Politisi Israel Ragukan Keputusan Netanyahu Tunda Legislasi Reformasi Yudisial

Keputusan Netanyahu menunda proses RUU reformasi peradilan diragukan

EPA-EFE/GIL COHEN-MAGEN
Kalangan politisi Israel, terutama dari kubu oposisi, mengaku skeptis atas keputusan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menunda proses legislasi yang dimaksudkan merombak sistem yudisial di negara tersebut.
Rep: Kamran Dikarma Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Kalangan politisi Israel, terutama dari kubu oposisi, mengaku skeptis atas keputusan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menunda proses legislasi yang dimaksudkan merombak sistem yudisial di negara tersebut. Opsi penundaan diambil Netanyahu guna menghindarkan Israel dari perang saudara setelah gelombang penolakan tak kunjung reda selama tiga bulan terakhir.

Pemimpin oposisi yang juga mantan perdana menteri Israel Yair Lapid mengaku meragukan kemurnian keputusan Netanyahu menunda proses RUU reformasi peradilan. Kendati demikian, Lapid tetap terbuka untuk berdialog.

“Kami memiliki pengalaman buruk (dengan Netanyahu) di masa lalu. Pertama-tama, kami akan memastikan bahwa tidak ada trik atau gertakan di sini. Kami mendengar dengan prihatin kemarin laporan bahwa Netanyahu mengatakan kepada orang-orang yang dekat dengannya bahwa dia tidak benar-benar berhenti, hanya berusaha menenangkan situasi,” ucap Lapid, Senin (27/3/2023), dikutip Times of Israel.

Lapid menambahkan, jika Netanyahu memang dengan tulus dan total menghentikan proses memajukan RUU reformasi yudisial, dia siap berdialog di kediaman presiden. “Kita perlu duduk bersama dan menulis konstitusi Israel berdasarkan nilai-nilai Deklarasi Kemerdekaan. Kita perlu membiarkan presiden menentukan mekanisme dialog dan mempercayai dia untuk menjadi mediator yang adil,” katanya.

Dia memperingatkan Netanyahu tidak bermain trik atau siasat dalam proses ini. “Jika dia mencoba sesuatu, dia akan menemukan ratusan ribu orang Israel patriotik yang berkomitmen untuk memperjuangkan demokrasi kita berdiri di hadapannya, berkomitmen untuk menjadi benteng yang melindungi negara dan demokrasinya. Di sisi lain, jika pemerintah terlibat dalam dialog yang nyata dan adil, kita dapat keluar dari momen krisis ini, lebih kuat dan lebih bersatu,” ucap Lapid.

Presiden Israel Isaac Herzog menyambut keputusan Netanyahu menunda proses legislasi reformasi sistem yudisial yang telah memicu pergolakan selama beberapa bulan terakhir. “Ini adalah waktu untuk diskusi yang jujur, serius, dan bertanggung jawab, yang akan segera menenangkan jiwa dan meredam api,” kata Herzog setelah Netanyahu mengumumkan keputusannya.

Sementara itu pemimpin Partai Buruh Merav Michaeli dan pemimpin Partai Yisrael Beytenu Avigdor Liberman tetap skeptis atas keputusan Netanyahu menunda proses legislasi perombakan sistem yudisial. Mereka menilai, motif di balik keputusan itu hanya untuk menenangkan situasi.

“Kami telah mengatakan selama ini, kami hanya akan menerima penghapusan penuh RUU kudeta yang berbahaya. Netanyahu tidak menyingkirkan mereka (RUU), dia mengulur waktu dengan mengorbankan demokrasi kita,” kata Michaeli.

Sementara Ketua Partai Persatuan Nasional Benny Gantz menyambut keputusan Netanyahu menunda proses legislasi reformasi sistem yudisial. Gantz pun siap melakukan dialog dan diskusi di kediaman presiden. Dia mengecam para politisi “sinis” yang mencoba menghasut kekerasan di tengah pergolakan yang tengah berlangsung di Israel.

“Tidak untuk perang saudara, tidak untuk perpecahan, dan ya untuk kesepakatan serta dialog,” ujar Gantz.

Netanyahu akhirnya mengumumkan jeda dalam upaya legislasi yang dimaksudkan merombak sistem peradilan di negaranya. Langkah itu diambil setelah gelombang penolakan dan demonstrasi atas inisiatif tersebut kian masif.

“Dari rasa tanggung jawab nasional, dari keinginan untuk mencegah perpecahan di antara rakyat kita, saya telah memutuskan untuk menghentikan pembacaan kedua dan ketiga dari rancangan undang-undang (RUU) tersebut,” kata Netanyahu dalam pidatonya pada Senin malam lalu.


Baca Juga

Netanyahu mengaku ingin menghindarkan Israel dari perang saudara akibat pergolakan yang timbul dari upaya mereformasi sistem yudisial. “Ketika ada kesempatan untuk menghentikan perang saudara melalui dialog, saya sebagai perdana menteri meluangkan waktu untuk berdialog. Saya memberikan kesempatan nyata untuk dialog nyata,” ucapnya.

Kendati demikian, Netanyahu tetap bertekad mendorong pengesahan RUU reformasi sistem yudisial. “Kami mendukung kebutuhan untuk melakukan perubahan yang diperlukan pada sistem hukum dan kami akan memberikan kesempatan untuk mencapainya melalui konsensus yang luas,” ujarnya.

“Bagaimanapun, kami akan melewati reformasi yang akan memulihkan keseimbangan yang telah hilang antara cabang-cabang pemerintahan sambil mempertahankan – dan, saya tambahkan penguatan hak-hak individu,” kata Netanyahu menambahkan.

Dia kemudian memuji para pendukung pemerintahannya yang datang ke Yerusalem pada Senin malam untuk menyatakan persetujuan atas agenda perombakan yudisial. Netanyahu mengaku bangga pada mereka. “Jalan kita adil. Sebagian besar bangsa memahami perlunya reformasi terhadap sistem hukum. Kami tidak akan membiarkan pilihan bebas dari rakyat dicuri, kami tidak akan mundur dari jalan yang telah kami pilih, tetapi kami akan berusaha untuk mencapai konsensus yang luas,” ucap Netanyahu.

 
Berita Terpopuler