KPU Turki: Erdogan Terpilih Kembali Sebagai Presiden Turki di Pilpres Putaran Kedua

Erdogan memenangkan pemilihan dengan 52,14 persen.

EPA-EFE/ERDEM SAHIN
Pendukung Recep Tayyip Erdogan di Istanbul, Turki, 26 May 2023. KPU telah memastikan calon kandidat presiden dari petahana Recep Tayyip Erdogan akan terpilih kembali sebagai presiden Turki.
Rep: Amri Amrullah Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Ketua Lembaga resmi penyelenggara pemilihan umum di Turki atau Ketua Dewan Pemilihan Tertinggi (YSK) Negara Ahmet Yener pada Ahad (28/5/2023), telah memastikan calon kandidat presiden dari petahana Recep Tayyip Erdogan akan terpilih kembali sebagai presiden Turki. Hal itu disampaikan Ahmet Yener melihat hasil sementara pemilu presiden putaran kedua yang diselenggarakan Ahad itu juga.

Baca Juga

Yener mengatakan itu kepada para wartawan di ibu kota Ankara, usai penutupan tempat pemungutan suara dan perhitungan sementara hasil suara dilakukan, bahwa Erdogan memenangkan kursi kepresidenan Turki dari penantang oposisi Kemal Kilicdaroglu dalam pemilihan putaran kedua.

Menurut hasil tidak resmi, petahana Turki memenangkan pemilihan dengan 52,14 persen, sementara Kilicdaroglu mendapatkan 47,86 persen suara. Ia menambahkan bahwa setidaknya 99,43 persen kotak suara telah dibuka dan dihitung sejauh ini.

Dalam sebuah pidato di Istanbul pada Ahad malam, Presiden Erdogan mengatakan bahwa 85 juta warga negara Turki adalah pemenang dalam pemilihan nasional yang berakhir hari ini.

Lebih dari 64,1 juta orang warga Turki terdaftar untuk memberikan suara. Jumlah itu termasuk lebih dari 1,92 juta orang warga Turki yang sebelumnya memberikan suara mereka di tempat pemungutan suara di luar negeri.

Baca Juga: Pilih Lindungi Keluarga, Erdogan: Kami tak Biarkan Kekuatan LGBT Menang

Hampir 192.000 kotak suara disiapkan untuk para pemilih di seluruh Turki. Pada pemilu putaran pertama pada tanggal 14 Mei 2023 lalu, tidak ada kandidat yang memenangkan 50 persen suara pada putaran pertama, sehingga memicu pemilihan putaran kedua pada Ahad kemarin.

Meskipun akhirnya Erdogan memimpin dengan 49,52 persen suara. Ini menjadikan, Aliansi Rakyat Erdogan yang pada pemilu putaran pertama menang dengan suara terbanyak,walaupun dibawah 50 persen dipastikan telah memenangkan suara mayoritas di parlemen Turki.

Pengamat Politik Turki Khawatir dengan Kemenangan Erdogan...

 

Erdogan memenangkan putaran pertama dengan 49,5 persen atau 27 juta suara, sekitar 2,5 juta suara lebih banyak dari lawannya. Koalisi berkuasa yang dipimpin partai Erdoga, AK juga menguasai parlemen.

Usai putaran pertama Kılıçdaroğlu yang mendapatkan 45 persen suara beralih ke sayap nasionalis termasuk membuat kesepakatan dengan politisi sayap kanan Ketua Partai Kemenangan  Ümit Özdağ. Ketua oposisi itu berjanji mendeportasi jutaan pengungsi Suriah dan Afghanistan dari Turki.

Namun Kılıçdaroğlu gagal mendapat dukungan dari kandidat utama sayap nasionalis, Sinan Ogan yang berada di peringkat ketiga di putaran pertama. Ogan memilih mendukung Erdogan.

Meski Kılıçdaroğlu mendekati sayap nasionalis tapi politisi Kurdi yang dipenjara Selahattin Demirtaş mengajak pemilihan mendukung Kılıçdaroğlu di putaran kedua.

"Bila tidak ada perubahan di kotak suara, maka akan menjadi bencana pada ekonomi dan demokrasi, tidak ada lagi putaran ketiga dalam masalah ini, mari jadikan Pak Kılıçdaroğlu sebagai presiden, biarkan Turki bernapas," cicit Demirtaş.

Sejumlah pengamat mengatakan hasil putaran pertama mencerminkan kuatnya Erdogan dalam menarik suara populis dan Islam terutama di pendesaan Turki yang masih sangat loyal pada Partai AK. Berbeda dari kota-kota besar yang sudah berpaling dari Erdogan yang lama berkuasa.

Baca Juga: Erdogan Deklarasikan Kemenangan Sebagai Presiden Terpilih Turki

Kritikus khawatir bila Erdogan kembali berkuasa hubungan Turki dan Barat akan semakin melemah. Begitu juga dengan pers, lembaga yudisial, dan institusi-institusi lain.

Çağaptay mengatakan Erdogan dibantu "pada penguasaan penuhnya terhadap arus informasi" di Turki. Sebagian besar media dikuasai kelompok bisnis yang dengan dengan presiden dan 80 persen orang Turki hanya membaca berita bahasa mereka sendiri.

"Ia dapat 'mengkurasi' realitas bagi mereka, ia dapat membingkai sejumlah oposisi 'didukung' teroris, dan saya pikir bagian itulah pemilihan mengalami kebuntuan, mereka tidak pernah mendapat poin siapa yang lebih baik menjalankan pemerintahan di Turki," kata Çağaptay.

 

 
Berita Terpopuler