Rhabdomyolysis, Pembunuh Senyap yang Mengincar Para Pelari

Rhabdomyolysis yang bisa diderita para pelari dijuluki pembunuh senyap.

Flickr
Olahraga lari (Ilustrasi). Rhabdomyolysis yang bisa diderita para pelari, dijuluki pembunuh senyap.
Rep: Shelbi Asrianti Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banyak orang memilih olahraga lari untuk mendapatkan manfaat kesehatan fisik dan mental. Olahraga intensitas tinggi itu memang menyehatkan, namun para pelari juga diminta mewaspadai suatu kondisi mematikan yang bisa mengintai.

Ada sebuah kondisi bernama rhabdomyolysis yang bisa diderita para pelari dijuluki pembunuh senyap. Kondisi itu terjadi ketika jaringan otot yang rusak melepaskan protein dan elektrolit ke aliran darah. Zat yang terlepas ini dapat merusak organ tubuh seperti jantung dan ginjal.

Dalam sebuah artikel untuk Runners World, pakar bernama profesor William Roberts mengulasnya. Roberts mengatakan, hampir setiap orang yang berolahraga untuk meningkatkan kinerja akan melepaskan atau membocorkan kreatin kinase itu ke aliran darah.

"Menjadi masalah ketika sel otot melepaskan kandungan seperti potasium atau mioglobin, yang menyebabkan komplikasi," ujar Roberts, dikutip dari laman Express, Ahad (30/7/2023).

Roberts menjelaskan bahwa sebenarnya cukup kecil kemungkinannya orang yang rutin berolahraga dan pelari mengembangkan rhabdomyolysis. Namun, kondisi itu bisa terjadi pada orang yang secara drastis meningkatkan volume atau intensitas latihan.

Baca Juga

Menurut Roberts, mengejutkan otot dengan volume pekerjaan tak terduga yang jauh melampaui tingkat kemampuannya bukan ide bagus. Sebab, itu bisa mengarah pada kondisi rhabdomyolysis, dan dapat menyebabkan gagal ginjal, bahkan kematian karena aritmia.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) menyebutkan bahwa atlet cukup berisiko mengalami rhabdomyolysis, yang juga dikenal sebagai rhabdo. Siapa pun juga bisa terkena rhabdo, tetapi orang yang bekerja di lingkungan tertentu berisiko lebih tinggi.

Contohnya, orang yang bekerja di lingkungan yang panas dan/atau melakukan tugas fisik yang berat. Sebut saja pemadam kebakaran, petugas polisi, para first responder, pekerja pertanian, pekerja konstruksi, pekerja bengkel, dan anggota dinas militer. Olahraga intensitas tinggi juga termasuk pencetus rhabdo.

Karena itu, tidak disarankan langsung masuk ke program latihan olahraga terlalu cepat. Rhabdo bisa terpicu jika otot tidak punya waktu untuk pulih setelah latihan yang intens.

Pemicu rhabdo lainnya termasuk cedera, luka bakar, dehidrasi parah, konsumsi obat-obatan tertentu, gangguan penggunaan zat, tidak aktif bergerak dalam waktu lama, dan kondisi medis tertentu. Beberapa orang tidak menunjukkan gejala saat mengidap rhabdo.

Hanya saja, ada sejumlah tanda umum seperti kram otot, nyeri otot, urine berwarna gelap, dan kelelahan. Gejala dapat muncul kapan saja, sesaat setelah cedera awal atau beberapa hari berikutnya.

"Jika Anda memiliki gejala-gejala ini, jangan diabaikan. Segera cari perawatan medis. Diagnosis lebih awal berarti pengobatan lebih awal dan peluang pemulihan lebih besar tanpa efek kesehatan permanen," kata Roberts.

 
Berita Terpopuler