Menanti 'Taji' KY Selidiki Putusan Penundaan Pemilu oleh PN Jakpus

KY memiliki kewenangan melakukan pendalaman putusan lewat pemeriksaan majelis hakim.

Amtara/Nyoman Hendra Wibowo
Ketua KPU RI Hasyim Asy
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizky Suryarandika

Baca Juga

 

Putusan kontroversial baru-baru ini lahir dari Jalan Bungur Besar Raya Nomor 24, Kecamatan Kemayoran, DKI Jakarta. Alamat yang menjadi lokasi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) itu memutuskan penundaan Pemilu 2024 hingga membuat gaduh seantero negeri.

Atas putusan yang dinilai sebagian kalangan 'aneh bin ajaib itu', Komisi Yudisial (KY) dipandang punya kewenangan yang memadai untuk menelusuri dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) dari Majelis Hakim yang menyidangkan perkara tersebut. KY bisa menelusuri alasan mengapa tiga hakim PN Jakpus bisa mengeluarkan putusan semacam itu.

Hal tersebut disampaikan oleh Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) M Nur Ramadhan dalam diskusi daring pada Ahad (5/3/2023). Ramadhan meminta KY menyerap kekhawatiran masyarakat atas putusan penundaan Pemilu.

"Putusan ini jadi pertanyaan besar dan jadi atensi publik terkait hakim di PN Jakpus, berangkat dari situ KY bisa pemeriksaan atau pendalaman melihat apa yang terjadi dalam pengambilan putusan tersebut dan kemudian terkait apa yang dilakukan PN Jakpus patut diduga ada sesuatu di balik itu," kata Ramadhan dalam diskusi itu.

Ramadhan mengakui, KY memang tak bisa menilai putusan hakim karena itu menjadi bagian dari kewenangan hakim. Hanya saja, KY bisa menelaah bagaimana tiga hakim bisa sampai pada putusan itu. Ia menduga ada kepentingan tertentu di balik putusan ini.

"Memang perlu dipertanyakan dan diperdalam apakah memang benar PN Jakpus memutus sesuai apa yang mereka yakini atau di balik ini ada sesuatu yang terjadi, nah peran KY ada disana," ujar Ramadhan.

Ramadhan mengajak masyarakat menunggu respons tegas KY atas putusan ini. Ia berharap KY tak mengecewakan penantian masyarakat.

"KY punya cukup amunisi untuk lakukan langkah-langkah tersebut, nah memang nantinya kita akan tunggu KY serius lihat putusan ini, ngecek apa yang terjadi, masyarakat akan menunggu hasil apa yang dilakukan KY," ucap Ramadhan.

Sementara itu, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhan mendorong inisiatif KY menyelidiki kecurigaan di balik putusan penundaan pemilu. Ia berharap KY tak terjebak dalam rentetan birokrasi dan mekanisme yang membuat pemeriksaan hakim pemutus perkara ini molor.

"Apa yang bisa dilakukan lembaga negara lain? KY harus bergerak dalam konteks penindakan untuk panggil minta klarifikasi tiga hakim pemutus perkara ini," ujar Kurnia.

Kurnia juga mendorong agar KY nantinya melakukan eksaminasi atas putusan ini. Tujuannya untuk mengetahui sejauhmana pertimbangan hukum dari hakim yang memutus perkara tersebut telah sesuai dengan prinsip-prinsip hukum, apakah prosedur hukum acaranya telah diterapkan dengan benar, dan apakah putusan tersebut telah menyentuh rasa keadilan masyarakat.

Berikutnya, KY bisa memberikan hasil eksaminasi putusannya kepada Mahkamah Agung (MA). Sehingga, MA dapat menindaklanjutinya agar di kemudian hari tak lagi ada putusan semacam ini.

"Dalam konteks pencegahan kalau putusan ini sudah berkekuatan hukum tetap, KY berwenang eksaminasi putusan untuk diserahkan ke MA agar tidak ada lagi putusan absurd seperti ini," ucap Kurnia.

 

 

Sebelumnya, PN Jakpus memutuskan menerima gugatan yang diajukan oleh Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) pada Kamis (2/3/2023). Lewat putusan itu, Majelis Hakim berpendapat agar Pemilu 2024 ditunda.  

"Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari," tulis putusan yang dikutip Republika, Kamis.  

Gugatan dengan nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst. itu menjadikan KPU sebagai tergugat. Gugatan ini diajukan sejak 8 Desember 2022 oleh Prima. Majelis hakim memutuskan menolak eksepsi KPU yang menganggap gugatan Prima kabur atau tidak jelas. 

Putusan ini diketok oleh Hakim Ketua Majelis Teungku Oyong dengan anggota hakim H.Bakri dan Dominggus Silaban. Berikut amar lengkap putusan perkara ini yang sama dengan petitumnya : 

  1. Menerima Gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
  2. Menyatakan Penggugat adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi oleh Tergugat;
  3. Menyatakan Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum;
  4. Menghukum Tergugat membayar ganti rugi materiil sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) kepada Penggugat;
  5. Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari;
  6. Menyatakan putusan perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu secara serta merta (uitvoerbaar bij voorraad);
  7. Menetapkan biaya perkara dibebankan kepada Tergugat sebesar Rp.410.000,00 (empat ratus sepuluh ribu rupiah).

PN Jakpus menjabarkan sejumlah kesalahan KPU sebagai tergugat yang merugikan Prima. Pertama, PN Jakpus menemukan kesalahan dan atau ketidaktelitian KPU dalam melakukan verifikasi administrasi keanggotaan. KPU disebut tidak menjelaskan sama sekali tentang penyebab kenapa status keanggotaan Prima dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS). 

"Padahal terkait status keanggotaan menjadi perhatian khusus penggugat dan oleh sebab itu pada 22 Provinsi penggugat telah mengajukan atau melakukan upload keanggotaan melebihi batas atau rata-rata 2x lipat dari yang telah ditentukan," tulis salinan putusan yang dikutip pada Kamis. 

Kedua, PN Jakpus memutuskan adanya kesalahan yang dilakukan KPU yang merugikan Prima. Bahkan kesalahan itu menyebabkan Prima tidak dapat mengikuti tahap selanjutnya yaitu verifikasi faktual partai politik peserta pemilu 2024.

"Proses verifikasi dan administrasi partai politik calon peserta pemilu dilakukan oleh tergugat secara tidak cermat, tidak jujur, tidak adil, tidak tertib, dan tidak profesional yang menimbulkan kerugian," tulis salinan putusan. 

Kemudian, PN Jakpus mendapati kesalahan yang dilakukan KPU dan seharusnya menjadi tanggungjawab KPU. Tapi kesalahan dan tanggungjawab itu justru dilimpahkan kepada Prima. Yaitu terjadinya penurunan data progres pengisian keanggotaan Prima yang awalnya pada saat pendaftaran telah dilakukan pemeriksaan pendaftaran oleh KPU dengan status dokumen pendaftaran sudah lengkap 100 persen, kemudian berubah 97,06 persen pada saat SIPOL dibuka kembali untuk verifikasi administrasi perbaikan.

"Yang menyebabkan penggugat kehilangan enam kabupaten/kota yaitu Rokan Hilir (Riau), Pesisir Barat (Lampung), kota Tasikmalaya (Jawa Barat), Sumenep (Jawa Timur), Kabupaten Serang (Banten), dan Alor (NTT). Hal ini dikarenakan berubah statusnya menjadi belum memenuhi syarat (BMS) sehingga akses untuk enam kota/kab tersebut ditutup oleh tergugat," tulis salinan putusan. 

KPU RI akan mengajukan banding atas putusan PN Jakpus yang memerintahkan Pemilu 2024 ditunda. KPU RI tegas menolak putusan tersebut karena UU Pemilu tidak ada mengatur ketentuan penundaan pemilu.

"KPU akan upaya hukum banding (atas putusan PN Jakpus tersebut)," kata Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari kepada wartawan, Kamis (2/3/2023).

Komisioner KPU RI Idham Holik mengatakan, pihaknya tegas menolak putusan yang memerintahkan menunda pemilu tersebut. Sebab, dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tidak dikenal istilah penundaan pemilu.

"Dalam peraturan penyelenggaraan pemilu, khususnya pasal 431 sampai pasal 433 UU Pemilu, hanya ada dua istilah, yaitu pemilu lanjutan dan pemilu susulan," kata Idham kepada wartawan.

Atas putusan tersebut, KY memang berencana memanggil para hakim yang memutus perkara itu. KY bakal menelaah untuk melihat apakah ada dugaan pelanggaran perilaku yang terjadi atas putusan tersebut. 

"Salah satu bagian dari pendalaman itu bisa jadi dengan memanggil hakim untuk dimintakan klarifikasi. Apabila ada dugaan yang kuat telah terjadi pelanggaran perilaku hakim, maka KY akan melakukan pemeriksaan terhadap hakim yang bersangkutan," Juru Bicara KY Miko Ginting kepada wartawan, Jumat (3/3/2023). 

Namun sampai dengan Jumat (3/3), pihak PN Jakpus mengaku belum menerima pemanggilan resmi hakim oleh KY. "Kami siap (kalau ada pemanggilan), undang-Undang memperbolehkan apabila hakimnya diperiksa," kata Jubir PN Jakpus Zulkifli Atjo kepada wartawan, Jumat. 

 

Ilustrasi Jokowi dan Pemilu - (republika/mardiah)

 

 
Berita Terpopuler