Dampak Pembatasan Twitter Pada Bisnis Digital

Channel yang paling tepat sebagai rumah bagi bisnis adalah website.

.
Rep: Vidita Red: Partner

Unsplash/Alexander Shatov

Platform media sosial Twitter menggemparkan penggunanya pada Sabtu, (1/7/2023) malam. Pasalnya, para pengguna mendadak mendapatkan peringatan “Rate Limit Exceeded” pada bagian atas timeline akun mereka dan membuat mereka tidak bisa lagi memuat dan melihat tweet-tweet baru.

Pada 2 Juli 2023, Executive Chair and Chief Technology Officer Twitter, Elon Musk, menjelaskan lewat akun Twitternya bahwa Twitter kini resmi membatasi jumlah tweet yang dapat dibaca oleh setiap akun per harinya. Awalnya adalah 600 tweet untuk akun biasa, 300 tweet untuk akun baru, dan 6.000 tweet untuk akun terverifikasi.

Namun jumlah tersebut bertambah menjadi 800 untuk akun biasa, 400 untuk akun baru, dan 8.000 untuk akun terverifikasi. Kemudian tak lama kemudian Elon mengubahnya lagi menjadi 1.000 tweet untuk akun biasa, 500 untuk akun baru, dan 10 ribu untuk akun terverifikasi.

Perubahan kebijakan yang mendadak tersebut tentu berdampak pada banyak kalangan. Salah satunya adalah pebisnis yang menggunakan Twitter sebagai salah satu channel digital marketing.

Mau tidak mau, pebisnis dan semua pengguna Twitter pun harus mengikuti peraturan yang berubah sewaktu-waktu tersebut karena tidak memiliki kuasa atas platform tersebut. Kini, para pengguna pun harus beradaptasi lagi sesuai dengan peraturan yang berlaku dan berpengaruh pada user experience yang juga pasti berubah dan semakin terbatasi.

Strategi marketing pun harus mengikuti kebijakan dan peraturan yang sudah ada. “Berbisnis di media sosial tentunya tidak bisa bebas sesuai yang kita mau, karena sudah ada yang mengatur. Misalnya saja kejadian Twitter kemarin, jika seharusnya jangkauan konten bisa sangat luas dengan limitless scrolling Twitter, tapi dengan view limit, tweet bisnis yang misalnya biasanya muncul setelah 1.000 tweet, sekarang jadi tidak bisa terbaca oleh audiens,” ujar Novia Intan Hikmawati, Social Media Specialist Niagahoster.

Menurutnya, perubahan semacam itu juga terjadi beberapa tahun lalu di Instagram yang mengubah algoritma tampilan feed bagi setiap pengguna. “Dengan kebijakan yang berubah-ubah, business owner harus siap mengantisipasi apapun yang terjadi selama masih membutuhkan platform media sosial sebagai channel marketing.

Unsplash/Souvik Banerjee

Intan menjelaskan, media sosial merupakan channel marketing penunjang. Pebisnis, lanjut dia, harus tetap memiliki rumah sebagai autentikasi bisnis dan produk mereka.

Channel yang paling tepat sebagai rumah bagi bisnis adalah website, karena pebisnis dapat mengatur semua hal pada website sesuai dengan keunikan bisnis dan produknya. Pebisnis tidak bisa hanya menggunakan media sosial dan marketplace yang peraturannya bisa berubah-ubah.

"Bisnis harus melakukan strategi omnichannel dengan website sebagai rumah yang ditunjang dengan media sosial dan marketplace. Untuk memaksimalkan media sosial sebagai channel penunjang, pebisnis harus memahami target market untuk menentukan channel media sosial yang paling tepat," Intan mengingatkan.

Jika target market suatu bisnis atau produk adalah kalangan pengguna media sosial aktif, maka bisnis tersebut harus menggunakan media sosial sebagai channel marketing aktif pula. “Media sosial merupakan platform yang dinamis, sehingga business owner harus mengikuti tren yang sedang berlangsung.

Intan pun menyarankan, para pemilik bisnis untuk memaksimalkan fitur dari media sosial dan buat konten-konten organik karena konten organik adalah investasi. Kalau ada budget, kita juga bisa memanfaatkan ads untuk memaksimalkan eksposur. "Tapi yang penting adalah tetap menggunakan website, karena media sosial hanyalah penunjang,” ujar Intan.

 
Berita Terpopuler