Keringat Dingin di Kaki Anak, Betulkah Itu Tanda Kelainan Jantung?

Keringat dingin di kaki selama ini diidentikkan dengan kelainan jantung.

Pexels
Kaki bayi. Ketika kaki anak teraba berkeringat dingin, sebaiknya periksakan ke dokter.
Rep: Rahma Sulistya Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selama ini, banyak orang tua meyakini bahwa keringat dingin di kaki menandai adanya kelainan jantung pada anaknya. Menurut dokter, kenyataannya tidak selalu seperti itu.

"Kaki dingin biasa terjadi pada anak, misalnya karena anak kurus atau kurang aktif," ujar dokter spesialis jantung dan pembuluh darah dari Heartology Cardiovascular Center, Dicky Armein Hanafy, dalam webinar, Sabtu (19/2/2022).

Dr Dicky menyarankan orang tua untuk memeriksakan anaknya ke dokter ketika mendapati kaki anaknya dingin. Namun, ia menyerukan untuk tidak panik.

Jika semua baik saat diperiksa, maka tidak perlu merasa kekhawatiran berlebih. Menurut dr Dicky, kemungkinan adanya suatu kelainan jantung itu sangat kecil.

"Walaupun begitu, ada juga beberapa kelainan jantung yang membuat tangan atau kaki jadi dingin," jelasnya.

Jika memang ada kelainan, maka anak harus segera diterapi. Persoalannya, menurut dr Dicky, asuransi kesehatan di Indonesia, termasuk BPJS Kesehatan, masih belum menanggung penyakit kelainan jantung ini karena dianggap sebagai kelainan bawaan.

"Itu hal yang menurut saya kurang baik untuk asuransi di Indonesia," kata dr Dicky seraya menyebut hanya RS Jantung Harapan Kita dan RSUPN Cipto Mangunkusumo yang bisa menangani kelainan jantung bawaan pada anak.

Salah satu tindakan yang dilakukan untuk kelainan irama jantung (aritmia) adalah pemasangan alat pacu jantung permanen. Permanent pacemaker (PPM) saat ini sudah ada yang ukurannya lebih kecil dan tanpa kabel (leadless pacemaker).

Baca Juga

Dr Dicky mengatakan, dokter akan menjelaskan manfaat dan risiko dari pemasangan alat tersebut sebelum tindakan. Jika alat tidak dipasang, tumbuh kembang anak bisa terganggu, misalnya, anak jadi kurang mampu dalam belajar.

Menurut dr Dicky, risiko utama jika alat tidak dipasang ialah anak bisa meninggal. Memasang alat pacu jantung dapat menekan risiko tersebut.

"Memang meninggal di tangan Allah, kita kan hanya bisa lihat statistik, bahwa pasien dengan kelainan begini kalau tidak dipasang alat pacu jantung, ada sekian persen yang mengalami kematian. Nah itu yang kita hindari, namanya juga kita usaha kan,” ucap dr Dicky.

Menurut dr Dicky, gangguan irama jantung akibat aritmia juga ada yang bisa disembuhkan. Misalnya dengan teknik ablasi.

"Umumnya pasien yang sudah sembuh dengan ablasi tidak memerlukan pemeriksaan rutin," tuturnya.

Sementara itu, anak yang dipasang alat pacu jantung harus dipantau setiap enam bulan. Umumnya, alat harus diganti setiap 10 tahun.

"Karena alat itu buatan manusia, bisa ada kemungkinan malafungsi, pergeseran kabel, atau baterainya habis, jelas dr Dicky.

 
Berita Terpopuler