Memilih Berhijab, Angkie Yudistia: Aku Ingin Menjadi Versi Terbaik dari Diri Aku

Angkie Yudistia berhijab pada 2019, setelah ayah mertuanya meninggal dunia.

Republika/Umi Nur Fadhilah
Agregrator ekosistem disabilitas di Indonesia dan staf khusus presiden RI, Angkie Yudistia saat ditemui di Gelora Bung Karno, Jakarta Pusat, Ahad (5/2/2023). Angkie mengaku tergerak berhijab pada 2019, setelah ayah mertuanya berpulang.
Rep: Umi Nur Fadhilah Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Setiap Muslimah memiliki pengalaman masing-masing dalam prosesnya memulai mengenakan jilbab. Agregrator ekosistem disabilitas di Indonesia, Angkie Yudistia, mengatakan dia memulai mengenakan jilbab setelah ayah mertuanya meninggal dunia.

Saat itu, Angkie melihat dan merasakan secara langsung kondisi ayah mertuanya sejak sakit, kritis, hingga akhirnya meninggal dunia. Hati kecilnya pun tergerak.

Baca Juga

"Di momen-momen mempersiapkan antara hidup dan mati (ayah mertua), aku jadi sadar kehidupan kita itu nggak selamanya, kita pasti akan menemukan ajal," kata salah satu staf khusus Presiden Republik Indonesia saat ditemui di Gelora Bung Karno, Jakarta Pusat, Ahad (5/2/2023).

Setelah ayah mertuanya meninggal dunia, Angkie sadar bahwa manusia hanya hidup satu kali. Karena itu, manusia harus berusaha membuat hidup yang singkat itu lebih bermakna.

"Jadi momentum awal-awal berhijab itu, aku ingin menjadi versi terbaik dari diri aku, karena aku nggak tahu kapan aku akan meninggalkan dunia ini," ujar Angkie.

Setelah mengenakan jilbab, Angkie merasa dirinya lebih tenang dan damai. "Jadi, awal mulanya itu ketika tahun 2019, belum terlalu lama," kata dia.

Angkie mengatakan bahwa Muslimah berhijab untuk menutup aurat, tetapi bukan berarti harus terbatas dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Dengan berhijab, menurut Angkie, Muslimah tetap bisa meningkatkan potensi dan kualitas dirinya.

“Jadi, perempuan berhijab dengan keterbatasannya tapi mampu menembus batas dan mendobrak stigma-stigma," ujar dia.

 
Berita Terpopuler