Batalkah Puasa Jika Disuntik dan Diinfus Saat Siang Hari?

Disuntik dan diinfus ketika sedang berpuasa kerap menjadi pertanyaan umat Islam.

ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Vaksinator menyuntikkan vaksin Covid-19. Batalkah Puasa Jika Disuntik dan Diinfus Saat Siang Hari?
Rep: Imas Damayanti Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Disuntik dan diinfus ketika sedang berpuasa kerap menjadi pertanyaan umat Islam. Bagaimana sebetulnya penjelasan syariat terkait ini?

Baca Juga

Infus adalah memberikan cairan berisi vitamin dan mineral melalui botol ke pembuluh darah (intravena). Infus menyediakan akses langsung kepada pasien bila obat perlu diberikan segera.

Karena penyerapan langsung, obat-obatan yang diberikan melalui intravena biasanya lebih kuat daripada yang diambil dalam bentuk pil. Adapun suntik adalah memasukkan cairan obat ke dalam badan dengan jarum.

Secara umum keduanya memiliki perbedaan yang berkaitan dengan zat yang dimasukkan ke dalam tubuh. Hal ini menimbulkan efek yang berbeda.

Annisa Nurul Hasanah dalam buku Panduan Ibadah Ramadhan menjelaskan mengenai konsekuensi suntik dan infus jika sedang berpuasa dalam perspektif fikih. Dia mengutip dari Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab yang merupakan sebuah kitab yang cukup representatif bagi mazhab Syafii.

Dijelaskan bahwa seandainya terdapat obat yang masuk ke dalam pangkal paha, baik menggunakan pisau atau yang lainnya (suntik) kemudian sari obat tersebut masuk ke dalam tubuh, maka hal ini tidak membatalkan puasa. Alasannya adalah karena pangkal paha bukanlah bagian jauf atau saluran yang mengarah ke dalam perut.

Sedangkan ulama Yusuf Al Qardhawi juga pernah memberikan fatwanya terkait hal ini. Menurut beliau, keduanya (baik suntik maupun infus) secara fikih tidak membatalkan puasa karena tidak melalui jalur ma’idah (perut besar/rongga perut). Namun demikian, efek yang ditimbulkan khususnya infus yang membuat tubuh kembali segar mengakibatkan infus perlu dihindari pada saat menjalankan puasa.

 

 

Ia menjelaskan ada beberapa ulama kontemporer yang menyebutkan bahwa keduanya membatalkan puasa. Asumsinya adalah meskipun keduanya tidak melalui jalur rongga perut, akan tetapi zat tersebut langsung diarahkan ke darah yang fungsinya adalah mengalirkan nutrisi atau sari-sari makanan ke seluruh bagian tubuh.

Ulama kontemporer lain yang membolehkannya beralasan, meski zatnya langsung masuk ke darah, tetap saja ia tidak melalui rongga perut. Sebab tanpa melalui rongga perut seseorang tidak akan merasakan kenyang, lega (setelah haus).

Padahal yang dituntut dari mengerjakan puasa adalah menahan syahwat perut dan birahi. Syekh Muhammad Shalih al-Munjid di dalam Fatawa Al-Islam menyebutkan bahwa jika suntikan itu berfungsi seperti makanan atau minuman, maka hal itu membatalkan puasa. Sebab ketika itu dilakukan berarti ia telah mengonsumsi makanan dan minuman.

Pendapat ini sama dengan yang pernah dinukil di dalam Sirrul Yaqut An-Nafis bahwa setiap infus atau yang masuk ke dalam tubuh dan berfungsi sebagai makanan atau minuman, maka hal ini membatalkan puasa. Infus maupun suntik biasanya digunakan untuk membantu orang yang sedang sakit.

Oleh sebab itu, sudah selayaknya seseorang mengerjakan puasa di lain kesempatan jika memang penyakitnya membuatnya tidak mampu mengerjakan puasa. Sebab Allah SWT senang dengan orang yang mengambil rukhsah yang diberikannya.

Hal ini sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Hamzah bin ‘Amr berikut, "Ya Rasulallah, ajidu biquwwatan alasshiyaami fissafari fahal ala junaahun. Faqola Rasulallah, 'Hiya rukhsotun minallah faman akhodza biha fahasanun wa man ahabba an yashuma fala junaha alaihi,".

Yang artinya, "Wahai Rasulullah saya kuat untuk menjalankan ibadah puasa di perjalanan, apakah saya berdosa jika berpuasa? Rasulullah menjawab, 'Itu adalah rukhshoh (keringanan) yang diberikan oleh Allah, barang siapa yang mengambil rukhsah tersebut maka hal itu yang terbaik baginya, namun jika ia lebih suka untuk berpuasa, maka tidak mengapa baginya,". (HR Muslim).

 
Berita Terpopuler