Mempertanyakan Ketua KPU Bicara Soal Sistem Proporsional Tertutup Pemilu

Ketua KPU menyebut ada kemungkinan kembalinya sistem proporsional tertutup pemilu.

Republika/Febryan. A
Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari memberikan keterangan kepada wartawan, Jumat (30/12/2022). Hasyim mengklarifikasi pernyataannya soal kemungkinan Indonesia kembali ke sistem proporsional tertutup dalam Pemilu 2024. (ilustrasi)
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febryan A, Nawir Arsyad Akbar

Baca Juga

 

Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari mengomentari gugatan UU Pemilu yang sedang berproses di Mahkamah Konstitusi (MK), yang mana penggugatnya meminta mekanisme pemilihan calon anggota legislatif (caleg) diubah dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup. Menurut Hasyim, ada kemungkinan MK mengabulkan gugatan tersebut. 

 

"Jadi kira-kira bisa diprediksi atau tidak putusan Mahkamah Konstitusi ke depan? Ada kemungkinan, saya belum berani berspekulasi, ada kemungkinan kembali ke sistem proporsional daftar calon tertutup," kata Hasyim ketika memberikan sambutan dalam acara Catatan Akhir Tahun 2022 KPU di kantornya, Jakarta, Kamis (29/12/2022). 

 

Sebagai gambaran, dalam sistem proporsional tertutup, pemilih mencoblos partai politik. Di kertas suara hanya terpampang nama partai. Selanjutnya partai politik akan menentukan siapa calonnya yang bakal duduk di parlemen.  

Sedangkan dalam sistem proporsional terbuka, pemilih dapat mencoblos partai politik atau nama calon anggota legislatif yang diinginkan di kertas suara. Sistem proporsional terbuka ini mulai diterapkan di Indonesia sejak Pemilu 2009. 

Hasyim menduga MK bakal mengubah sistem pemilihan caleg menjadi proporsional tertutup karena berkaca dari putusan-putusan MK sebelumnya. Salah satunya putusan MK terkait verifikasi partai politik calon peserta pemilu. 

Adalah MK, kata Hasyim, yang membuat keputusan bahwa semua partai harus ikut verifikasi untuk ikut pemilu. Lalu pada tahun 2020, MK pula yang memutuskan bahwa verifikasi faktual hanya untuk partai non-parlemen. 

Pola tersebut, lanjut Hasyim, kemungkinan akan terjadi pula pada persoalan sistem pemilihan caleg. Sebab, dulu MK yang memutuskan bahwa pemilihan caleg menggunakan sistem proporsional terbuka sejak Pemilu 2009. 

"Dengan begitu, kira-kira polanya kalau yang membuka itu MK, ada kemungkinan yang menutup juga MK," kata Hasyim. 

Lantaran ada kemungkinan sistem pemilihan caleg kembali ke proporsional tertutup, Hasyim berharap para bakal caleg untuk tidak memasang baliho maupun gambar-gambar kampanye diri terlebih dahulu. Hal itu akan menjadi sia-sia jika nanti MK memang memutuskan sistem proporsional tertutup. 

"Menjadi tidak relevan misalkan saya mau nyalon pasang gambar-gambar di pinggir jalan. Karena apa? Namanya calon tidak muncul lagi di surat suara. Tidak coblos nama-nama calon lagi. Yang dicoblos hanya tanda gambar parpol sebagai peserta pemilu," kata Hasyim. 

Pada hari ini, Hasyim meluruskan pernyataannya sendiri terkait sistem pemilihan caleg yang sedang digugat di MK. Hasyim menegaskan bahwa dirinya tidak sama sekali mengarahkan agar sistem pemilihan caleg diubah menjadi proporsional tertutup. 

 

"Saya tidak mengatakan bahwa arahnya sistem proporsional tertutup. Bahwa sedang ada gugatan terhadap ketentuan pemilu proporsional terbuka di MK, itu kan kemungkinannya dua, yakni dikabulkan dan ditolak. Kalau dikabulkan kan arahnya tertutup. Kalau ditolak masih tetap terbuka," kata Hasyim kepada wartawan di kantornya, Jakarta, Jumat (30/12/2022). 

Pada pertengahan November 2022 lalu, seorang kader PDIP, satu kader Nasdem, dan empat warga sipil lainnya menggugat pasal terkait sistem pemilihan caleg dalam UU Pemilu ke MK. Mereka meminta MK menyatakan sistem proporsional terbuka adalah inkonstitusional dan memutuskan penggunaan sistem proporsional tertutup. Gugatan ini masih berproses di MK.

 

Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung menanggapi pernyataan Ketua KPU Hasyim Asyari yang menyebut adanya kemungkinan penggunaan sistem proporsional tertutup untuk Pemilu 2024. Bak gayung bersambut, ia mengungkapkan telah menerima informasi adanya pihak yang mengajukan gugatan terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke MK.

"Saya mendapatkan informasi bahwa ada pihak yang sedang mengajukan judicial review (JR) terkait soal sistem Pemilu itu. Di dalam pasal 168 Ayat 2 disebutkan bahwa pelaksanaan pemilu legislatif menggunakan sistem proporsional daftar terbuka," ujar Doli kepada wartawan, Kamis.

Ia pun mempertanyakan kapasitas Hasyim yang tiba-tiba menyampaikan kemungkinan sistem proporsional untuk pemilihan legislatif (Pileg) 2024. Pasalnya, perubahan mekanisme Pemilu 2024 dapat dilakukan lewat tiga hal, yakni revisi UU Pemilu, peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu), atau putusan MK.

"Perubahan UU hanya terjadi bila ada revisi UU, terbitnya perppu yang melibatkan DPR dan pemerintah atau berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi. Hanya tiga institusi itu yang berwenang," ujar Doli.

"Pertanyaaan selanjutnya, apakah Hasyim menjadi bagian yang mendorong pihak yang mengajukan JR tersebut? Atau apakah MK sudah mengambil keputusan yang cuma Hasyim yang tahu," sambungnya mempertanyakan sikap Hasyim.

Ia pun berharap MK dapat bersikap netral ketika menerima permintaan judicial review (JR) terhadap UU Pemilu, khususnya terkait sistem proporsional terbuka. Mengingat perubahan mekanisme pemilu akan berpengaruh terhadap pasal-pasal lain di dalamnya.

 

"Saya juga berharap MK juga dapat mengambil posisi yang netral, objektif, dan memahami posisi UU Pemilu yang sangat kompleks dan pada pembahasannya dilakukan kajian yang cukup mendalam dan membutuhkan waktu yang cukup panjang," ujar Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu.

 

 

 

 

Sistem proporsional tertutup adalah sistem perwakilan berimbang di mana pemilih hanya dapat memilih partai politik secara keseluruhan dan tidak dapat memilih kandidat atau calon legislator. Dalam sistem ini, kandidat dipersiapkan langsung oleh partai politik.

Dalam sistem tersebut, masing-masing partai politik telah menentukan terlebih dahulu siapa yang akan memperoleh kursi yang dialokasikan kepada partai tersebut dalam pemilu. Sehingga, calon yang menempati urutan tertinggi dalam daftar ini cenderung selalu mendapat kursi di parlemen.

Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat, Andi Mallarangeng menegaskan bahwa sistem proporsional terbuka dalam pemilu menghasilkan anggota parlemen yang akuntabilitasnya kuat kepada rakyat. Sebab, ada penilaian rakyat terhadap kinerjanya sebagai wakil rakyat.

Hal tersebut berbeda dengan sistem proporsional tertutup. Di mana seseorang bisa terpilih dan terpilih kembali walau kinerjanya sebagai wakil rakyat tidak jelas, sebab partai politiklah yang memilih sosok yang akan menduduki kursi legislatif.

"Janganlah hak rakyat untuk memilih langsung wakilnya dikebiri dengan mundur ke sistem proporsional tertutup," ujar Andi lewat keterangannya, Jumat (30/12/2022).

Kembalinya ke sistem proporsional tertutup disebutnya sebagai bagian kemunduran demokrasi di Indonesia. Menurut Andi, hal tersebut semakin memprihatinkan ketika Ketua KPU Hasyim Asyari yang menggaungkan kemungkinan penggunaan sistem proporsional tertutup untuk Pemilu 2024.

Selama Orde Baru, sistem proporsional tertutup justru menghadirkan anggota-anggota parlemen yang tidak dikenal oleh rakyat. Mereka hanya memilih gambar partai dan siapa yang terpilih dasarnya adalah nomor urut yang ditentukan oleh partai politik.

"Yang muncul adalah kader-kader jenggot yang berakar ke atas, tidak mengakar ke rakyat. Oligarki partai merajalela dan hak rakyat untuk memilih langsung wakilnya dikebiri," ujar Andi.

"Kalau itu terjadi, yang akan tampil di DPR dan DPRD adalah para elit partai dan orang-orang yang jago cari muka kepada pimpinan partai, mereka bukanlah wakil rakyat yang sejati. Kalau benar kita kembali ke sistem proporsional tertutup, itu adalah kemunduran demokrasi di Indonesia," sambungnya menegaskan.

Ketua DPP Partai Golkar, Dave Akbarshah Fikarno Laksono menyatakan menolak penggunaan sistem proporsional tertutup untuk Pemilu 2024. Menurutnya, sistem proporsional terbuka masih sangat relevan untuk kontestasi nasional mendatang.

"Sementara di Pemilu era demokrasi, ini yang harus diutamakan adalah hak suara rakyat, suara rakyat adalah suara Tuhan," ujar Dave lewat keterangannya, Jumat (30/12/2022).

Sistem proporsional terbuka memberikan hak kepada masyarakat untuk menentukan siapa yang diinginkan untuk menjadi wakilnya di parlemen. Ini juga menjadi alat untuk masyarakat menilai atau menghukum wakil rakyat yang tidak bekerja dengan baik.

"Ini memberikan semua kesempatan yang sama agar dapat terpilih dan juga mewajibkan para anggota Legislatif bekerja dan dekat dengan rakyat. Jangan sampai kewajiban ini hilang hanya karena keinginan elite parpol yang ingin mengontrol pergerakan bangsa," ujar Dave.

Usulan penggunaan kembali sistem proporsional tertutup hanya akan memperkuat sistem oligarki di dalam partai politik. Serta, justru hanya akan memberikan kekuatan kepada partai politik untuk menentukan siapa yang mereka inginkan bukan yang masyarakat inginkan.

"Bila Indonesia kembali ke sistem proporsional tertutup maka ini adalah menghianati proses reformasi dan bahkan mencabut hak-hak yang sudah diberikan kepada rakyat untuk ditentukan oleh sekelompok elite yang akan menjalankan roda pemerintahan tanpa mendengar murni suara, kemauan, dan keinginan rakyat," ujar anggota Komisi I DPR itu.

Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto mengatakan, bahwa sistem proporsional terbuka yang ada selama ini justru menciptakan liberalisasi politik. Imbasnya, banyak partai politik yang hadir hanya untuk menjadi partai elektoral.

"Kemudian menciptakan dampak kapitalisasi politik, munculnya oligarki politik, kemudian persaingan bebas dengan segala cara," ujar Hasto dalam konferensi pers mengenai Refleksi Akhir Tahun 2022 dan Harapan Menuju 2023, Jumat.

"Sehingga sesuai dengan keputusan Kongres ke-V, sistem pemilu dengan proporsional tertutup sesuai dengan perintah konstitusi, karena peserta pemilu legislatif adalah partai politik," sambungnya.

Sistem proporsional tertutup disebutnya akan mendorong proses kaderisasi di partai politik. Salah satu hasilnya adalah mencegah berbagai bentuk liberalisasi politik dan selanjutnya memberikan insentif bagi peningkatan kinerja di DPR.

"Pada saat bersamaan karena ini (2024) adalah pemilu serentak antara pileg dengan pilpres, maka berbagai bentuk kecurangan bisa ditekan dan terpenting setelah berbagai persoalan ekonomi kita, biaya pemilu bisa jauh ditekan," ujar Hasto.

Kendati demikian, PDIP tegasnya mengikuti peraturan perundang-undangan yang ada. Mengingat sistem proporsional terbuka diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Pihaknya disebut juga tidak akan mengajukan gugatan atau judicial review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sistem proporsional terbuka dalam UU Pemilu. Klaimnya, pengajuan gugatan tersebut tak bisa dilakukan oleh partai politik.

"PDI Perjuangan ini kan taat asas. Judicial review terkait dengan undang-undang tidak bisa dilakukan oleh partai. Sehingga partai tidak melakukan upaya judicial review, karena partai melalui alat kelengkapan partai di Fraksi PDI Perjuangan DPR RI itu menyusun undang-undang," ujar Hasto.

 

17 Parpol Peserta Pemilu 2024 - (Infografis Republika)

 
Berita Terpopuler