Menyesal Gabung ISIS, Banding Wanita AS Ditolak Mahkamah Agung

Wanita Muslim ingin kembali pulang ke AS setelah ia menyesal bergabung dengan ISIS

EPA-EFE/MICHAEL REYNOLDS
Mahkamah Agung Amerika Serikat
Rep: Kiki Sakinah Red: Esthi Maharani

IHRAM.CO.ID, WASHINGTON -- Mahkamah Agung Amerika Serikat (AS) telah menolak banding seorang perempuan Muslim yang ingin kembali pulang ke AS setelah ia bergabung dengan kelompok Negara Islam (ISIS).

Pada Senin (11/1/2022), pengadilan tertinggi Amerika menolak permohonan banding Hoda Muthana untuk masuk kembali ke negara itu, setelah dia pergi pada 2014 untuk bergabung dengan kelompok militan IS di Suriah.

Sementara itu, pengacara Muthana pada Rabu (12/1/2022) lalu mengatakan bahwa terlepas dari keputusan MA tersebut, mereka berencana untuk terus berjuang untuk wanita tersebut dan putranya yang berusia empat tahun. Mereka telah tinggal di kamp pengungsi Suriah selama hampir seumur hidup anak tersebut.

Christina Jump, yang bekerja dengan Pusat Hukum Konstitusi untuk Muslim di Amerika, mengatakan kepada Associated Press bahwa para pengacara sedang mempertimbangkan pilihan mereka.

"Kami bermaksud untuk mendukung Hoda dan putranya dan hak mereka atas kewarganegaraan. Kami berniat untuk terus bekerja atas namanya," kata Jump, dilansir di Middle East Eye, Jumat (14/1/2022).

Muthana adalah putri seorang diplomat dari Yaman yang lahir di New Jersey pada Oktober 1994. Ia kemudian tumbuh besar di Alabama, dekat Birmingham. Muthana meninggalkan AS untuk bergabung dengan ISIS pada 2014. Ketika itu, ia berusia 20 tahun dan merupakan seorang mahasiswa di University of Alabama di Birmingham. Ia menggunakan uang kuliahnya untuk diam-diam membeli tiket pesawat ke Timur Tengah.

Selama berada di sana, dia menikah dengan tiga pejuang ISIS. Dia memiliki anak dengan suami keduanya, yang tewas dalam pertempuran. Muthana kemudian melarikan diri dari wilayah yang dikuasai ISIS dan menyerah kepada pasukan Kurdi, yang menempatkannya di sebuah kamp pengungsi bersama anaknya.

Ketika dia berada di luar negeri, pihak berwenang AS berargumen bahwa Muthana, yang sekarang berusia 27 tahun, bukan warga negara AS dan mencabut paspornya pada 2016. Pada 2019, ayah Muthana mengajukan banding atas keputusan pengadilan federal yang melarangnya masuk kembali ke AS.

Muthana memang merupakan putri seorang mantan diplomat Yaman yang lahir di AS. Akan tetapi di bawah hukum AS, anak-anak diplomat yang lahir di negara itu tidak secara otomatis diberikan kewarganegaraan.


Dalam gugatannya, Ahmed Ali Muthana berpendapat keluarganya telah menyerahkan status diplomatik sebelum putrinya lahir, menjadikannya warga negara. Mereka mempertahankan Muthana yang terlebih dahulu diakui sebagai warga negara oleh Departemen Luar Negeri AS dan diberikan paspor AS pada 2004.

Dalam sebuah pernyataan kepada CNN pada 2019, Muthana mengatakan dia adalah wanita muda yang naif, pemarah, dan sombong ketika dia meninggalkan AS ke Suriah. Sejak itu, Muthana mengatakan dia sangat menyesal karena bergabung dengan ISIS.

Dia juga meminta maaf atas unggahannya yang mempromosikan kelompok ISIS. Ia menyatakan siap menghadapi konsekuensi hukum atas tindakannya jika dia kembali ke AS dan dia ingin putranya tumbuh sebagai seorang warga negara Amerika.

Pengacaranya mengatakan tim hukumnya mengalami kesulitan mempertahankan komunikasi rutin dengan Muthana karena dia tidak diizinkan memiliki ponsel sendiri di kamp tempat dia tinggal, di samping layanan internet di sana tidak lancar.

Kasus Muthana ini telah dibandingkan dengan kasus Shamima Begum, yang telah dicabut kewarganegaraan oleh Inggris pada 2019 setelah meninggalkan Inggris untuk hidup di bawah penguasaan ISIS saat remaja.

 
Berita Terpopuler