Kecam Penusukan Salman Rushdie, JK Rowling Terima Ancaman Pembunuhan

Acaman yang diterima Rowling menyebutkan dia menjadi target selanjutnya.

Time
JK Rowling. Polisi Skotlandia pada Ahad (14/8/2022) menyelidiki laporan ancaman yang ditujukan kepada penulis novel Harry Potter, JK Rowling.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, EDINBURGH -- Polisi Skotlandia pada Ahad (14/8/2022) menyelidiki laporan ancaman yang ditujukan kepada penulis novel Harry Potter, JK Rowling. Penulis tersohor tersebut mendapatkan ancaman setelah mengutarakan kecaman atas penusukan Salman Rushdie.

Baca Juga

Dalam cuitannya di Twitter, JK Rowling mengatakan, dia merasa sangat sedih setelah mendengar berita penusukan terhadap Rushdie. Dia berharap, Rushdie dalam kondisi baik. Seorang pengguna Twitter membalas cuitan JK Rowling dengan ancaman.

"Jangan khawatir Anda (akan menjadi target) berikutnya," ujar pengguna Twitter tersebut.

JK Rowling membagikan tangkapan layar dari cuitan yang mengancam dirinya. JK Rowling menyampaikan apresiasi kepada semua pihak yang mendukung dirinya di tengah ancaman tersebut. Di masa lalu, JK Rowling pernah dikritik oleh aktivis trans. Mereka menuduh penulis tersebut transphobia.

"Untuk semua yang mengirim pesan yang mendukung, terima kasih, polisi sudah menangani ancaman itu," ujar JK Rowling.

Seorang juru bicara kepolisian Skotlandia mengkonfirmasi bahwa mereka telah menerima laporan tentang ancaman tersebut. "Kami telah menerima laporan tentang ancaman itu  dan petugas sedang melakukan penyelidikan," ujarnya.

Pada Jumat (12/8/2022), seorang pria yang diidentifikasi sebagai Hadi Matar menyerang Rushdie dengan menusuknya. Penusukan terjadi ketika Rushdie berada di atas panggung dan bersiap memberikan kuliah umum di  Chautauqua Institution. Pelaku mengaku tidak bersalah atas tuduhan percobaan pembunuhan dan penyerangan. Jaksa menyebut serangan itu sebagai kejahatan "terencana". Seorang pengacara untuk tersangka mengajukan pembelaan atas namanya selama dakwaan di New York barat.

Seorang hakim memerintahkan agar Matar ditahan tanpa jaminan. Perintah ini berlaku setelah Jaksa Wilayah Jason Schmidt mengataka bahwa, Matar dengan sengaja menempatkan dirinya dalam posisi untuk menyakiti Rushdie. Matar bisa mendapatkan izin untuk mengikuti kuliah umum dengan identitas palsu. 

“Ini adalah serangan yang ditargetkan, tidak diprovokasi, dan direncanakan sebelumnya terhadap Rushdie,” kata Schmidt, dilansir Aljazirah, Ahad. 

 

Rushdie ditikam sebanyak sepuluh kali. Novelis itu menderita kerusakan hati, dan saraf yang terputus di lengan dan matanya. Dia kemungkinan besar akan kehilangan matanya yang terluka. Selama lebih dari 30 tahun Rushdie menghadapi ancaman pembunuhan, karena menulis buku kontroversial berjudul, “The Satanic Verses” atau "Ayat-Ayat Setan". 

Otoritas lokal maupun federal tidak memberikan rincian tambahan tentang penyelidikan. Penusukan itu menuai kecaman dari penulis dan politisi di seluruh dunia. Mereka menyebutnya sebagai serangan terhadap kebebasan berekspresi.  Dalam sebuah pernyataan pada Sabtu, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden memuji “cita-cita universal” yang diwujudkan oleh Rushdie dan karyanya.

"Kebenaran. Keberanian. Ketangguhan.  Kemampuan untuk berbagi ide tanpa rasa takut. Ini adalah blok bangunan dari setiap masyarakat yang bebas dan terbuka," ujar Biden.

Rushdie merupakan pria kelahiran India. Dia kemudian tinggal di Inggris dan Amerika Serikat. Rushdie dikenal memiliki gaya prosa surealis dan satirnya. Novel karya Rushdie, Midnight's Children, memenangkan Booker Prize 1981.

Kemudian Rushdie menerbitkan bukunya yang berjudul The Satanic Verses pada 1988. Buku tersebut memuat penghinaan terhadap Nabi Muhammad, sehingga menyebabkan kecaman. 

 

Buku Rushdie telah dilarang dan dibakar di India, Pakistan dan wilayah lainnya. Pada 1989 pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ruhollah Khomeini, mengeluarkan sayembara berhadiah  kepada siapapun yang dapat membunuh Rushdie. Khomeini kemudian meninggal pada tahun yang sama, tetapi dekrit tersebut tetap berlaku. Pengganti Khomeini, Ayatollah Ali Khamenei pada 2019 mengatakan, sayembara itu “tidak dapat dibatalkan”.

 
Berita Terpopuler