Buntut Putusan MK, Anas Sindir Denny, SBY, dan Demokrat Cs Golongan 'Perdukunan'?

Anas sebut pihak yang dapat bocoran putusan MK masuk golongan 'peramal'.

Republika
Anas Urbaningrum.
Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak gugatan terhadap sistem pemilihan umum (Pemilu). Dengan demikian, sistem Pemilu 2024 tetap menggunakan proporsional terbuka.

Baca Juga

Dalam konklusinya, MK menegaskan pokok permohonan mengenai sistem Pemilu tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya. Alhasil, gugatan bernomor 114/PUU-XX/2022 itu gagal menjadikan Pemilu sistem proporsional tertutup diberlakukan lagi.

Mantan politikus Partai Demokrat, Anas Urbaningrum menyindir sejumlah pihak yang sebelumnya mengaku dapat bocoran MK terkait proporsional tertutup. Padahal, ia sudah mengingatkan agar tunggu dulu putusan MK. 

"Inilah urgensi mengapa dulu saya bilang: tunggu sampai MK membacakan putusannya. Faktanya: dalam hal permohonan terkait sistem pemilu, terbukti MK memegang 'disiplin wilayah' dan 'tertib berpikir'. Tidak seperti yang dipergunjingkan oleh aliran bocor2 dan golongan peramal atau perdukunan," ujar Anas lewat kicauan di Twitter kemarin. 

Anas tidak menyebutkan secara detail siapa yang dimaksud dalam kelompok itu. Namun, seperti diketahui pada Ahad (28/5/2023), Denny Indrayana yang juga caleg Demokrat mengaku mendapat informasi penting terkait putusan MK dari "orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya". Namun, orang itu bukan hakim konstitusi. 

"Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja," ujar pakar hukum tata negara itu lewat keterangan tertulisnya. 

Denny menuturkan, putusan MK menerapkan sistem proporsional tertutup itu disetujui oleh enam hakim konstitusi dan ditolak oleh tiga hakim konstitusi. Menurut Denny, penerapan kembali sistem proporsional tertutup berarti Indonesia kembali pada sistem pemilu zaman Orde Baru yang koruptif. 

"Mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan di gedung MK pada Kamis (14/6/2023).

Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ikut merespons info Denny itu. Menurutnya, jika informasi yang disampaikan Denny Indrayana benar, maka putusan Mahkamah Konstitusi (MK) ini akan menjadi isu besar dalam dunia politik Indonesia. 

 

SBY mempertanyakan kepada MK terkait kegentingan atau kedaruratan dalam penetapan sistem proporsional tertutup ini. “Pertanyaan pertama kepada MK, apakah ada kegentingan & kedaruratan sehingga sistem pemilu diganti ketika proses pemilu sudah dimulai? Ingat, DCS (Daftar Caleg Sementara) baru saja diserahkan kepada KPU,” kata SBY, Ahad (28/5/2023).

SBY menilai pergantian sistem pemilu di tengah jalan justru bisa menyebabkan kekacauan. “Pergantian sistem pemilu di tengah jalan bisa menimbulkan chaos,” ujarnya.

Selain itu, SBY juga memertanyakan apakah sistem pemilu terbuka bertentangan dengan konstitusi. Menurut SBY, berdasarkan konstitusi, domain, dan wewenang MK adalah menilai apakah sebuah UU bertentangan dengan konstitusi, bukan menetapkan UU mana yang paling tepat.

Anas setuju terbuka

Menurut Anas Urbaningrum, semua sistem pemilu “halal”, tapi proporsional terbuka lebih demokratis. Sementara yang tertutup lebih oligarkis. "Putusan MK hari ini setidaknya membiarkan yang lebih demokratis itu tetap berlaku," katanya.

 

 
Berita Terpopuler