Anger Management: Cara Agar tidak Main Fisik Seperti Will Smith Ketika Marah

Mengekspresikan marah dengan tegas dan tidak agresif adalah cara yang paling sehat.

AP/Chris Pizzello
Will Smith (kanan) memukul presenter Chris Rock di atas panggung saat mempersembahkan penghargaan untuk film dokumenter terbaik di Oscar pada Ahad 27 Maret 2022, di Dolby Theatre di Los Angeles.
Rep: Shelbi Asrianti Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Insiden serangan fisik Will Smith terhadap presenter Chris Rock di Oscar memicu berbagai perdebatan dan perbincangan. Salah satu topik diskusi yang kini hadir adalah mengenai pentingnya anger management alias cara mengelola kemarahan, sebab tindakan Smith yang menampar Rock dianggap sebagai bentuk kemarahan yang tidak sehat.

Baca Juga

Psikoterapis Inggris Mike Fisher menjelaskan, kemarahan yang tidak sehat ialah ketika seseorang bertindak dalam keadaan marah tanpa memikirkan konsekuensi dari tindakannya. Hal tersebut yang ditunjukkan Smith di ajang Oscar 2022.
 
Pakar di bidang anger management itu mengatakan bahwa mengekspresikan kemarahan bukan hal yang salah. Akan tetapi, dia juga menekankan pentingnya mengelola kemarahan sebelum hal tersebut meningkat menjadi kekerasan.
 
Fisher menggambarkan kondisi alternatif di mana Smith bisa saja menarik Chris Rock ke samping setelah menyampaikan lelucon atau Smith memberi istrinya pilihan dan ruang untuk melakukan itu sendiri. Nyatanya, Smith langsung reaktif dengan ucapan Rock dan menyerang secara fisik.
 
Agar kemarahan bisa dikelola, Fisher merekomendasikan teknik pertolongan pertama untuk mengatasinya. "Berhenti. Pikirkan. Lihatlah gambaran yang lebih besar. Dan pikirkan konsekuensinya," ujar Fisher, dikutip dari laman Fox News, Jumat (1/4/2022).
 
Psikolog Dannielle Haig beranggapan Smith berhak untuk marah. Akan tetapi, menjauh dari sumber emosi akan membuatnya memiliki respons kemarahan yang jauh lebih baik, mungkin ditindaklanjuti dengan percakapan pribadi dengan Rock untuk membahas mengapa lelucon yang dia lontarkan tidak pantas.
 
Mengidentifikasi pemicu kemarahan dapat membantu mencegah ledakan emosi. Begitu seseorang tahu apa yang menyebabkan agresi, dia dapat mulai mencari cara untuk menyelesaikan masalah itu.
 
Ada baiknya saat marah seseorang menjauhkan diri dari situasi yang memberi stimulasi secara emosional. Haig mengatakan, semua orang bertanggung jawab atas pikiran dan perilaku masing-masing.
 
"Kita tidak bisa mengendalikan orang lain atau dunia di sekitar kita. Kita hanya bisa mengendalikan respons kita. Mengambil tanggung jawab atas pilihan sikap Anda adalah pembebasan yang luar biasa dan memberi Anda rasa otonomi yang lebih besar atas hidup Anda," kata Haig.

Menurut American Psychological Association, ketika seseorang marah, detak jantung, tekanan darah, dan hormon energi (seperti adrenalin) dalam tubuh meningkat. Sebagian besar orang yang marah lazimnya melakukan tiga opsi tindakan, yakni mengekspresikannya, menekannya, atau menenangkan diri.
 
Mengekspresikan perasaan marah dengan cara yang tegas dan tidak agresif adalah cara paling sehat. Kemarahan juga bisa ditekan ketika seseorang berhenti memikirkannya.
 
Menenangkan artinya mengarahkan emosi negatif menjadi sesuatu yang positif. Akan tetapi, jika respons itu tidak dieksternalisasikan, kemarahan dapat muncul pada diri sendiri, menyebabkan tekanan darah tinggi atau depresi.
 
American Psychological Association merekomendasikan untuk meredakan situasi dengan menarik napas dalam-dalam, berimajinasi tentang sesuatu yang menenangkan, serta melatih otak untuk berpikir dari perspektif berbeda. Caranya, dengan bicara dengan diri sendiri.
 
Misalnya, alih-alih mengatakan pada diri sendiri bahwa situasi yang ada mengerikan dan semuanya hancur, seseorang bisa lebih bijak. Katakan pada diri sendiri bahwa situasi yang memicu kemarahan memang membuat kesal dan frustrasi, tetapi itu bukan akhir dari dunia dan marah tanpa kendali tidak akan memperbaikinya.

 

 
Berita Terpopuler