Ben-Gvir Akhiri Opsi Pembebasan Awal Tahanan Administratif Palestina

Warga Palestina yang dipenjara oleh Israel melakukan aksi mogok makan.

AP/Sebastian Scheiner
Petugas polisi dan penjaga penjara memeriksa tempat pelarian penjara di luar penjara Gilboa di Israel utara, Senin, 6 September 2021.
Rep: Dwina Agustin Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir membuat perubahan pada undang-undang untuk mengakhiri kemungkinan pembebasan lebih awal tahanan administratif Palestina, Ahad (30/7/2023). Keputusan tersebut bertujuan untuk mengubah kondisi lebih dari 4.500 tahanan Palestina di penjara Israel.

Baca Juga

Laporan media Israel Channel 7 menyatakan, kepadatan di penjara membuat ratusan 'tahanan administratif' Palestina dibebaskan setiap tahun. Namun perubahan undang-undang yang dilakukan Ben-Gvir secara efektif mengakhiri kebijakan di masa lalu itu.

Menurut putusan Mahkamah Agung Israel pada 2017 dikutip dari Anadolu Agency, setiap tahanan harus memiliki ruang hidup minimal 4,5 meter persegi, termasuk pancuran dan toilet, atau empat meter persegi tanpa mereka.  Pusat hukum perlindungan hak minoritas Arab yang berbasis di Israel Adalah mengatakan, tindakan terbaru itu akan memperburuk kepadatan di penjara.

Adalah menyatakan, perubahan aturan tersebut pun merupakan menambah ketidakadilan. Kebijakan penahanan administratif memungkinkan otoritas Israel untuk menahan siapa pun selama enam bulan tanpa dakwaan atau pengadilan, yang dapat diperpanjang tanpa batas waktu.

Selama bertahun-tahun, warga Palestina yang dipenjara oleh Israel telah menggunakan aksi mogok makan untuk menuntut kondisi hidup yang lebih baik dan diakhirinya penahanan tanpa batas waktu. Menurut angka Palestina, Israel menahan lebih dari 4.500 warga Palestina di penjara. 

 

 
Berita Terpopuler