Selain usia muda, kelompok lain yang lebih rentan terhadap penggunaan media sosial berlebih adalah individu dengan gangguan kecemasan dan kesepian. Kelompok lain yang juga rentan melakukan penggunaan media sosial berlebih adalah individu dengan impulsivitas tinggi.

Kiat Detoks

Tak ada satu cara yang efektif untuk semua orang dalam hal menghentikan perilaku menggunakan media sosial yang berlebihan. Namun secara umum, Oberleitner mengatakan perilaku ini bisa diredam dengan mengombinasikan sejumlah pendekatan.

Apa saja pendekatannya ...

Salah satu upaya yang biasa dilakukan adalah menghentikan sepenuhnya penggunaan media sosial. Setelah itu, pengguna diperbolehkan untuk mulai menggunakan media sosial kembali secara bertahap dan secukupnya, misalnya 30 menit setelah makan malam.

Saat menghentikan penggunaan media sosial sepenuhnya, gawai-gawai yang biasa digunakan oleh pengguna yang kecanduan bisa disembunyikan untuk sementara waktu. Mereka juga dapat menghapus beragam aplikasi media sosial dari gawai yang dipakai oleh pengguna yang kecanduan.

Seperti dalam kasus adiksi lain, penting untuk mengenali trigger atau pemicu yang kerap mendorong pengguna untuk menggunakan media sosial secara berlebih. Setelah mengenali pemicu tersebut, pengguna dianjurkan untuk menghindari pemicu tersebut.

 
Berita Terpopuler