Dilaporkan ke Propam Polri, Kapolda Sumbar Geram: LBH Sok Suci!

Irjen Suharyono mengeklaim sebagai pembela kebenaran dan tuding balik LBH Padang.

Republika.co.id
Kapolda Sumatra Barat (Sumbar) Irjen Suharyono (kanan).
Rep: Bambang Noroyono Red: Erik Purnama Putra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapolda Sumatra Barat (Sumbar) Irjen Suharyono tak mempersoalkan aksi pelaporan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang dan Tim Advokasi Koalisi Masyarakat Sipil Anti Penyiksaan yang melaporkannya ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) serta Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri.

Baca Juga

Pelaporan tersebut terkait dengan dugaan pelanggaran kode etik para petinggi Polda Sumbar dalam pengusutan kasus kekerasan dan penyiksaan yang diduga menjadi penyebab kematian anak AM (13 tahun). Suharyono menegaskan, dirinya sebagai otoritas kepolisian tertinggi di Sumbar bertanggungjawab atas seluruh proses pengusutan kasus kematian AM.

"Silakan," kata Suharyono melalui pesan singkat kepada wartawan di Jakarta, Rabu (3/7/2024). "Saya bukan pelaku kejahatan. Saya pembela kebenaran," ujar peraih Adhi Makayasa Akpol 1992 tersebut.

Suharyono melalui pesannya tersebut juga 'menyerang' balik aksi pelaporan LBH Padang bersama-sama kelompok koalisi sipil di Jakarta itu. Dia menuding, kelompok pelapor adalah kalangan yang merasa benar sendiri. Bahkan, ia menyebut, mereka sebagai kelompok masyarakat yang merasa tak pernah salah.

"LBH sok suci! Dia mengatur skenario dan alibi sedemikian rupa. Seolah-olah prediksinya yang paling benar," kata Suharyono menegaskan. Hal tersebut yang semakinmembuatnya tetap 'mengeraskan' pendirian dan keyakinan bahwa proses hukum terkait kasus dugaan kekerasan dan penganiayaan yang diduga dilakukan oleh personel Shabara Polda Sumbar sudah di jalur benar.

Suharyono juga menegaskan, kematian anak AM yang selama ini disebut-sebut oleh LBH Padang lantaran mengalami kekerasan dan penganiayaan, merupakan spekulasi tanpa bukti. Dia pun siap menerima konsekuensi pernyataannya tersebut.

"Kami bertanggungjawab, bahwa kami yakini berdasarkan kesaksian dan barang bukti yang kuat, Afif Maulana (AM) melompat ke sungai untuk mengamankan diri sebagaimana ajakannya ke (saksi-korban) Adhitya (A). Bukan karena dianiaya polisi. Itu keyakinan kami," ujar Suharyono.

Dia menuduh, spekulasi tanpa fakta maupun alat bukti yang dikoarkan oleh LBH Padang maupun aliansi lainnya terkait kematian anak AM, seperti menafikkan kualitas maupun profesionalitas penyidik kepolisian. Padahal, jajarannya sudah profesional dalam berusaha mengungkap kasus kematian AM yang ditemukan di bawah Jembatan Kuranji, Kota Padang.

Suharyono lagi-lagi menuding, LBH Padang maupun kelompok aliansi telah melakukan 'penghinaan' terhadap institusi kepolisian. Dia pun siap membela lembaga yang telah membesarkannya itu. "Kalau institusi kami diinjak-injak, dan dipojokkan, ya siapa yang tidak marah," kata mantan direktur intelijen keamanan Polda Kepulauan Riau tersebut.

 

Lapor Propam dan Bareskrim...

Tim Advokasi Koalisi Masyarakat Sipil Antipenyiksaan melaporkan Irjen Suharyono ke Divisi Propam Polri terkait dugaan pelanggaran etik dalam pengusutan kasus kematian tak wajar yang dialami anak AM di Kota. Kelompok advokasi tersebut juga mengajukan permohonan kepada Kapolri Listyo Sigit Prabowo untuk mengirimkan tim pengawasan internal.

Nantinya, mereka ditugaskan dalam proses penyelidikan dan penyidikan kasus kekerasan serta penyiksaan yang diduga menjadi pemicu kematian anak AM. Kepala Divisi Hukum Kontras Andri Yunus ingin agar semu yang terlibat, baik di Polda Sumbar maupun Polresta Padang ikut diperiksa.

Baca: KSAD Bangun Mess Bintara dan Tamtama untuk Pengemudi di Mabesad

"Kami yang tergabung dalam Tim Advokasi Koalisi Masyarakat Sipil Anti Penyiksaan, pada hari ini melakukan pelaporan atas pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Kapolda Sumatra Barat, oleh Kasat Reskrim Polresta Padang, dan Kanit Jatanras dari satuan reserse Polresta Padang," ucap Andri.

Menurut dia, selain Kontras, yang tergabung dalam tim advokasi tersebut, juga termasuk Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dan LBH Padang, serta Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian (RFP). Andri menyebut,, laporan etik terhadap Kapolda Sumbar dan para bawahannya itu dilakukan karena sejumlah hal.

Namun, kata dia, utamanya masih menyangkut soal pengusutan kasus kekerasan dan penganiayaan yang diduga penyebab anak AM tewas. Selain itu, polisi juga diduga melukai anak-anak serta remaja lainnya.

"Banyak kejanggalan-kejanggalan yang dilakukan oleh para terlapor (etik) tersebut dalam pengungkapan dugaan penganiayaan dan penyiksaan yang dialami oleh almarhum anak AM, dan korban anak-anak lainnya," ujar Andri.

Baca: Pangkoarmada I: RI Harus Siaga Jaga Laut China Selatan Stabil

Adapun terkait dengan permohonan kepada Kapolri, kata Andri, agar memerintahkan Kepala Biro Pengawasan Penyidik (Karowasidik) Bareskrim Polri melakukan pengawasan terhadap proses pengungkapan kasus kekerasan. Dia ingin tindakan penganiayaan yang diduga menjadi sebab kematian anak AM, diusut tuntas

"Mengapa kami melaporkan, dan meminta pengawasan yang sifatnya insidentil, karena kami melihat, banyak kejanggalan-kejanggalan yang mengarah pada pelanggaran-pelanggaran etik dalam proses penyelidikan, dan penyidikan kematian anak AM," kata Andri.

Beragam kejanggalan...

Ragam kejanggalan tersebut, kata Andri, sudah berkali-kali disampaikan oleh LBH Padang. Pun dari hasil penyelidikan LBH Padang di lapangan, selaku pendamping hukum anak AM, dan korban kekerasan serta penganiayaan tersebut sudah disampaikan kepada Polda Sumbar untuk ditindaklanjuti ke dalam proses penyidikan. Sayangnya, kasus malah ditutup.

"Tetapi alih-alih Polda Sumbar dan jajarannya melakukan investigasi, penyelidikan, dan penyidikan, Polda Sumbar, dan jajarannya malah melakukan penggiringan-penggiringan opini yang melenceng dari pokok masalah pembunuhan anak AM menjadi seperti mencari-cari pihak-pihak yang memviralkan kasus tersebut," kata Andri kesal.

Pengusutan kematian anak AM sebetulnya sudah menemukan 17 anggota Sabhara Polda Sumbar sebagai terduga pelaku. Belasan personel kepolisian tersebut saat ini sedang menjalani proses etik.

Namun sidang internal tersebut cuma menguatkan tentang para personel yang dituduh melakukan pelanggaran prosedur dalam pengamanan dan pencegahan tawuran, yang dijadikan dalil bagi kepolisian terkait kasus kematian anak AM. Polda Sumbar juga meyakini kematian anak AM bukan karena kekerasan atau penganiayaan.

Melainkan, ia tewas akibat pelajar SMP Muhammadiyah 5 Kota Padang itu sengaja lompat ke sungai dari Jembatan Kuranji. Karena itu, Irjen Suharyono menutup kasus itu karena tuduhan penganiayaan tidak ditemukan sama sekali.

Kapolri Listyo Sigit Prabowo pada Selasa (2/7/2024) memerintahkan Kapolda Irjen Suharyono tak menutup-nutupi pengusutan kasus kematian tak wajar yang dialami anak AM. Jenderal Sigit menegaskan, jika kasus tersebut terindikasi tindak pidana, jajarannya agar mengusut tuntas kasus itu sampai ke level peradilan eksternal.

"Tim Bareskrim juga sudah kita minta untuk supervisi. Dan Kapolda saya lihat mengumumkan tahapan-tahapan proses yang sudah dilaksanakan dalam setiap temuan yang didapat," katanya.

 
Berita Terpopuler