Konferensi Satwa Liar Tingkatkan Perlindungan Hiu dan Kura-Kura

Beberapa jenis burung kicau juga mendapat perlindungan perdagangan.

AP/VOA
Hiu
Rep: Shelbi Asrianti Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Fauna dan Flora Liar yang Terancam Punah, yang dikenal dengan akronim CITES, telah berlangsung di Panama. Konferensi satwa liar internasional itu meningkatkan perlindungan bagi sejumlah spesies.

Baca Juga

Satwa yang perlindungannya diserukan untuk ditingkatkan termasuk hiu (menentang perdagangan sirip), serta jenis tertentu kura-kura, kadal, dan katak (termasuk katak kaca). Beberapa jenis burung kicau juga mendapat perlindungan perdagangan.
 
Bersamaan pula dengan peningkatan perlindungan bagi lebih dari 500 spesies, delegasi di konferensi itu menolak permintaan untuk membuka kembali perdagangan gading gajah. Larangan jual-beli gading telah diberlakukan sejak 1989.
 
Wakil presiden kebijakan internasional di Wildlife Conservation Society, Susan Lieberman, berpendapat kabar baik dari CITES adalah kabar baik bagi satwa liar. Dia menyebut perjanjian CITES merupakan salah satu pilar konservasi internasional. 
 
"Penting untuk memastikan negara-negara bersatu dalam memerangi krisis global yang saling terkait dari keruntuhan keanekaragaman hayati, perubahan iklim, dan pandemi," kata Lieberman, dikutip dari laman Daily Mail, Sabtu (3/12/2022).
 
Dia sepakat jika permintaan yang mencerminkan eksploitasi berlebihan ditolak dalam forum. Menurut dia, perdagangan yang tidak berkelanjutan dan meningkatnya perdagangan ilegal beberapa disebabkan oleh interaksi kompleks dari ancaman lain yang mengurangi populasi spesies di alam liar.
 
Pemicu lainnya termasuk perubahan iklim, wabah penyakit, pembangunan infrastruktur, dan hilangnya habitat fauna. Perjanjian perdagangan satwa liar internasional yang diawali 49 tahun lalu di Washington DC tersebut telah dipuji karena membantu membendung perdagangan gading dan cula badak yang ilegal, juga perdagangan paus dan penyu yang tidak berkelanjutan.
 
Akan tetapi, ada juga kecaman karena keterbatasan tindakan CITES pada negara-negara berkembang yang kekurangan uang untuk memerangi perdagangan ilegal. Perdagangan demikian dianggap sebagai bisnis menguntungkan, dengan nilai 10 miliar dolar AS (sekitar Rp 153,76 triliun) per tahun.
 
 

Salah satu pencapaian terbesar tahun ini adalah peningkatan atau perlindungan bagi lebih dari 90 spesies hiu, termasuk 54 spesies hiu requiem, hiu bonnethead, tiga spesies hiu martil, dan 37 spesies ikan gitar. Banyak yang belum memiliki perlindungan perdagangan dan sekarang perdagangan komersialnya akan diatur.
 
Ketetapan itu dianggap perlu lantaran populasi hiu secara global terus menurun. Kematian tahunan akibat perikanan mencapai sekitar 100 juta ekor. Hiu kebanyakan dicari untuk siripnya, yang digunakan dalam sup sirip hiu, hidangan populer di China dan sejumlah negara di Asia.
 
Direktur senior satwa liar di Humane Society International, Rebecca Regnery, mengatakan keberlangsungan spesies hiu sangat terancam. Pemicunya yakni perikanan tidak berkelanjutan dan tidak diatur yang memasok perdagangan internasional daging dan sirip mereka.
 
"CITES dapat mengizinkan perdagangan hanya jika tidak merugikan kelangsungan hidup spesies di alam liar, memberikan bantuan yang dibutuhkan spesies ini untuk pulih dari eksploitasi berlebihan," ujar Regnery.
 
Akan tetapi, beberapa permintaan yang lebih kontroversial tidak disetujui. Beberapa negara Afrika dan kelompok konservasi berharap bisa melarang perdagangan kuda nil, namun ditentang oleh Uni Eropa. Pasalnya, beberapa negara Afrika dan beberapa kelompok konservasi berpendapat banyak negara memiliki populasi kuda nil yang sehat dan perdagangan bukanlah faktor penurunannya.
 

 
Berita Terpopuler