Ingin Jadi Pusat Industri Kendaraan Listrik, Perlukah Indonesia Kuasai Vale?

Pemerintah ingin menjadi pemain penting dalam industri kendaraan listrik dunia.

FOTO: Antara/Basri Marzuki
Sebuah dump truck mengangkut material pada pengerukan lapisan atas di pertambangan nikel PT Vale Indonesia di Soroako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan, beberapa waktu lalu.
Rep: Intan Pratiwi Red: Ahmad Fikri Noor

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Divestasi saham PT Vale Indonesia Tbk dinilai perlu dilakukan agar pemerintah menjadi pemilik saham mayoritas perusahaan tambang tersebut. Hal ini sejalan dengan rencana Pemerintah Indonesia yang ingin menjadi pemain penting dalam industri kendaraan listrik di dunia.

Baca Juga

Ekonom Core Indonesia Muhammad Ishak menilai, jika pemerintah melalui Mind ID hanya mempunyai saham 31 persen di Vale, maka upaya pemerintah membangun ekosistem kendaraan listrik yang terintegrasi sulit dilakukan. Menurutnya, pemerintah perlu menjadi pemegang saham pengendali di Vale.

"Peralihan saham Vale ke Mind ID antara 31 persen dan 51 persen jelas konsekuensinya sangat besar. Kenaikan menjadi 31 persen memang akan meningkatkan pengaruh Mind ID dalam pengambilan keputusan strategis, tapi ia belum menjadi pengendali," kata Ishak kepada Republika, Senin (26/6/2023).

Ketika pemerintah mempunyai 51 persen saham, maka pemerintah bisa mengambil kebijakan strategis di perusahaan. Belum lagi soal penetapan dividen dan keuntungan yang bisa berdampak langsung pada APBN. Selain itu, Indonesia juga bisa mengikuti investasi teknologi PT Vale Indonesia Tbk sehingga dapat mendukung pengembangan industri nasional khususnya dalam pengembangan ekosistem baterai kendaraan listrik. 

Ishak menilai, jika pemerintah tidak menguasai Vale, maka pengembangan ekosistem kendaraan listrik akan lebih terbatas. "Misalnya, kerja sama strategis dengan investor manufaktur baterai atau pendirian smelter HPAL oleh Vale tidak dapat diputuskan oleh Mind ID," ucapnya.

 

 
Berita Terpopuler