Warga Sukabumi Diminta Waspada Modus TPPO

Salah satu modus TPPO itu disebut tawaran bekerja di luar negeri.

Republika/Prayogi
(ILUSTRASI) Aksi yang menyoroti tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Rep: Riga Nurul Iman Red: Irfan Fitrat

REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI — Warga Kota Sukabumi, Jawa Barat, diminta waspada akan tawaran bekerja dengan iming-iming gaji besar. Terlebih tawaran untuk bekerja di luar negeri. Pasalnya, hal itu bisa menjadi modus para pelaku tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

Pada 2023 ini, Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Sukabumi mencatat ada sejumlah kasus dugaan TPPO, di mana modusnya berupa tawaran bekerja di luar negeri dengan iming-iming gaji besar. “Sepanjang 2023 kami mencatat ada empat orang warga diduga jadi korban perdagangan orang,” kata Kepala Disnaker Kota Sukabumi Abdul Rachman.

Menurut Abdul, dua orang yang diduga korban TPPO bisa dipulangkan karena terkena razia tim satuan tugas (satgas) pemerintah di bandara. Satu orang lainnya disebut sudah dipulangkan dari Myanmar.

Sementara satu orang lagi diduga menjadi korban TPPO di Kamboja dan akan dipulangkan. “Kasus perdagangan orang pada akhir-akhir ini ada orang Sukabumi jadi korban dan masih ada yang di sana menunggu dipulangkan, yang di Kamboja,” kata Abdul.

Abdul mengatakan, rata-rata korban dugaan TPPO itu mendapat iming-iming gaji besar. Padahal, kata dia, ada yang di awal diminta menyetorkan uang untuk mengurus dokumen yang bukan untuk bekerja di luar negeri, seperti paspor wisata atau kunjungan.

Berkaca pada kasus yang ada, Abdul mengingatkan warga Sukabumi waspada dan lebih berhati-hati ketika mendapat tawaran bekerja di luar negeri. Warga bisa mengecek terlebih dahulu apakah perusahaan yang menawarkan pekerjaan atau akan memberangkatkan ke luar negeri itu legal atau tidak.

Warga pun bisa berkonsultasi terlebih dahulu dengan Disnaker. “Kalau legal atau sudah terdaftar akan aman karena perusahaan akan bertanggung jawab,” kata Abdul.

Abdul juga mengingatkan agar warga yang hendak bekerja di luar negeri mengikuti prosedur sesuai ketentuan. Jika berangkat secara ilegal, juga dilakukan oleh perusahaan yang tidak terdaftar, kata Abdul, pekerja migran tersebut akan sulit dilacak oleh pemerintah.

Abdul mengatakan, Disnaker Kota Sukabumi akan berupaya mengingatkan warga agar lebih waspada akan potensi TPPO. “Insyaallah, Juli 2023, bekerja sama dengan Disnaker Provinsi (Jabar), sosialisasi kepada warga untuk mengimbau dan menginformasikan. Jangan ada lagi korban TPPO,” kata Abdul.

Kasus lain

Kasus dugaan TPPO dengan modus tawaran bekerja diungkap oleh jajaran Polres Sukabumi Kota. Di mana korbannya dilaporkan ada delapan orang, yang salah satunya masih di bawah umur.

 

 

Polisi sudah menangkap tersangka kasus dugaan TPPO itu. “Kami mengamankan enam orang tersangka dalam kasus TPPO,” kata Kepala Polres (Kapolres) Sukabumi Kota AKBP Ari Setyawan Wibowo di Markas Polres Sukabumi Kota, Jumat (9/6/2023).

Tersangkanya berinisial BS alias AA (31 tahun) dan FF (21), warga Bogor; IDS (26), warga Kota Sukabumi; RI (60), warga Sukaraja, Kabupaten Sukabumi; serta AB (28) dan FB alias S (38), warga asal Batam. “Pelaku menawari korban kerja di kafe yang berlokasi di Bekasi,” kata Kapolres.

Namun, menurut Kapolres, ternyata korban yang tertarik bekerja di kafe itu malah dipekerjakan di tempat pijat “plus-plus”, serta ada yang ditawarkan menjadi pekerja seks komersial melalui aplikasi daring.

Kapolres mengatakan, ada delapan orang yang menjadi korban. Sebagian besarnya berusia 17 tahun-19 tahun. Sementara satu orang berusia 13 tahun. Menurut dia, para tersangka menyasar perempuan yang masih usia pelajar atau mahasiswa sebagai calon korbannya.

Berdasarkan hasil pemeriksaan, Kapolres mengatakan, ada korban yang dipaksa bekerja di tempat pijat plus-plus dengan tarif Rp 500 ribu sekali pijat. Upah jasa pijat itu disebut tidak diserahkan kepada korban.

Menurut Kapolres, ada juga korban yang ditawarkan sebagai pekerja seks komersial dengan tarif Rp 250 ribu-600 ribu.

 
Berita Terpopuler