UNICEF-Merck Sepakati Pemasokan 3 Juta Paket Obat Covid-19

Obat Covid-19 akan didistribusikan ke 100 negara dengan ekonomi menengah ke bawah.

Merck & Co. via AP
Foto yang dirilis oleh perusahaan farmasi Merck & Co menunjukkan obat antiviral mereka, molnupiravir.
Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, BENGALURU -- Merck & Co Inc beserta perusahaan farmasi mitranya, Ridgeback Biotherapeutics pada Selasa (18/1/2022) mengatakan telah menandatangani perjanjian dengan Dana Anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) untuk penyediaan hingga tiga juta paket pil anti COVID-19. Merck akan memasok obat antiviral tersebut, molnupiravir, kepada UNICEF sepanjang semester pertama 2022.

Baca Juga

Obat ini kemudian didistribusikan ke lebih dari 100 negara dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah, setelah ada izin penggunaan. Pil itu telah mendapat izin penggunaan dari Badan Pengawas Obat-obatan dan Makanan Amerika Serikat pada Desember.

Obat buatan Merck tersebut juga sudah mendapat izin serupa di sejumlah negara, termasuk India, Meksiko, dan Inggris.

Banyak negara sudah menandatangani pembelian molnupiravir dengan Merck. Merck bulan ini mengatakan pihaknya memperkirakan molnupiravir akan efektif mengobati penyakit yang diakibatkan oleh varian yang sangat menular, Omicron. Varian virus corona tersebut telah menyebabkan lonjakan kasus COVID-19 dan tingkat rawat inap di seluruh dunia.

Di sisi lain, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Afrika sedang melakukan pembicaraan dengan Pfizer untuk mengamankan pasokan pil antivirus COVID-19, yang dianggap penting dalam upaya memerangi virus corona. Obat bernama Paxlovid itu hampir 90 persen efektif dalam mencegah rawat inap dan kematian, dan data menunjukkan bahwa obat itu juga efektif untuk melawan varian Omicron, kata Pfizer.

"Kami sedang berdiskusi sangat dekat dengan Pfizer untuk melihat apa yang dapat dilakukan untuk membuat obat itu tersedia dan dapat diakses di benua ini, yaitu obat Paxlovid," kata Direktur CDC Afrika John Nkengasong dalam pengarahan media secara daring, Kamis (13/1/2022).

 

Pemerintah di seluruh dunia berlomba untuk membeli Paxlovid, sementara obat Molnupiravir yang diproduksi Merck menghadapi kemunduran setelah data uji coba yang mengecewakan. Meski vaksin telah menjadi senjata utama melawan COVID-19, ada harapan bahwa pil eksperimental Merck dan Pfizerdapat menjadi kunci dalam mengurangi kemungkinan kematian atau rawat inap bagi mereka yang paling berisiko mengidap penyakit parah.

Kedua obat itudapat diminum di rumah, selain di rumah sakit atau fasilitas medis. Nkengasong mengatakan memperoleh pasokan obat-obatan COVID-19 adalah salah satu dari tiga strategi utama untuk memerangi pandemi di Afrika pada 2022, selain vaksinasi dan pengujian.

Obat-obatan semacam itu akan sangat penting jika varian lain yang sangat menular muncul dan sistem kesehatan masyarakat menjadi kewalahan, kata dia. "Satu-satunya cara untuk meringankannya adalah jika kita memiliki obat-obatan seperti Paxlovid, orang dapat meminum obat itu dan tinggal di rumah dan merasa tenang, dengan begitu beban dan kendala pada sistem kesehatan tidak berat," kata Nkengasong.

Sementara negara-negara kaya, termasuk Amerika Serikat dan Inggris, telah mendapat kesepakatan untuk membeli pil tersebut, muncul kekhawatiran bahwa negara-negara berpenghasilan rendah akan tertinggal dalam upaya ini karena pasokan yang terbatas, seperti halnya dalam perebutan vaksin. Untuk mengatasi masalah harga, Pfizer telah setuju untuk mengizinkan produsen obat generik memasok versi pengobatan ke 95 negara berpenghasilan rendah dan menengah melalui perjanjian lisensi dengan kelompok kesehatan masyarakat internasional, Medicines Patent Pool (MPP).

 

Afrika telah mencatat lebih dari 10 juta kasus COVID-19 sejak awal pandemi, meskipun jumlah sebenarnya kemungkinan jauh lebih tinggi karena pengujian yang tidak merata. Nkengasong mengatakan 10 persen orang Afrika telah divaksinasi lengkap.

 
Berita Terpopuler