Gejala Utama Covid-19 Bukan Lagi Demam dan Anosmia, Lalu Apa?

Warga Inggris mendapati perubahan gejala utama Covid-19.

www.pixabay.com
Pencegahan Covid-19 (ilustrasi). Di Inggris, masyarakat banyak yang masih mengacu pada daftar gejala Covid-19 yang dirilis pemerintah. Padahal, gejalanya kini sudah bergeser.
Rep: Gumanti Awaliyah Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lonjakan kasus Covid-19 di Inggris telah memicu kekhawatiran di antara para ahli terkait ancaman gelombang baru yang dipicu oleh varian yang lebih mampu lolos dari sistem imunitas yang terbangun dari vaksinasi. Data terbaru dari Office for National Statistics Inggris mencatat, ada sekitar 1,1 juta orang yang dites positif virus corona dan dua pertiga dari kasus ini melaporkan gejala sakit tenggorokan.

Prof Tim Spector, salah satu pendiri aplikasi Covid ZOE, mengatakan bahwa sakit tenggorokan kini telah mengambil alih sebagai gejala dominan Covid-19. Para pengguna ZOE telah melaporkan bahwa mereka menderita sakit tenggorokan yang terasa mirip dengan gejala ketika pilek atau radang tenggorokan.

Menurut Prof Spector, sakit tenggorokan terkait Covid-19 cenderung relatif ringan dan berlangsung tidak lebih dari lima hari. Sakit tenggorokan sering terjadi dan disebabkan oleh banyak penyakit pernapasan seperti pilek.

"Sakit tenggorokan parah yang berlangsung lebih dari lima hari mungkin disebabkan oleh hal lain seperti infeksi bakteri, dan jangan ragu untuk segera berkonsultasi dengan dokter," kata dia, seperti dilansir dari laman Express, Selasa (4/20/2022).

Baca Juga

Cara meredakan sakit tenggorokan saat kena Covid-19. - (Republika)


Prof Spector mengatakan, sakit tenggorokan umumnya akan muncul dalam pekan pertama sakit dan membaik dengan cepat. Hanya saja, saat ini banyak orang yang masih mengacu pada pedoman pemerintah Inggris tentang gejala-gejala Covid-19, padahal itu sudah tak relevan.

"Demam dan kehilangan fungsi penciuman (anosmia) gejalanya sudah benar-benar langka sekarang. Begitu banyak orang tua mungkin tidak mengira mereka terkena Covid-19, dan meyakini bahwa yang dideritanya flu sehingga tidak di tes covid," kata Prof Spector.

Prof Spector pun memprediksi bahwa Inggris berada di gerbang gelombang baru yang lebih memengaruhi kelompok dewasa tua. Prediksi ini muncul ketika data menunjukkan kasus Covid-19 dan rawat inap mulai meningkat pada kelompok tua.

Menurut data terbaru, subvarian terbaru omicron tampaknya mampu menghindari pertahanan yang dibangun oleh sistem kekebalan sehingga sulit untuk mengontrol kasus saat musim dingin di depan mata. Ahli virologi di University of Warwick, Prof Young, mengatakan bahwa varian ini terbukti mampu mengelabui sistem imunitas tubuh yang telah didapat melalui vaksin maupun infeksi.

"Apa yang kami temukan adalah virus berkembang di antara kekebalan yang dibangun melalui vaksin dan infeksi yang tak terhitung jumlahnya yang dimiliki orang. Kekhawatiran terbesar yang kami lihat adalah bahwa pada data awal varian ini mulai menyebabkan sedikit peningkatan infeksi," kata Prof Young.

Beda sakit tenggorokan biasa dengan gejala Covid-19. - (Republika)


Varian SARS-CoV-2 telah diprediksi akan melemahkan daya tahan, tetapi vaksin campuran tampak membantu mengekang penyebaran Covid-19 selama gelombang sebelumnya. Kini, pejabat kesehatan menyerukan warganya untuk mendapatkan dosis booster.

Mereka mengatakan bahwa booster bivalen bisa menjadi kunci untuk mencegah gelombang baru. Vaksin ini menggabungkan Covid-19 asli dengan formulasi ulang yang bertujuan untuk melindungi dari strain BA.4 dan BA.5 dari varian omicron.

Apotek Ritel Inggris mulai menawarkan vaksin bivalen Covid-19 booster pada 13 September. Penggunaannya telah disetujui oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) untuk orang berusia 12 tahun ke atas.

 
Berita Terpopuler