IDAI: Gerakan Makan Telur dan Ikan Tiap Hari Efektif Turunkan Stunting

Ketidaktahuan orang tua mengenai pemenuhan gizi anak menjadi penyebab stunting.

www.freepik.com
Telur ceplok (ilustrasi). Makan telur dan ikan setiap hari dapat mencegah anak menjadi stunting.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Piprim Basarah Yanuarso SpA(K) mengungkapkan cara efektif untuk mengejar target pemerintah menurunkan angka stunting atau kekerdilan menjadi 14 persen pada tahun 2024. Menurutnya, perlu ada gerakan makan telur dan ikan setiap hari.

"Gerakan makan telur tiap hari, makan ikan tiap hari, itu saya kira efektif kalau kita mau mengejar target pemerintah supaya bisa tercapai. Jadi harus masif gerakannya, (memberikan) protein hewani pada bayi dan balita kita," kata Piprim saat bertemu Antara di Jakarta, Kamis (1/9/2022).

Piprim menjelaskan, stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak sehingga anak memiliki perawakan yang lebih pendek dibanding teman sebayanya. Hal tersebut disebabkan oleh malanutrisi kronis atau penyakit kronis tertentu.

"Penelitian yang menyelidiki kenapa anak menjadi stunting, itu karena ada salah satu kompleks protein yang namanya mTOR," jelas Piprim.

Baca Juga

MTOR ini seperti saklar yang menghidupkan aspek pertumbuhan secara linier. Dengan begitu, anak akan bertambah panjang, organ tubuh membesar.

"MTOR ini akan beroperasi kalau asam amino esensialnya cukup," kata Piprim.

Pada anak-anak stunting, mTOR-nya tidak aktif sebab kadar asam amino esensialnya kurang. Asam amino esensial ini ada di protein hewani seperti telur, ikan, unggas, dan ati ayam.

"Kalau ikan, yang paling bagus itu ikan kembung," ujar Piprim.

Menurut Piprim, langkah preventif yang bisa dilakukan untuk menurunkan angka stunting adalah mencukupi kebutuhan protein hewani anak. Hanya saja, tak sedikit orang tua yang masih kurang edukasi terkait hal ini. Mereka banyak yang terlalu fokus memberikan sayur kepada anak mereka, bahkan sejak anak masih bayi.

"Jangan sampai salah persepsi. Anak sejak bayi dikasih sayur, bukannya sehat malah sembelit kalau kebanyakan serat pada bayi terutama. Kemudian MPASI itu (Makanan Pendamping Air Susu Ibu) justru fokusnya nanti protein hewani," ujar Piprim.

Selain itu, Piprim melihat bahwa tak sedikit pula orang tua yang terlalu banyak memberikan karbohidrat dalam porsi makan anak. Makanan sarat karbohidrat dihidangkan hanya agar anak kenyang.

"Contoh di daerah nelayan, orang tuanya menangkap ikan tapi ikannya dijual, lalu dibelikan mi instan. Banyak anak dikasih nasi, lauknya mi, sambal goreng kentang, lalu susunya kental manis. Kan enggak ada proteinnya," kata Piprim.

Menurut Piprim, fenomena tersebut tidak mencerminkan masalah kekurangan bahan makanan melainkan ketidaktahuan. Untuk itu, ia mengatakan edukasi mengenai pentingnya protein hewani untuk kesehatan terutama dalam mencegah stunting pada anak harus terus digencarkan.

"Insya Allah saya optimistis kalau gerakan protein hewani ini sudah menyebar luas ke masyarakat dan anak-anak kita ini diberi nutrisi yang benar, cukupi pada saat MPASI, insya Allah anak-anak kita tidak stunting," ujarnya.

 
Berita Terpopuler