Melancong ke Antariksa, Manusia Bisa Kena Anemia Luar Angkasa

Efek anemia luar angkasa baru terasa ketika mendarat kembali ke Bumi.

republika
Inspiration4, misi luar angkasa warga sipil pertama SpaceX. Perjalanan ke antariksa dapat membuat manusia mengalami anemia luar angkasa.
Rep: Rahma Sulistya Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah studi pertama di dunia mengungkapkan bagaimana perjalanan ke antariksa dapat menyebabkan rendahnya jumlah sel darah merah manusia. Fenomena ini dikenal sebagai anemia luar angkasa.

Menurut sebuah analisis terhadap 14 astronaut, tubuh mereka menghancurkan 54 persen lebih banyak sel darah merah di luar angkasa daripada biasanya di Bumi. Hasil studinya diterbitkan di jurnal Nature Medicine.

"Anemia luar angkasa secara konsisten telah dilaporkan ketika astronot kembali ke Bumi sejak misi luar angkasa pertama, tetapi kami tidak tahu mengapa itu bisa terjadi," kata penulis utama penelitian itu, Dr Guy Trudel, dilansir Times Now News, Rabu (19/1/2022).

Menurut Trudel, studinya menunjukkan bahwa setelah tiba di luar angkasa, banyak sel darah merah yang dihancurkan. Kondisi ini berlanjut selama misi astronaut berjalan.

Sebelum penelitian ini, anemia ruang angkasa dianggap sebagai adaptasi cepat terhadap cairan yang berpindah ke tubuh bagian atas astronaut ketika mereka pertama kali tiba di luar angkasa. Astronaut akan kehilangan 10 persen cairan di pembuluh darah mereka dengan cara ini.

Semula astronaut diperkirakan akan dengan cepat menghancurkan 10 persen sel darah merah mereka untuk mengembalikan keseimbangan. Kontrol sel darah merah kembali normal setelah 10 hari di luar angkasa.

Sebaliknya, tim Dr Trudel menemukan bahwa penghancuran sel darah merah adalah efek utama berada di luar angkasa, bukan hanya disebabkan oleh perpindahan cairan. Mereka mendemonstrasikan ini dengan langsung mengukur penghancuran sel darah merah pada 14 astronot selama misi luar angkasa enam bulan.

Baca Juga

Di Bumi, tubuh manusia membuat dan menghancurkan dua juta sel darah merah setiap detik. Para peneliti menemukan bahwa astronaut menghancurkan 54 persen lebih banyak sel darah merah selama enam bulan mereka berada di luar angkasa atau tiga juta setiap detik.

Hasil ini sama untuk astronaut perempuan dan laki-laki. Di laboratorium Dr Trudel di University of Ottawa, Kanada, tim mampu mengukur secara tepat sejumlah kecil karbon monoksida dalam sampel napas dari para astronaut.

Satu molekul karbon monoksida diproduksi setiap kali satu molekul heme, pigmen merah tua dalam sel darah merah, dihancurkan. Walaupun tim tidak mengukur produksi sel darah merah secara langsung, mereka berasumsi bahwa para astronaut menghasilkan sel darah merah ekstra sebagai kompensasi sel yang mereka hancurkan.

Jika tidak, para astronaut akan berakhir dengan anemia parah. Mereka akan memiliki masalah kesehatan besar di luar angkasa. "Syukurlah, memiliki lebih sedikit sel darah merah di luar angkasa bukanlah masalah ketika tubuh tidak berbobot," kata Dr Trudel.

"Tetapi ketika mendarat di Bumi dan mungkin di planet atau bulan lain, anemia yang memengaruhi energi, daya tahan, dan kekuatan tubuh, dapat mengancam tujuan misi. Efek anemia hanya terasa begitu astronaut mendarat dan harus menghadapi gravitasi lagi," katanya.

Dalam penelitian ini, lima dari 13 astronot secara klinis menderita anemia ketika mereka mendarat. Salah satu dari 14 astronaut tidak diambil darahnya saat mendarat.

"Temuan ini spektakuler, mengingat pengukuran ini belum pernah dilakukan sebelumnya, dan kami tidak tahu apakah kami akan melakukannya untuk menemukan hal lain. Kami terkejut dan dihargai karena rasa ingin tahu kami," kata Dr Trudel yang juga seorang dokter rehabilitasi dan peneliti di Rumah Sakit Ottawa dan profesor di University of Ottawa.

 
Berita Terpopuler