Warga Palestina Skeptis dengan Kunjungan Biden ke Israel

AS diharapkan bertindak lebih kuat untuk hentikan pembangunan permukiman Israel.

AP Photo/Maya Alleruzzo
Pemandangan umum pemukiman Yahudi Tepi Barat di Efrat, Kamis, 10 Maret 2022. Perluasan pembangunan pemukiman bagi pemukim Yahudi menjadi tantangan bagi Amerika Serikat (AS) jelang kedatangan Presiden Joe Biden di Israel.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Perluasan pembangunan pemukiman bagi pemukim Yahudi menjadi tantangan bagi Amerika Serikat (AS) jelang kedatangan Presiden Joe Biden di Israel. Seorang warga Palestina, Mahmoud Bisharat (40 tahun), tidak memiliki banyak harapan dari kunjungan Biden.  

Baca Juga

Bisharat mengatakan kepada Reuters, dia berharap pemerintah AS akan mengambil tindakan yang lebih kuat untuk menghentikan pembangunan permukiman Israel dan perampasan tanah milik warga Palestina. “Kami telah berada di tanah ini sebelum tahun 1967, paling tidak yang bisa mereka lakukan adalah melindungi hak kami,” katanya.

Beberapa langkah dari sekelompok tenda dan gubuk Palestina di Lembah Yordan utara di wilayah pendudukan Tepi Barat, tampak lalu lalang truk yang sedang mempersiapkan pembangunan sekolah bagi pemukim Yahudi Israel.

"Pemukiman Mehola mencoba untuk memperluas wilayahnya, karena permintaan menjadi sangat tinggi," ujar seorang penduduk, Zohar Zror (32 tahun) kepada Reuters.

Berkembangnya permukiman Israel di wilayah pendudukan Tepi Barat meningkatkan ketakutan bagi warga Palestina, dan menjadi ujian bagi penentangan AS terhadap perluasan pemukiman Yahudi menjelang kunjungan Biden. Dalam sebuah opini di Washington Post yang diterbitkan pada Sabtu (9/7), Biden mengatakan, Washington telah membangun kembali hubungan dengan Palestina. 

Washington juga bekerja dengan Kongres untuk memulihkan dana bantuan Palestina sekitar 500 juta dolar AS. Pemerintahan Biden telah berjanji untuk membuka kembali konsulat di Yerusalem, yang ditutup oleh mantan Presiden AS Donald Trump.

Tapi langkah AS tersebut tidak banyak membantu memenuhi tuntutan Palestina untuk mengakhiri pendudukan Israel yang telah berlangsung selama beberapa dekade. Washington menentang perluasan pemukiman Yahudi Israel, karena dapat merusak prospek solusi dua negara. Sementara negosiasi perdamaian antara Israel dan Palestina telah terhenti.

"Mereka tidak ingin warga Palestina tinggal di sini. Mereka ingin mengambil tanah itu," kata seorang petani Palestina di Lembah Yordan, Salah Jameel (53 tahun).

Sebagian besar negara menganggap permukiman yang dibangun Israel di wilayah yang direbutnya dalam perang Timur Tengah 1967 adalah ilegal. Israel membantah hal tersebut. Menurut Israel, pembangunan permukiman itu sesuai dengan sejarah yang tertuang dalam alkitabah dan persoalan politik. Sejauh ini, Israel telah menempatkan sekitar 440.000 warganya di wilayah pendudukan Tepi Barat.

 

 

Pada Mei, pemerintah Israel menyetujui pembangunan 4.400 rumah baru untuk pemukim Yahudi. Rencana untuk perluasan permukiman lebih lanjut, akan memotong wilayah Palestina.

"Sangat penting bagi Israel dan Otoritas Palestina untuk menahan diri dari langkah sepihak yang memperburuk ketegangan, dan melemahkan upaya untuk memajukan solusi dua negara yang dirundingkan, seperti aktivitas pemukiman," kata juru bicara Departemen Luar Negeri kepada Reuters.  

Ketua Dewan Yesha, organisasi payung utama pemukim, David Elhayani, mengatakan, sudah saatnya Palestina menerima bahwa tidak akan ada negara Palestina. Menurutnya perluasan pemukiman sudah berlangsung dan tidak dapat dihentikan.

"Perusahaan pemukiman telah bergerak, tidak dapat dihentikan sekarang," ujar Elhayani.

Dror Etkes dari Kerem Navot, sebuah organisasi yang memantau kebijakan Israel di Tepi Barat, mengatakan, kunjungan Biden dapat menimbulkan pro kontra tentang perluasan pemukiman Israel. "Kunjungan Biden dapat memunculkan kebisingan yang dibuat Israel tentang perluasan pemukiman tetapi tidak pada pembangunan itu sendiri. Seluruh sistem politik (di Israel) dimobilisasi untuk melindungi perusahaan pemukiman," ujarnya.

Pemukiman pertama Yahudi dibangun di Lembah Yordan setelah perang 1967. Perancang pemukiman Israel menilai Lembah Jordan adalah sebuah daerah yang subur dengan kebun buah-buahan dan perkebunan kurma di perbatasan dengan Yordania. Para perancang pemukiman Israel melihat lokasi itu sebagai kunci untuk menciptakan sumur penyangga pertahanan di sebelah timur Yerusalem.  Mehola yang dibangun pada akhir 1960-an di atas tanah milik Palestina dengan persetujuan pemerintah Israel, adalah salah satu contohnya. Perlindungan militer dan infrastruktur jalan, air dan listrik yang menopang pemukiman sangat kontras dengan kondisi di desa-desa Palestina di sekitarnya.

Israel dengan tegas menolak tuduhan dari kelompok hak asasi internasional dan lokal bahwa perusahaan pemukiman telah menciptakan sistem apartheid. Israel memiliki kendali penuh di wilayah pendudukan Tepi Barat. Sebagian besar pemukiman Yahudi berada di Area C. 

 

Wakil Menteri Pertahanan Israel, Alon Schuster mengatakan kepada pleno Knesset pada Februari bahwa, sejauh ini hanya 33 izin bangunan Palestina yang telah disetujui oleh Israel dalam lima tahun terakhir. Menurut Biro Pusat Statistik Israel, selama rentang waktu itu, lebih dari 9.600 unit rumah dibangun untuk pemukim Israel di wilayah pendudukan Tepi Barat. 

 
Berita Terpopuler