Joe Biden Tolak Keputusan ICC untuk Keluarkan Surat Penangkapan Netanyahu

Biden masih menganggap Israel hanya melawan ancaman terhadap keamanannya.

EPA-EFE/CHRIS KLEPONIS
US President Joe Biden makes a statement on the campus unrest, in the Roosevelt Room of the White House in Washington, DC, USA, 02 May 2024. In his remarks, the president stated that racism and anti-semitism have no place in America. Nationwide protests have sprung up across the country on school campuses, many calling for institutions to divest investments in Israel and in support of a ceasefire in the Gaza conflict.
Red: Israr Itah

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat Joe Biden secara tegas menolak keputusan jaksa Mahkamah Pidana Internasional (ICC) Karim Khan yang meminta surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant.

Baca Juga

Biden menyebut keputusan ICC "keterlaluan" dan bersumpah akan mendukung Israel seiring proses hukum berjalan.

Dia juga mengecam keputusan jaksa Khan yang menyetarakan posisi Israel dan kelompok pejuang Palestina, Hamas, yang tiga di antara pemimpinnya juga masuk dalam daftar permohonan surat perintah penangkapan dari ICC.

“Biar saya perjelas: apa pun yang disiratkan oleh jaksa ini, tidak ada kesetaraan--sama sekali tidak ada--antara Israel dan Hamas. Kami akan selalu mendukung Israel melawan ancaman terhadap keamanannya,” kata Biden dalam sebuah pernyataan, Senin (20/5/2024).

Dalam pernyataan terpisah, Menteri Luar Negeri Antony Blinken mengatakan Washington secara fundamental menolak keputusan Khan, sama seperti Biden yang menolak ketika Israel disamakan dengan Hamas. Menurut dia, Hamas adalah "organisasi teroris brutal yang melakukan pembantaian terburuk terhadap orang-orang Yahudi sejak Holocaust dan masih menyandera puluhan orang tak bersalah, termasuk warga Amerika".

Gedung Putih yang sebelumnya mengatakan menentang ancaman terhadap pejabat pengadilan, menyatakan bahwa ICC tidak memiliki yurisdiksi atas Israel karena mereka bukan penandatangan dokumen pendirian pengadilan tersebut, yakni Statuta Roma.

“Jauh sebelum konflik ini, Amerika Serikat sudah jelas (bersikap) bahwa ICC tidak mempunyai yurisdiksi atas masalah ini. ICC didirikan oleh negara-negara pihak sebagai pengadilan dengan yurisdiksi terbatas," kata Blinken.

"Batasan tersebut berakar pada prinsip-prinsip saling melengkapi, yang tampaknya tidak diterapkan di sini di tengah ketergesaan jaksa untuk meminta surat perintah penangkapan daripada memberikan kesempatan penuh dan tepat waktu kepada sistem hukum Israel untuk menindak,” ujarnya, menambahkan.

Pada Senin pagi, jaksa Khan mengumumkan bahwa dirinya telah mengajukan surat perintah penangkapan untuk Netanyahu, Gallant, kepala biro politik Hamas Ismail Haniyeh, kepala sayap militer Hamas Mohammed Diab Ibrahim Masri, dan pemimpin Hamas di Jalur Gaza Yahya Sinwar.

Keputusan mengenai apakah salah satu surat perintah penangkapan pada akhirnya akan dikeluarkan berada di tangan panel yang terdiri dari tiga hakim ICC, yang akan menilai bukti-bukti yang diajukan oleh kantor Khan.

Anggota senior Partai Republik di Capitol Hill AS telah mengancam akan membalas Khan, para pejabat senior dan rekan-rekannya, serta keluarga mereka jika ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi para pejabat Israel.

Meskipun pemerintahan Biden telah menolak yurisdiksi pengadilan tersebut atas Israel karena mereka bukan penandatangan Statuta Roma, pemerintahan Biden memuji keputusan ICC yang mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi pejabat senior Rusia, termasuk Presiden Vladimir Putin, atas tindakan Moskow di Ukraina.

Padahal, seperti halnya Israel, Rusia juga tidak menandatangani Statuta Roma.

 

 
Berita Terpopuler