Gangguan Irama Jantung Juga Bisa Usik Anak, Bagaimana Cara Mendeteksinya?

Gangguan irama jantung bisa terjadi pada anak, bisa terdeteksi sejak dalam kandungan.

EPA
Bayi prematur di dalam inkubator. Bukan hanya karena kelahiran prematur, faktor genetik juga bisa menyebabkan anak mengalami aritmia alias gangguan irama jantung.
Rep: Rahma Sulistya Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gangguan irama jantung atau aritmia merupakan kondisi tidak normal yang membuat kerja jantung tidak optimal. Hal ini perlu diperhatikan, khususnya pada anak, terutama bayi lahir prematur.

Bukan hanya karena kelahiran prematur, faktor genetik juga bisa menyebabkan anak mengalami aritmia. Spesialis jantung dan pembuluh darah Heartology Cardiovascular Center, dr Dicky Armein Hanafy, menjelaskan cara deteksi awal aritmia.

Yang harus diperhatikan dulu adalah faktor keturunan. Jika ada anggota keluarga yang mengalami aritmia maka anak harus segera diperiksakan.

Baca Juga

"Kita bisa periksakan anak atau kita periksa diri kita dulu, ada masalah nggak sama kita. Tapi, kalau kelainan bawaan atau kelainan kongenital itu bisa saja terjadi secara sporadis," ujar dr Dicky dalam webinar bertajuk "Gangguan Irama Jantung pada Anak", dikutip Jumat (25/2/2022).

Umumnya, aritmia bisa dideteksi dari bayi, yakni ketika detak jantungnya lambat. Gangguan tersebut bisa terdeteksi saat buah hati masih berada dalam kandungan melalui USG oleh dokter jantung spesialis anak.

Di samping itu, ada juga aritmia yang baru muncul setelah anaknya berusia tiga atau lima tahun, kondisi yang mungkin tidak terdeteksi saat di kandungan. Dr Dicky mengingatkan orang tua untuk memantau tumbuh kembang anaknya.

"Jangan anak dibiarkan tumbuh tanpa dipantau apakah berat badannya naiknya baik, makanannya baik. Jangan salahkan anaknya yang nggak mau makan, tapi dicari tahu kenapa anaknya nggak mau makan. Karena hampir semua anak itu pasti mau makan," ujar dr Dicky.

Menurut dr Dicky, orang tua perlu mencari tahu penyebab anak tidak mau makan, apakah ada infeksi atau ada penyakit lain, termasuk aritmia. Anak yang mengalami masalah tumbuh kembang perlu mendapatkan pemeriksaan.

"Tapi jangan terlalu takut juga karena hampir 99 persen anak lahir dan tumbuh itu tidak ada kelainan jantung," kata dr Dicky.

Kelainan jantung tidak tertutup kemungkinannya akan muncul beberapa tahun kemudian atau bahkan saat remaja, meskipun risikonya lebih rendah dan bisa ditangani lebih mudah. Jenis aritmia yang dialami anak-anak adalah takikardia (detak jantung cepat), bradikardia (detak jantung lambat), sindrom Q-T panjang, dan sindrom Wolff-Parkinson-White.

Dulu, satu-satunya cara mengatasi aritmia hanyalah diberikan obat-obatan, namun sekarang ada pilihan terapi lain bagi pasien, yakni dengan ablasi frekuensi radio yang menggunakan sebuah instrumen kecil dengan energi panas untuk menghancurkan sirkuit listrik yang tidak normal penyebab aritmia.

Tindakan ablasi 3 dimensi dilakukan dengan menggunakan HD Grid 3D Mapping System. Teknologi ini diyakini memberikan paradigma baru dalam pemetaan aritmia, baik yang simpel maupun kompleks.

Paradigma lama menggunakan kateter bipolar, sedangkan HD Grid menggunakan kateter multipolar dan multidirectional. Pendekatan baru ini dapat mendeteksi gap (celah) yang tidak terlihat oleh kateter bipolar.

"Selain itu, teknologi pemetaan ini menggabungkan pemetaan magnetik dan impedans secara bersamaan, yang memungkinkan tindakan kateter ablasi dilakukan dengan tingkat presisi dan akurasi yang tinggi," jelas dr Dicky.

Bukti klinis menunjukkan bahwa penggunaan HD Grid mampu menurunkan tingkat kekambuhan menjadi hanya sekitar lima hingga 10 persen setahun pasca tindakan, yang artinya lima sampai enam kali lipat lebih baik dibanding teknologi yang lama. Kelebihan lainnya ialah waktu tindakan yang bisa lebih cepat.

Pada aritmia dengan detak jantung lambat, penggunaan obat-obatan umumnya tidak efektif sehingga perlu dilakukan pemasangan alat pacu jantung permanen (permanent pacemaker/PPM). Pada anak, umumnya tindakan ini menjadi lebih sulit karena besarnya ukuran pacemaker.

Dengan perkembangan teknologi, saat ini sudah tersedia alat pacu jantung yang lebih kecil dan tanpa kabel (leadless pacemaker). Hanya saja, kalau sudah sampai pacemaker, berarti kondisi anak berat dan alat harus dipakai seumur hidup.

"Itu menjadi keadaan akan terbawa sampai akhir hayat anak tersebut. Di sisi lain, kita mesti lihat manfaatnya, anak ini bisa beraktivitas dengan baik, risiko kematiannya rendah," ucap dr Dicky terkenal sebagai dokter dengan pengalaman dalam pemasangan leadless pacemaker terbanyak di Indonesia.

 
Berita Terpopuler