Ahli Balistik Ungkap Ada 11 Kali Tembakan di Dalam Mobil Polisi

Keterangan soal residu dinilai menguatkan dakwaan JPU tentang pelaku penembakan.

Prayogi/Republika.
Suasana sidang kasus unlawfull killling atau pembunuhan Laskar Front Pembela Islam (FPI) dengan Terdakwa yaitu Briptu Fikri Ramadhan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (18/10). PN Jaksel mengelar sidang perdana kasus unlawfull killling atau pembunuhan Laskar FPI dengan terdakwa Ipda M Yusmin Ohorella dan Briptu Fikri Ramadhan dengan agenda pembacaan dakwaan.Prayogi/Republika
Rep: Bambang Noroyono Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sidang pembunuhan, KM 50 Tol Japek mengungkapkan adanya 11 kali tembakan peluru tajam di dalam mobil Xenia B 1519 UTI milik anggota Resmob Polda Metro Jaya yang mengangkut empat anggota Laskar Front Pembela Islam (FPI). Hal tersebut dibeberkan dalam persidangan lanjutan pelanggaran hak asasi manusia (HAM), berupa unlawfull killing, yang menetapkan Briptu Fikri Ramadhan, dan Ipda Yusmin Ohorello sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Selasa (21/12).

Baca Juga

Dalam sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) masih mengajukan saksi-saksi dari kalangan ahli untuk membuktikan seluruh dakwaannya. Dua ahli dari Mabes Polri, yakni Arif Sumirat yang memiliki keahlian di bidang balistik. Satu lagi ahli perempuan, Azizah Nur Istiadah, dari bidang residu forensik.

Ahli Arif Sumirat, dalam kesaksiannya menyampaikan kepada majelis hakim, ada tiga senjata yang diajukan penyidik untuk diteliti terkait pembunuhan para pengawal Habib Rizieq Shihab (HRS) tersebut. Dari tiga senjata tersebut, dua di antaranya dipastikan menjadi barang bukti untuk menembak mati empat anggota laskar FPI saat kejadian di dalam mobil Xenia B 1519 UTI.

“Satu senjata api jenis Sig Sauer, dan CZ,” ujar Arif, di PN Jaksel, Selasa (21/12).

Dari dua jenis senjata itu, adanya kecocokan dengan sembilan selongsong peluru yang ditemukan di dalam mobil tersebut. “Empat selongsong peluru dari senjata api jenis CZ, dan lima selongsong dari senjata api jenis Sig Sauer,” terang Arif.

Kata dia, selain itu, ada dua lagi peluru yang sudah ditembakkan dari arah dalam mobil, yang tembus keluar, dan melesak sampai ke bamper mobil pada bagian depan. Dari identifikasi balistik tersebut, Arif pun ditanyai oleh Jaksa Paris Napitupulu tentang luka tembak dari jenazah empat anggota laskar FPI.

Arif mengungkapkan, dari pemeriksaan luka tembak pada jenazah, dan identifikasi selongsong peluru, dan jenis senjata yang dilakukan pada Senin (7/12), terdapat sebanyak 11 kali tembakan. “Kita identifikasi, dan kita temukan ada 11 lubang tembak masuk. Kemudian ada lubang tembak keluar ada sembilan. Dua tertinggal di bamper mobil tersebut (Xenia),” ujar Arif.

Sementara ahli residu, Azizah mengungkapkan, dari pengujian forensik, ia mendapatkan residu, sisa-sisa pembakaran mesiu dari senjata api, yang terjadi  di mobil Xenia B 1519 UT. Unsur amoniak, dan timbal tersebut, kata Azizah juga terdapat pada pakaian yang dikenakan oleh tiga anggota Resmob Polda Metro Jaya, dan para jenazah anggota Laskar FPI.

Dari dalam mobil, kata Azizah mengungkapkan, terdapat jelaga yang terkonsentrasi pada enam titik, yang tersebar hampir di setiap bagian dalam mobil nahas tersebut. “Kami ambil di jok (kursi) supir, jok supir bagian kiri, kemudian kami ambil dari bagian dashboard mobil, kemudian dari jok penumpang depan, kemudian ada di jok penumpang tengah, dan kaca belakang bagian dalam,” tutur Azizah.

“Dari enam titik yang kami ambil, lima positif (terdapat residu), satu titik pada sebagian penumpang depan, negatif residu,” sambung Azizah.

Adapun dari pakaian, ia mendapatkan residu, dari pakaian yang dikenakan oleh terdakwa anggota kepolisian, dan yang juga dikenakan para anggota Laskar FPI. Akan tetapi, jaksa, maupun Azizah tak mendesak, dan mengungkapkan hasil pengecekan residu, ataupun jelaga pada pakain Ipda Yusmin, pun juga pada bagian lengan, serta pergelangan tangan para terdakwa, maupun anggota laskar.

Padahal, mengacu salinan dakwaan JPU, di dalam Xenia B 1519 UT milik kepolisian tersebut, terdapat empat anggota Laskar FPI yang ditembak mati, dan tiga anggota Resmob Polda Metro Jaya. Empat anggota laskar tersebut, mengacu dakwaan, adalah Ahmad Sofyan alias Ambon (26 tahun), Muhammad Reza (20), dan Luthfi Hakim (25), serta Muhammad Suci Khadavi (21).

Adapun anggota Resmob Polda Metro Jaya, yang berada dalam mobil tersebut, menurut isi dakwaan JPU, yakni dua terdakwa, Briptu Fikri, Ipda Yusmin, dan Ipda Elwira Priadi yang dijadikan tersangka, namun dinyatakan mati sebelum diadili. “Penyidik mengirimkan kepada kami (ahli residu), sembilan pakaian yang terdiri atas nama Lutfhi, Elwira, Fikri, Suci, Ahmad Sofyan, atas nama M Reza, Faiz, Andi Oktavian,” ujar Azizah melanjutkan.

Keterangan dari Azizah soal residu pada pakaian, dan di banyak bagian dalam Xenia tersebut, menguatkan isi dakwaan JPU tentang pelaku penembakan sampai mati terhadap para anggota Laskar FPI tersebut. Mengacu dakwaan jaksa, Ipda Yusmin, bersama Ipda Elwira, dan Briptu Fikri membawa empat anggota FPI ke dalam sebuah mobil Xenia B 1519 UTI.

Keempat laskar, saat digiring ke dalam mobil polisi, masih dalam kondisi yang hidup. Para anggota FPI tersebut, tak diborgol, ataupun diikat. Posisi keempat anggota FPI tersebut, dalam mobil Muhammad Reza duduk jongkok di belakang paling kiri. Akhmad Sofiyan, di belakang di posisi tengah. Muhammad Suci Khadavi, berada di paling belakang di posisi kanan. Luthfi Hakim, di posisi kanan kursi tengah.

Disampingnya, di kursi tengah, membelakangi Reza, Sofyan, dan Khadavi, ada Briptu Fikri yang mengawasi keempat anggota FPI tersebut. Sementara Ipda Yusmin, sebagai pengemudi. Ipda Elwira di kursi depan sebelah kiri. Sebentar mobi jalan, Reza, yang duduk jongkok di belakang Briptu Fikri, dikatakan nekat melakukan penyerangan. Luthfi Hakim, yang duduk di sebelah Briptu Fikri, pun ikut membantu Muhammad Reza.

Keduanya, diduga berupaya merebut senjata milik Briptu Fikri. Tetapi tak berhasil. Dua anggota FPI lainnya, Akhmad Sofyan, dan Suci Khadavi, pun akhirnya turut dikatakan menyerang, ikut mengeroyok Briptu Fikri dengan menjambak. Briptu Fikri, lalu meminta tolong. Ia teriak-teriak ke arah Ipda Yusmin, dan Ipda Elwira yang berada di kursi depan.

Mendengar teriakan, Ipda Yusmin yang sedang menyetir, melihat keributan di barisan belakang. Ia memberikan aba-aba kepada Ipda Elwira. Aba-aba tersebut, pun direspons Ipda Elwira dengan menembak Luthfi Hakim. “Ipda Elwira menembak Luthfi Hakim, dengan senjatanya sebanyak empat kali,” begitu dalam dakwaan.

Luthfi Hakim, pun tewas seketika dengan luka tembak di bagian dada depan. Tembakan tersebut, membuat peluru menembus tubuh Luthfi Hakim, dengan bukti adanya bekas hantaman peluru tajam di pintu bagasi belakang Xenia. Ipda Elwira juga menembak mati Akhmad Sofiyan yang duduk di belakang tengah sebanyak dua kali tembakan. Peluru juga menembus dada Akhmad Sofiyan.

Setelah penembakan yang dilakukan Ipda Elwira, kondisi Briptu Fikri yang sebelumnya dalam pengroyokan, sudah dalam posisi aman terlepas dari cekikan, dan jambakan. Tersisa dua anggota laskar FPI yang masih hidup. Yakni, Muhammad Suci Khadavi, dan Muhammad Reza. Keduanya, pun dikatakan dakwaan, sudah tak melakukan perlawanan. Namun Briptu Fikri menghabisi nyawa dua laskar FPI tersisa itu. “Entah apa yang ada dalam benak Briptu Fikri, tanpa rasa belas kasihan, dengan sengaja merampas nyawa orang lain,” begitu isi dakwaan.

Briptu Fikri, dikatakan jaksa membalikkan badannya mengarah ke kursi belakang tempat Muhammad Reza, dan Suci Khadavi berada. Menurut dakwaan dengan jarak hanya beberapa sentimeter, menembakkan senjatanya dua kali ke dada Muhammad Reza sampai peluru tertembus ke pintu bagasi belakang. Dan selanjutnya, mengarahkan senjata apinya ke Suci Khadavi, dan menembak sebanyak tiga kali di dada kiri yang juga tertembus.

Atas perbuatan Briptu Fikri, Ipda Yusman keduanya dibawa ke pengadilan untuk pertanggungjawaban hukum. Sementara Ipda Elwira, meskipun statusnya adalah tersangka dalam kasus pembunuhan laskar FPI tersebut, tetapi tak diajukan ke pengadilan lantaran sudah dinyatakan tewas akibat kecelakan sebelum kasusnya limpah perkara. Di pengadilan, tim jaksa penuntut umum, dalam dakwaannya, menjerat Ipda Yusman, dan Briptu Fikri dengan Pasal 338, dan Pasal 351 ayat (3) KUH Pidana, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana dengan ancaman pidana 15, dan tujuh tahun penjara.

 
Berita Terpopuler