Hamil di Usia Remaja Besar Risikonya, Bagaimana Kalau Baru Sadar di Trimester Dua?

Kehamilan di bawah usia 19 tahun berisiko bagi calon ibu dan janinnya.

Republika/Prayogi
Hamil di usia remaja (Ilustrasi). Anak yang dilahirkan berisiko stunting ketika ibu hamil di usia remaja.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berusia di bawah 19 tahun, tubuh dan psikis remaja putri sesungguhnya belum siap untuk menjadi ibu. Bagaimana jika ia baru menyadari kehamilannya ketika usia kandungan sudah trimester dua?

Baca Juga

Dokter spesialis gizi klinis Raissa Edwina Djuanda mengingatkan bahwa konsekuensi menjadi ibu di usia remaja tidaklah ringan. Selain harus menjaga kesehatan tubuh dan janinnya, remaja putri tersebut kelak juga dihadapkan pada tanggung jawab mengasuh anak.

"Pengasuhan tentunya tidak akan optimal ketika sang ibu juga masih dalam usia anak," ujar dr Raissa dalam diskusi media bertema "Mencegah Stunting" yang digelar di Jakarta, Rabu (18/1/2023).

Kehamilan usia remaja berisiko menyebabkan anak yang dilahirkan mengalami stunting. Mengapa bisa begitu?

Dr Raissa menjelaskan bahwa mengandung di usia remaja membuat kebanyakan calon ibu menjalani kehamilan dengan status gizi tidak optimal. Apalagi, remaja putri banyak yang mengalami anemia.

"Sebanyak 84,5 persen ibu hamil berusia 15-24 tahun mengalami anemia," kata dr Raissa merujuk Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2018).

Selain mengangkut oksigen, hemoglobin juga membawa zat gizi ke seluruh tubuh. Ketika ibu hamil mengalami anemia, asupan zat gizi ke janinnya juga akan terhambat. Remaja putri dikategorikan anemia apabila kadar sel darah merahnya kurang dari 12 gr/dl.

Mencegah stunting

Andaikan kehamilan baru diketahui ketika usia kandungan sudah trimester kedua, calon ibu masih punya waktu untuk mencegah anaknya menjadi stunting. Bagaimana caranya?

Idealnya, pencegahan stunting dilakukan di 1.000 hari pertama usia anak, yakni sejak masa konsepsi. Stunting, menurut dr Raissa, masih bisa dicegah sebelum anak berusia dua tahun.

"Perbaiki gizi calon ibu dengan menambah asupan nutrisi sebesar 300 kalori setiap harinya pada trimester kedua dan ketiga kehamilan," jelas dr Raissa yang praktik di RS Pondok Indah-Puri Indah, Jakarta.

Untuk mencapai ekstra 300 kalori, calon ibu dapat mengasup dua gelas susu setiap harinya. Alternatif lainnya, segelas susu dan satu porsi protein hewani dari ayam, ikan, atau daging.

"Selain itu, bisa juga dengan minum segelas susu ditambah biskuit dan buah apel," ujar dr Raissa.

Usahakan untuk selalu mengonsumsi protein di setiap jadwal makan.  Selanjutnya, pastikan calon ibu mendapatkan setidaknya 90 tablet tambah darah selama kehamilannya.

"Mengingat satu dari dua ibu hamil menderita anemia, tablet tambah darah menjadi penting untuk diminum," ucap dr Raissa.

Berikutnya, ketika anak sudah lahir, berikan air susu ibu (ASI) secara eksklusif selama enam bulan dan dapat diteruskan hingga dua tahun. Lalu, ketika bayi sudah berusia enam bulan, berikan ASI dan makanan pendamping.

"Makanan pendamping ASI jangan terlalu cepat diberikan, misalnya, di usia empat bulan karena pencernaan anak belum siap, anak berisiko tersedak, dan bisa memicu kematian," ujar dr Raissa.

 
Berita Terpopuler