Pertimbangan Hakim Memvonis Bebas Dua Polisi Terdakwa Tragedi Kanjuruhan

Dari tiga polisi terdakwa Kanjuruhan, dua bebas, satu dihukum 1,5 tahun penjara.

Dadang Kurnia
Suasana sidang vonis terdakwa mantan Danki I Brimob Polda Jatim AKP Hasdarmawan dalam perkara kerusuhan di Stadion Kanjuruhan Malang, di PN Surabaya, Jatim. Hasdarmawan divonis 1,5 tahun penjara, sementara dua terdakwa polisi lainnya yakni Kompol Wahyu Setyo Pranoto dan AKP Bambang Sidik Achmadi divonis bebas.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dadang Kurnia

Baca Juga

Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada Kamis (16/3/2023) membacakan vonis terhadap tiga polisi terdakwa tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 yang menewaskan ratusan jiwa. Dua dari tiga terdakwa, yakni Kompol Wahyu Setyo Pranoto dan AKP Bambang Sidik Achmadi divonis bebas, sementara AKP Hasdarmawan dihukum 1,5 tahun penjara. 

Untuk vonis bebas terhadap Bambang Sidik Achmadi, ketua majelis hakim, Abu Achmad Sidqi Amsya, membacakan beberapa pertimbangannya. Di antaranya karena yang bersangkutan memerintahkan anak buahnya menembakkan gas air mata ke tengah lapangan, tetapi di dekat gawang sebelah utara.

Artinya, kata majelis hakim, yang bersangkutan tidak memerintahkan jajarannya menembakkan gas air mata ke arah tribun. Ketika gas air mata ditembakkan ke area gawang sebelah utara, asapnya pun mengarah ke sisi lapangan sebelah selatan dan tidak menuju area tribun penonton.

"Penembakan yang diperintahkan terdakwa pada saksi-saksi tersebut mengarah ke tengah lapangan dekat gawang sebelah utara dan asap dari gas terdorong angin ke arah selatan hingga ke tengah lapangan," kata hakim Abu Achmad Sidqi dalam sidang yang digelar Kamis (16/3/2023).

Abu Achmad Sidqi menjelaskan, kepanikan yang terjadi di tribun selatan, khususnya di tribun 13, adalah disebabkan penembakan yang dilakukan terdakwa AKP Hasdarmawan, yang saat itu menjabat danki I Brimob Polda Jatim. Dalam perkara tersebut, Hasdarmawan dijatuhi hukuman satu tahun enam bulan penjara.

"Akibat penembakan dari saksi Hasdarmawan, suporter panik, terinjak-injak, dan terjepit," ujar Abu Achmad Sidqi.

Berdasarkan pertimbangan hukum tersebut, Abu Achmad Sidqi melanjutkan, tidak ada kausalitas antara penembakan gas air mata oleh Bambang Sidik Achmadi dengan timbulnya korban. Karena unsur kealpaannya tidak terpenuhi, Abu Achmad Sidqi melanjutkan, sehingga unsur selebihnya tidak perlu dipertimbangkan.

Hakim Abu Achmad Sidqi pun memerintahkan agar Bambang Sidik Achmadi segera dibebaskan dari tahanan setelah putusan dibacakan. Majelis hakim juga meminta hak terdakwa segera dipulihkan setelah putusan dibacakan.

"Memerintahkan agar terdakwa dibebaskan, dikeluarkan dari tahanan segera setelah putusan. Memerintahkan untuk memulihkan hak terdakwa," ujar hakim Abu Achmad Sidqi.

Vonis yang dijatuhkan terhadap Bambang Sidik Achmadi jauh lebih ringan dibanding tuntutan jaksa. Di mana jaksa menuntut yang bersangkutan dengan hukuman tiga tahun penjara. Pihak terdakwa menyatakan menerima putusan tersebut, sementara jaksa menyatakan pikir-pikir terkait langkah hukum selanjutnya.

"Pikir-pikir Yang Mulia," kata jaksa.

Untuk vonis bebas terhadap eks kabag Ops Polres Malang, Kompol Wahyu Setyo Pranoto, hakim Abu Achmad Sidqi Amsya pun membacakan beberapa pertimbangan. Hakim Abu Achmad Sidqi menjelaskan, terdakwa Wahyu telah membuat rencana pengamanan laga Arema FC dan Persebaya Surabaya dan membuat surat perintah pengamanan sebagaimana perintah kapolres Malang saat itu, AKBP Ferli Hidayat, dan membuat surat permohonan bantuan pengamanan ke Polda Jatim. Terdakwa Wahyu, kata hakim, memiliki tugas untuk mengoperasikan, mengendalikan, dan pengamanan instansi, masyarakat, atau pemerintah.

Terdakwa wahyu, kata Abu Achmad Sidqi, tidak pernah memerintahkan mantan danki I Brimob Polda Jatim AKP Hasdarmawan maupun mantan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi untuk menembakkan gas air mata ke arah tribun penonton.

"Menimbang bahwa terdakwa tidak pernah memerintahkan Hasdarmawan dan Bambang menembakkan gas air mata ke arah tribun," kata Abu Achmad Sidqi Amsya dalam sidang yang digelar di PN Surabaya, Kamis (16/3/2023).

Abu Achmad Sidqi mengatakan, dari seluruh pertimbangan hukum tersebult, majelis berkesimpulan tidak ada hubungan kausalitas antara perbuatan Wahyu Setyo dengan timbulnya korban karena saksi Hasdarmawan dan pasukannya. Karena penembakan gas air mata yang dilakukan Hasdarmawan ke arah tribun bukan atas perintah Wahyu Setyo.

"Dalam sidang terungkap terdakwa tidak pernah memerintah maupun melarang Hasdarmawan untuk menembakkan gas air mata. Majelis berpendapat bahwa unsur kealpaannya tidak terbukti atau tidak terpenuhi oleh terdakawa," ujar hakim Abu Achmad Sidqi.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, hakim Abu Achmad Sidqi menyatakan terdakwa Wahyu Setyo Pranoto tidak terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan kesatu, kedua, dan ketiga dari jaksa penuntut umum. Majelis hakim pun meminta agar terdakwa segera dibebaskan setelah dibacakannya putusan tersebut.

"Memerintahkan agar terdakwa dibebaskan atau dikeluarkan dari tahanan segera setelah putusan ini serta memulihkan hak serta harkat dan martabatnya terdakwa," kata hakim Abu Achmad Sidqi.

 

Karikatur opini Tragedi Kanjuruhan - (republika/daan yahya)

Sekjen Federasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Andy Irfan menduga ada 'permianan' yang dilakukan majelis hakim sampai menjatuhkan vonis bebas terhadap polisi terdakwa tragedi Kanjuruhan. Padahal, kata dia, unsur-unsur kesengajaan dari polisi yang menembakkan gas air mata dan menimbulkan banyak korban dalam tragedi tersebut sudah terpenuhi.

"Tapi sayang sekali kayaknya hakim membuat pertimbangan yang di luar nalar kita. Secara hukum, secara keadilan, maupun secara kemanusiaan," kata Andy Irfan, Kamis (16/3/2023).

Andy Irfan mengatakan, putusan tersebut menggambarkan hakim yang menyidangkan perkara tersebut hanya menjadi 'alat cuci piring' bagi kepolisian. Vonis tersebut juga disebutnya menjadi preseden buruk bagi sistem peradilan, dan menimbulkan keraguan bagi masyarakat yang ingin mencari keadilan.

"Putusan ini menggambarkan, hakim hanya sebagai 'alat pencuci piring' bagi polusi. Ini adalah tragedi bagi sistem peradilan kita. Ini juga tragedi bagi siapapun orang yang ingin menuntut keadilan," ujarnya.

Putusan tersebut, lanjut Andy Irfan, megaskan dugaan awal bahwa persidangan yang digelar dalam perkara tersebut hanya sandiwara. "Itu semakin mengkonfirmasi dugaan kami dari awal bahwa ini sidang sandiwara. Peradilan ini peradilan sesat," kata Andy Irfan.

Andy Irfan menyatakan, pihaknya akan mendesak jaksa untuk mengajukan banding atas putusan tersebut. Ia juga berencana membuat laporan kepada Komisi Yudisial agar memeriksa perilaku hakim dalam menjalankan hukum acara dan pertimbangan-pertimbangan dalam putusan.

"Kita juga akan mendesak polisi untuk menetapkan tersangka baru berdasarkan temuan-temuan yang kita dapatkan dalam proses persidangan dari awal sampai akhir. Kami juga akan membuat laporan utuh kepada Komnas HAM terkait dugaan kejahatan HAM berangkat dari fakta-fakta yang terungkap di persidangan," ujarnya.

Jaksa banding

Pada Selasa (14/3/2023), Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Tinggi Jawa Timur resmi menyatakan banding terhadap vonis dua terdakwa Tragedi Kanjuruhan. Dua terdakwa yang dimaksud adalah Ketua Panpel Arema FC Abdul Haris yang divonis 1 tahun 6 bulan, dan Security Officer Suko Sutrisno yang dijatuhi hukuman 1 tahun penjara.

"Kemarin kami sudah nyatakan banding," kata jaksa Rahmat Hary Basuki dikonfirmasi Rabu (15/3/2023).

Hary belum mau mengungkap apa pertimbangan dan alasan JPU mengajukan banding tersebut. Ia malah meminta publik menunggu dan memantau melalui laman SIPP PN Surabaya. Saat ini, kata Hary, Tim JPU masih bekerja untuk menyusun memori banding atas putusan majelis hakim terhadap terdakwa Haris dan Suko.

"Nanti bisa dilihat di SIPP PN," ujarnya.

Kedua terdakwa melalui kuasa hukumnya, Sumardhan menyatakan tidak akan mengajukan banding atas vonis tersebut. Sumardhan mengaku, kliennya tak mengajukan banding sebagai bentuk pertanggungjawaban moral atas meninggalnya 135 korban dalam tragedi Kanjuruhan. Sumardhan nuga menyampaikan permohonan maaf dari kedua kliennya terhadap pendukung Arema FC, yakni Aremania atas peristiwa tersebut.

"Alasannya, ini sebagai bentuk pertanggungjawaban morel kepada korban, Pak Haris dan Pak Suko juga minta maaf ke semua dulur Arema," ujarnya.

Perkara AHL

Ada satu tersangka dari perkara Tragedi Kanjuruhan yang hingga kini belum disidangkan, yakni mantan Dirut PT Liga Indonesia Baru (LIB), Akhmad Hadian Lukita (AHL). Kasubdit I Kamneg Ditreskrimum Polda Jatim, AKBP Achmad Taufiqurrahman pada Senin (13/3/2023) mengaku, penyidik masih berupaya melengkapai berkas perkara AHL.

Taufiq menjelaskan, setelah penyidik meminta keterangan ahli tambahan beberapa waktu lalu, belum ada lagi rencana pemeriksaan saksi tambahan. Penyidik hanya berencana melakukan pemeriksaan tambahan terhadap Hadian.

"Tambahan saksi tidak ada, hanya rencana periksa tambahan Dirut LIB," kata Taufiq saat dikonfirmasi wartawan.

Taufiq menyatakan, meskipun pemeriksaan tambahan terhadap Hadian telah dilaksanakan, belum tentu penyidik langsung mengirimkan berkas perkaranya ke Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Pihaknya masih melakukan pembahasan terkait waktu pengiriman berkas perkara Hadian ke kejaksaan.

"Belum tahu (langsung dikirimkan ke kejaksaan atau tidak) masih dibahas lagi," ujarnya singkat.

 

 

Enam Tersangka Tragedi Kanjuruhan - (infografis republika)

 
Berita Terpopuler