Makanan di Pesawat, Apakah Kesemuanya Aman dan Halal untuk Muslim?

Tak pencantuman sertifikasi halal dalam makanan pesawat

Republika/Rahayu Subekti
Ilustrasi makanan di pesawat. Tak pencantuman sertifikasi halal dalam makanan pesawat
Rep: Zahrotul Oktaviani Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Saat sedang bepergian jauh menggunakan pesawat, tidak jarang ada pilihan 'makanan Muslim' yang bisa dipilih oleh penumpang. Namun, pernahkan kita bertanya mengapa tidak ada spesifikasi makanan halal yang ditawarkan?

Baca Juga

Maskapai penerbangan sejauh ini biasanya menawarkan tiga jenis 'makanan religius' di pesawat. Mereka adalah makanan Muslim (MOML), makanan Kosher (KSML), dan makanan Hindu (HNML).

Ketika MOML mengacu pada makanan halal, KSML mengacu pada makanan yang sesuai dengan hukum agama Yahudi, serta HNML adalah makanan non-vegetarian yang cocok untuk umat Hindu.

Dilansir di Salaam Gateway, Sabtu (1/7/2023), selama beberapa tahun terakhir ini ada sebuah isu yang menjadi perhatian industri halal. Hal ini juga sempat dijelaskan oleh CEO badan sertifikasi Halal India, Mohamed Jinna.

Dalam surat terbukanya kepada IATA pada 2011 lalu, dia menyebut saat ini banyak penyedia layanan katering makanan maskapai mengklaim dan memberi label makanan sebagai “MOML", tanpa mengikuti proses sertifikasi halal yang benar. Sementara, mereka secara pribadi mengklaim makanan tersebut cocok untuk wisatawan Muslim.

Dia menyebut 'Makanan Muslim' bersifat tidak akurat dan diskriminatif. Label ini menunjukkan bahwa makanan itu hanya untuk umat Islam, ketika apa yang dimaksud makanan halal tidak hanya harus untuk konsumsi Muslim.

Selanjutnya, kode “MOML” yang saat ini ditetapkan oleh International Air Transport Association (IATA) mungkin diasumsikan banyak orang sebagai makanan halal bersertifikat. Padahal, ia tidak serta merta menyiratkan jenis sertifikasi apa pun.

Maskapai Finnair contohnya, menggambarkan makanan Muslim mereka sebagai makanan yang dipilih, disiapkan dan disajikan sesuai dengan hukum dan kebiasaan diet Muslim.

"Tidak mengandung produk sampingan babi, gelatin, alkohol, ekstrak penyedap yang mengandung alkohol, atau daging ikan bukan putih dari spesies tanpa sisik atau sirip," ujar mereka. Meski demikian, banyak Muslim yang mengonsumsi salmon dan udang.

Di sisi lain, operator pelanggan milik Finnair tidak mengkonfirmasi apakah maskapai tersebut memiliki makanan bersertifikat halal. Padahal, sebelumnya mereka menjelaskan bahwa katering yang digunakan berbeda-beda berdasarkan lokasi.

Situs web British Airways juga menyatakan makanan yang disediakan tidak mengandung babi, produk sampingan dari babi atau bahan yang mengandung alkohol.  Semua daging berasal dari hewan yang disembelih secara ritual, tetapi ada kemungkinan tidak tersedia di beberapa penerbangan Eropa.

Meski menyebut daging yang digunakan disembelih sesuai ritual Muslim, masih menjadi pertanyaan apakah proses itu disertifikasi secara resmi oleh lembaga yang kredibel. 

Adapun pertanyaan yang dikirimkan melalui email ke British Airways untuk informasi lebih lanjut, hingga berita ini dibuat masih belum mendapatkan balasan.

Bahkan Garuda Indonesia, yang memenangkan World’s Best Airline for Halal Travelers 2016 dalam World Halal Tourism Awards dengan perolehan 1,9 juta suara dari 116 negara, tidak merinci detail tentang makanannya di situs web mereka.

Meski demikian, Global Contact Center Garuda membalas pertanyaan yang disampaikan. "Kami ingin memastikan makanan kami bersertifikat halal, dan bahwa MOML (Makanan Muslim) hanya tersedia di penerbangan Internasional Garuda Indonesia," ujar mereka.

Dari negara mayoritas Muslim lainnya, Turkish Airlines tidak memiliki kategori khusus untuk makanan Muslim. Dalam situs maskapai mereka menyebut, “Semua makanan yang disajikan di penerbangan Turkish Airlines adalah halal dan disiapkan sesuai dengan persyaratan diet Islami.”

Baca juga: Masuk Islam, Zilla Fatu Putra Umaga Pegulat WWE Ini Beberkan Alasannya yang Mengejutkan

Demikian pula, Emirates Airline mengatakan semua makanan di penerbangan Emirates cocok untuk Muslim dan disiapkan sesuai dengan metode Halal. Makanan mereka tidak mengandung daging babi, alkohol, atau makanan siap saji non-Halal.

Menariknya, Malaysia Airlines menyatakan di situs webnya jika mereka hanya menyajikan makanan halal di dalam pesawat dan disiapkan menurut ritual dan resep Muslim. 

Sementara, keterangan yang lebih spesifik dituliskan untuk makanan Kosher, "Makanan Kosher kami sesuai dengan hukum agama Yahudi, disiapkan dan  dikemas oleh produsen bersertifikasi Kosher."

Mempertimbangkan kondisi ini, perlu menjadi perhatian bagaimana konsumen dapat mengetahui kejelasan perihal makanan Muslim yang mereka konsumsi, serta bagaimana definisi halal satu perusahaan cukup memenuhi syarat untuk disertifikasi secara resmi dan diakui industri sebagai halal? Tampaknya, menjadi hal yang logis bahwa standar untuk makanan Muslim harus diterapkan.

Menurut perkembangannya, industri penerbangan mulai tertarik menawarkan makanan khusus guna menciptakan persepsi nilai yang lebih tinggi kepada pelanggan mereka di tahun 1970-an. Kala itu, British Airways memprakarsai makanan vegetarian untuk penumpang kelas satu.

Seiring berkembangnya spesialisasi menu diet, seperti bebas gluten, tanpa garam, dan lainnya, jumlah menu dan partisipasi dalam preferensi pelanggan ini telah bertambah.

Dalam wawancara telepon, Wakil Presiden Urusan Pemerintah dan Industri untuk Kargo di IATA Michael White mengatakan, pada suatu waktu ada lebih dari 20 menu khusus yang ditawarkan United Airlines yang berbasis di Chicago. Namun saat ini hanya tersedia 10 menu berbeda.

IATA menciptakan standar untuk 265 maskapai penerbangan yang bertanggung jawab atas 83 persen lalu lintas udara. Mereka menerbitkan banyak direktori kode dan menawarkan pelatihan dan laporan ke industri.

Beberapa wisatawan yang menyukai makanan halal bahkan bukan Muslim. Mereka menikmati pengalaman menjelajahi masakan yang berbeda.

"Saya selalu meminta makanan Muslim/halal di sebagian besar maskapai penerbangan. Biasanya menu ini berupa makanan 'etnik' yang luar biasa, dibandingkan dengan makanan biasa," ujar seorang pengguna maskapai.

Saat ini terjadi peningkatan kesadaran akan halal sebagai pilihan makanan khusus yang diinginkan oleh seorang konsumen. Hal ini juga dibuktikan dengan popularitas spektakuler The Halal Guys di Amerika Serikat, yang berkembang dari bisnis truk makanan di Kota New York menjadi restoran batu bata dan mortir nasional yang menyebar dengan gaya Timur Tengah.

Masakan yang menampilkan saus putih spesial ini didambakan banyak orang Amerika. Seringkali restoran memiliki antrean pelanggan, bahkan tidak sedikit yang menunggu di luar pintu untuk makanan halal mereka.

Industri perjalanan udara merupakan pasar yang terus berkembang. IATA mengkonfirmasi terjadi kenaikan permintaan perjalanan udara sebesar 6,3 persen pada 2016 dibandingkan tahun 2015. Peningkatan tersebut melampaui tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata sepuluh tahun sebesar 5,5 persen.

Trisha Ramdihal dari DO & CO, penyedia layanan lengkap katering dan perhotelan dengan 30 dapur gourmet di 11 negara dan di tiga benua, pada 2017 melaporkan ada lebih dari 38 persen pertumbuhan permintaan makanan halal antara 2013/2014 dan periode pelaporan 2016/2017. 

Baca juga: Terpikat Islam Sejak Belia, Mualaf Adrianus: Jawaban Atas Keraguan Saya Selama Ini

Dalam paparannya di agenda IFANCA Conference ini ia juga merinci bahwa IATA mengindikasikan jumlah penumpang internasional di seluruh dunia diperkirakan melewati 7 miliar pada 2030.

Spesialis perjalanan Halal dan Muslim CrescentRating memperkirakan 121 juta Muslim melakukan perjalanan internasional pada 2016. Mereka memproyeksikan jumlahnya akan mencapai 157 juta pada 2020.

Ada kesadaran yang berkembang akan perlunya sertifikasi halal, serta bergerak bersama dengan gerakan di dalam negara-negara Organisasi Kerjasama Islam (OKI) untuk melindungi ekosistem halal dan konsumen halal mereka, yang hanya dapat dilacak dan dipantau dengan baik oleh sertifikasi halal.

 

Perkembangan ini terutama ditujukan untuk memastikan standar halal dipenuhi oleh semua pemangku kepentingan dalam rantai pasokan makanan, yang mencakup pemeriksaan proses produksi dan logistik untuk tidak mencemari produk halal.

Sejalan dengan perkembangan ini dan mengingat bahwa penumpang perjalanan udara Muslim merupakan pasar yang berkembang dan signifikan, ada insentif bagi maskapai penerbangan untuk mengeksplorasi penawaran makanan bersertifikat halal.

Ketika ditanya bagaimana deskriptor kode MOML makanan khusus dapat diubah agar lebih akurat mewakili sertifikasi makanan halal dan kode industri "HLML", IATA's White mengklarifikasi ada proses penyelesaian yang mengharuskan maskapai berunding di Simposium Penumpang Dunia yang dapat memajukan agenda ini.  Pertemuan mereka berikutnya akan diadakan di Barcelona, Spanyol, dari 24 hingga 26 Oktober.

Maskapai adalah kunci untuk mengubah makanan Muslim MOML menjadi makanan halal bersertifikat HLML.

Profesor Bilal Jonathan Wilson, pemimpin pemikiran dalam branding halal, melihat insentif positif bagi maskapai penerbangan untuk menyusun resolusi agar IATA mengubah kode saat ini.

“Istilah 'halal' telah menjadi norma dan dikaitkan dengan konsumsi makanan. Banyak produk yang sekarang membawa label halal, jadi tidak masuk akal untuk tidak mengikutinya hari ini,” ujar dia.

Profesor Wilson juga menyebut label halal ini juga bisa menjadi bentuk pemasaran. Konsumen Muslim dapat meninjau dan menandai mereka di berbagai platform media sosial.

White dari IATA mengatakan masing-masing maskapai penerbangan dapat mengajukan petisi untuk perubahan kode melalui resolusi, tetapi maskapai penerbangan perlu mengetahui preferensi konsumen.

Konsumen dapat memberi tahu maskapai jika mereka menginginkan makanan bersertifikat halal di dalam pesawat, dengan menghubungi sektor pelanggan maskapai secara langsung dan meminta untuk meningkatkan permintaan makanan khusus dengan membuat resolusi IATA mengganti makanan bersertifikat halal (HLML) dari kode MOML yang digunakan saat ini.

 

Baca juga: salaamgateway

 
Berita Terpopuler