H Gusti Abdul Muis, Dai Inspiratif dari Borneo (III-Habis)

H Gusti Abdul Muis selalu meluangkan waktu untuk menulis.

Republika
Ulama sangat berperan dalam pembinaan umatnya (Ilustrasi)
Rep: Muhyiddin Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, JAKARAT --  Bagi kaum Muslimin, khususnya warga Muhammadiyah di Kalimantan, sosok Haji Gusti Abdul Muis barangkali cukup masyhur. Hingga akhir hayatnya, keturunan Pangeran Antasari itu terus berkhidmat di organisasi masyarakat (ormas) tersebut. Walaupun sibuk dalam membesarkan persyarikatan, figur yang lahir pada 1919 di Samarinda itu selalu meluangkan waktu untuk menulis.

Baca Juga

Ada banyak buku dan naskah tulisan karyanya. Di antara buah tangannya itu, tidak sedikit yang membahas perihal tasawuf. Beberapa kitab tulisannya yang mengindikasikan hal itu ialah, Mengenal Tasawuf, Tauhid dan Ma'rifat, Iman dan Bahagia, Insan, Asy-Sifaah, serta Tawassul wal Wasilah.

Menurut H Abdul Muis, tasawuf bertitik tolak pada ajaran Islam. Paradigma itu lahir karena adanya dorongan cinta dan peningkatan tak wa kepada Allah SWT. Para pelopornya ialah kaum ulama, baik yang pakar hadis, tafsir Alquran, fikih (syariat), maupun tauhid.

Abdul Muis menjelaskan, peletak dasar-dasar tasawuf Sunni adalah al- Qusyairi, yang menghendaki agar para salik selalu mengikuti tuntunan Alquran dan hadis. Lantas, Imam al- Ghazali meneruskan ide-ide tersebut.Sang Hujjatul Islam berjasa terutama dalam membawa tasawuf kepada fakta-fakta dasar dan sejarahnya.

 

 

Tujuan al-Ghazali mencari penyelesaian masalah kerohanian pribadinya sendiri dalam mencari kebenaran, tetapi dalam usahanya itu ia telah berhasil menolong ribuan orang lain, dalam usaha mereka dalam mencari kebenaran yang sama.

Abdul Muis mengatakan, kebenaran itu ditemukannya pada cara hidup sufi yang diterapkan sesuai dengan ajaran Islam yang benar. Menurut dia, al-Ghazali telah berhasil menyelaraskan antara ajaran tasawuf dan syariat.

Abdul Muis memandang, sesungguhnya ajaran Islam dapat diamalkan secara totalitas. Tidak benar bahwa kewajiban-kewajiban yang telah disampaikan dalam Alquran dan Sunnah Nabi SAW tidak lagi berlaku bagi orang dengan maqamtinggi, semisal wali. Pandangan yang mengabaikan kewajiban syariat adalah sesat lagi menyesatkan.

Di tengah kesibukan dalam menulis dan mengajar, Abdul Muis juga merupakan sosok kepala keluarga yang baik. Ia dikenal memiliki kepribadian yang rendah hati, sederhana, suka bersedekah, tegas, dan tidak suka marah-marah.Selain itu, ia juga memiliki sikap toleran dengan yang berbeda paham dengannya. Sikap inilah yang membuat semua orang suka mendengar ceramahnya meskipun bukan warga Muhammadiyah.

 

Setelah banyak mengabdikan hidupnya untuk kepentingan agama dan bangsa, Kiai Abdul Muis akhirnya dipanggil oleh Allah SWT. Ia wafat pada 27 September 1992 di Banjarmasin da lam usia 73 tahun. Ia meninggalkan sembilan orang anak dan 13 cucu. Jenazahnya dimakamkan di Kuburan Muslimin Banjarmasin.

 
Berita Terpopuler