KPK Jelaskan Tuntutan Robin Lebih Tinggi dari Juliari Meski Nominal Lebih Kecil

Stepanus Robin mengaku siap membongkar keterlibatan pimpinan KPK Lili Pintauli.

ANTARA/Aditya Pradana Putra
Terdakwa mantan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju (kiri) berbincang dengan rekannya sebelum membacakan nota pembelaan (pleidoi) dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Senin (20/12/2021). Robin meminta hakim mempertimbangkan dirinya untuk menjadi ‘justice collaborator’ dan menyatakan keberatan tuntutan 12 tahun penjara dari jaksa KPK
Rep: Rizkyan Adiyudha, Amri Amrullah Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut mantan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju dengan 12 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan atas perbuatannya. Stepanus didakwa menerima seluruhnya Rp 11,025 miliar ditambah 36 ribu dolar AS. Suap tersebut diterimanya bersama dengan pengacara Maskur Husain.

Bukan hanya itu, jaksa juga menuntut pidana pembayaran uang pengganti Rp 2,32 miliar yang wajib dibayarkan Stepanus Robin satu bulan setelah putusan pengadilan kerkekuatan hukum tetap. Namun, dalam pledoinya yang dibaca pada Senin (20/12), Robin tak terima. Ia menyebut tuntutannya tak adil karena disamakan dengan mantan menteri Sosial yang juga politikus PDIP Juliari Peter Batubara.

“Majelis Hakim Yang Mulia, saya merasakan ketidakadilan atas tuntutan 12 tahun yang diajukan oleh jaksa penuntut umum dikarenakan saya menerima uang sebesar Rp 1,8 miliar. Saya merasakan ketidakadilan jika dibandingkan dengan mantan menteri Sosial Juliari Peter Batubara yang menerima suap sebesar Rp 32 miliar yang juga dituntut 12 tahun penjara," kata Stepanus Robin saat membacakan nota pembelaan (pleidoi) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

Lama 12 tahun penjara untuk Juliari itu menjadi vonis dari pengadilan. Sedangkan, jaksa KPK sebelumnya menuntut Juliari yang telah terbukti menerima suap dalam kasus bantuan sosial (bansos) dengan 11 tahun penjara. Di pengadilan, Juliari juga terbukti menerima suap Rp 32,482 miliar.

“Saya merasakan ketidakadilan, di mana menteri tersebut adalah menteri yang jelas-jelas memiliki jabatan dan kewenangan terkait dengan pekerjaannya, dan jabatan dan kewenangannya menerima uang suap sebesar puluhan miliar rupiah tersebut yang besarnya 16 kali lipat dari yang saya terima," ujar Robin.

Dalam nota pembelaannya, Robin mengeklaim dirinya hanya melakukan penipuan dengan memanfaatkan jabatannya sebagai penyidik KPK. Namun, ia menegaskan tidak memiliki kewenangan terkait kasus-kasus dalam perkara yang menjeratnya. Robin lebih tak terima karena membandingkan kewenangannya dengan yang dimiliki Juliari. Selain itu, jumlah uang yang diterimanya jauh lebih kecil dibanding yang diterima mantan pengurus PDIP tersebut.

Namun, KPK memiliki pandangan lain soal tuntutan Stepanus yang lebih tinggi dibandingkan tuntutan yang diajukan untuk mantan menteri Sosial itu. Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri mengeklaim, setiap perkara tidak dapat disamakan satu dengan lainnya. "Karena tentu ada perbedaan fakta persidangan, alasan memberatkan maupun meringankan atas diri terdakwa," kata Ali Fikri di Jakarta, Selasa (21/12).

Baca Juga

Dia mengatakan, keterbukaan terdakwa dalam menerangkan di depan majelis hakim menjadi salah satu faktor yang meringankan. Akan tetapi, sambung dia, terdakwa eks penyidik KPK asal kepolisian itu justru bersikap sebaliknya di depan majelis hakim.

"Malah diduga sengaja menutupi peran dari pihak lain dalam hal Terdakwa Azis Syamsuddin. Kami berharap Majelis Hakim akan memutus perkara ini sebagaimana amar tuntutan tim jaksa," kata Ali.

Keterlibatan pimpinan KPK

Dalam pledoinya, Stepanus juga kembali mengungkapkan keinginannya menjadi justice collaborator (JC), untuk membongkar peran Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dalam penanganan perkara korupsi yang tengah ditangani KPK.

Pernyataan Robin tersebut, terkait keterangan saksi sekaligus terpidana mantan Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial, yang menyebut ada komunikasi dirinya dengan Lili Pintauli terkait kasus korupsi dirinya yang sedang ditangani KPK.

Dalam komunikasi M Syahrial dan Lili tersebut, muncul nama pengacara Arief Aceh, dimana Lili meminta M Syahrial menghubungi Arief Aceh untuk lebih lanjut. Dari pengakuan M Syahrial tersebut, Robin akhirnya memutuskan menjadi justice collaborator untuk mengungkap peran Lili Pintauli, sebagaimana ia sampaikan dalam pengadilan dan pledoi.

"Perlu saya sampaikan kembali permohonan justice collaborator saya, di mana saya akan membongkar peran komisioner KPK Ibu Lili Pintauli Siregar dan pengacara Arief Aceh," ujar Stepanus Robin.

Robin mengaku, kenal dengan pengacara Arief Aceh yang direkomendasikan Lili Pintauli. Robin menyebut, Pengacara Arief Aceh seperti dirinya, yang juga ikut memainkan penanganan perkara yang sedang ditangani KPK. Hanya saja, mereka berdua berbeda jalur, dimana Arief Aceh diduga memiliki hubungan dengan Lili Pintauli, sebagaimana keterangan M Syahrial.

Ia juga heran mengapa KPK tidak ikut memeriksa sebagai saksi Pengacara Arief Aceh. Padahal namanya sudah disebutkan dalam persidangan. Untuk itu, Robin juga berharap KPK berani memeriksa Wakil Ketua KPK Lili Pintauli dan Pengacara Arief Aceh tersebut. "Saya tahu Arief Aceh itu ya pengacara. Pengacara yang beracara di KPK semenjak Bu Lili Pintauli menjabat sebagai Wakil Ketua KPK, sebelumnya setahu saya belum ada," ujarnya.

Robin lalu secara tegas siap membongkar peran peran Lili Pintauli dan Arief Aceh apabila JC nya menjadi pertimbangan majelis hakim. Robin menyebut ini demi keadilan yang juga harusnya ditegakkan. "Saya akan bongkar, saya akan bongkar beberapa kasus yang melibatkan dia. Saya akan bongkar, dia harus masuk penjara," tegas Robin.

 
Berita Terpopuler