Kisah Ubin Belanda di Sabil Kuttab Mustafa Kamal III

Saat itu, Belanda menjadi negara terdepan yang memproduksi ubin dinding.

Egyptopia.com
Sabill Kuttab Mustafa Kamal III di Kairo, Mesir.
Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, Sabil-kuttab Mustafa Kamal III yang dibangun Sultan Mustafa III, penguasa Utsmaniyah saat itu. Dilihat dari depan, bangunan ini tampak melengkung dengan bagian depannya dilapisi marmer berhiaskan motif-motif khas Turki Utsmani. Pada dinding juga terdapat kaligrafi bertuliskan nama Sultan Mustafa III. Di bagian dalam, terdapat mozaik berpola geometrik yang terbuat dari marmer. Sementara, di langit-langit dan dinding dicat dengan gaya Turki Utsmani.

Baca Juga

Fitur yang dinilai paling mengejutkan dalam bangunan ini adalah susunan ubin Belanda berwarna biru-putih. Beberapa tampil dengan lukisan bunga mawar, tetapi ada juga lukisan pemandangan yang menggambarkan kehidupan sehari-hari orang Belanda.

Dalam susunan ubin itu terdapat peman dangan kota, desa, menara lonceng, gerbang, istana, jembatan, rumah, dan kincir angin. Dalam lusikan itu pula terlihat pria dan wanita bekerja di ladang, menunggang kuda, berburu dengan anjing, ikan, dan perahu dayung. Tentu lukisan itu terasa tidak biasa di se buah bangunan yang didirikan umat Islam. Untungnya, orang-orang atau warga setempat yang mengambil air dari sabil biasanya tidak masuk ke ruangan itu sehingga mereka tidak akan bisa melihat detail lukisan-lukisan 'tak biasa' itu.

Lantas, bagaimana ceritanya sehingga 2.500 ubin yang diproduksi di Amsterdam itu bisa dipakai di Kairo?

Sampai hari ini, ada sekitar 70 sabil-kuttab yang masih berdiri di Kairo dengan karakter bangunan yang bermacam-macam. Puluhan bangunan bersejarah itu kebanyakan dibangun oleh penguasa Dinasti Mamluk di kompleks masjid atau madrasah.

Ruang sabil selalu terletak di sudut bangun an untuk memudahkan orang mengambil air. Di atas ruang sabil, khususnya di balkon leng kung yang luas, anak-anak belajar membaca dan menulis.

Pada masa Turki Utsmani, sabil-kuttab telah menjadi tempat favorit bagi orang kaya, termasuk para wanita, untuk beramal saleh. Namun, sabil-kuttab akhirnya tidak digunakan lagi pada abad ke-19 karena hadirnya sekolah umum dan air ledeng di permukiman warga. Meski tak ada yang lagi menjamah sabil kuttab, di jalan-jalan Kairo orang masih dapat mengambil air minum di tempat itu secara gratis. Air itu diberikan kepada masyarakat sebagai amal. 

Sarjana Belanda, Hans Theunissen telah mengumpulkan catatan sejarah terkait hal ini, yang dia terbitkan pada tahun 2006.

Menurut dia, pada Oktober 1756, setahun sebelum Sultan Mustafa III naik takhta, pen dahulunya, Sultan Osman III, memerintahkan penguasa Turki Utsmani di Beograd untuk mengirim 12 peti ubin keramik ke Istanbul. Ubin itu dibeli di Wina, Austria untuk dekorasi bangunan kesultanan.

Saat itu, Belanda menjadi negara terdepan yang memproduksi ubin dinding, sedangkan Wina menjadi pusat perdagangan untuk ubin Belanda tersebut. Karena itu, kata Theunissen, ubin yang digunakan di sabil-kuttab tersebut adalah ubin dari Belanda.

Selama pemerintahan Osman III, ubin Belanda identik dengan lukisan segenggam bunga mawar yang kini dapat dilihat pada dinding di sabil Mustafa III. Kemungkinan, Sultan Mustafa III mewarisi ubin Delft Blue dari dari para pendahulunya tersebut. Delft Blue adalah keramik terkenal di dunia yang telah diproduksi di Kota Delft, Belanda sejak abad ke-17.

Delft Blue adalah produk berkualitas ter baik kala itu dan Sultan Mustafa III ingin membuat rakyatnya di Kairo terkesan dengan menggunakan produk itu. Pada 1759, Sultan Mustafa III akhirnya memilih ubin itu untuk melapisi dinding sabil-kuttab dengan harapan rakyat Kairo akan senantiasa mengenangnya. 

Dengan memilih lokasi tepat di seberang kanal dari salah satu masjid paling terkenal di Kairo, Sultan Mustafa III juga ingin menegaskan, ia bukan hanya penguasa sementara sebagai sultan, tetapi juga sebagai pemimpin agama dan khalifah.

 

 
Berita Terpopuler