IDAI Ingatkan Covid Bisa Timbulkan Komplikasi Hebat pada Anak

Pemberian vaksinasi Covid-19 ke anak merupakan bagian dari hak hidup anak.

Antara/Aji Styawan
Vaksinator menyuntikkan vaksin COVID-19 dosis pertama vaksin Sinovac kepada siswa di SD Negeri Bulusan, Tembalang, Semarang, Jawa Tengah, Selasa (21/12/2021). Dinas Kesehatan Kota Semarang menargetkan vaksinasi kepada sebanyak 165.185 anak usia 6-11 tahun di satuan pendidikan atau sekolahan secara bertahap dari siswa sekolah negeri maupun swasta sebagai upaya mendukung program pemerintah menuju kekebalan komunal (Herd Immunity).
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dian Fath Risalah, Antara

Sejak pekan lalu, anak-anak usia 6-11 tahun menjadi sasaran vaksinasi Covid-19. Secara keseluruhan sebanyak 26,5 juta anak usia 6-11 tahun akan divaksinasi Covid-19 dua dosis.

Anggota Satgas Imunisasi IDAI (Ikatan Dokter Indonesia), Cissy RS Prawira Kartasasmita, mengatakan, meskipun bergejala ringan jika terkena virus Covid-19, anak-anak rentang usia 6-11 tahun tetap harus mendapat perhatian. “Angka kasus Covid-19 pada anak meningkat pada tahun kedua apalagi dengan adanya varian baru Delta dan Omicron sehingga anak perlu mendapatkan perlindungan, salah satunya dengan vaksinasi,” ujarnya dalam diskusi daring, Selasa (21/12).

Ketua Pokja Imunisasi PERALMUNI itu menegaskan, meski bergejala ringan namun Covid-19 juga bisa menimbulkan komplikasi berat yang bisa meninggalkan bekas pada anak. Terutama bila terjadi gangguan organ. Dengan vaksinasi, lanjutnya, maka anak akan lebih kuat imunitasnya.

"Kalau pun terkena Covid-19 maka gejalanya lebih ringan," ujarnya.

Ia juga mengingatkan bahwa anak-anak berpotensi menularkan virus corona kepada orang lain di lingkungannya. Misalnya ke anak di bawah 6 tahun yang belum bisa divaksin Covid-19 serta lansia dengan komorbid. Karena itu, ia meminta masyarakat menyegerakan vaksinasi anak-anak.

Sejumlah persiapan yang perlu dilakukan untuk vaksinasi anak di antaranya anak harus dalam kondisi sehat. “Vaksin akan dijadwalkan oleh sekolah atau puskesmas. Malamnya cukup tidur. Anak juga harus diberi tahu akan divaksinasi. Umumnya anak-anak sudah tahu karena biasanya sudah ada program imunisasi rutin di sekolah,” terang Cissy.

Ia juga menambahkan, bahwa anak jangan ditakut-takuti melainkan harus diedukasi terkait fungsi vaksinasi. “Orang tua kalau perlu membawa catatan imunisasi yang sudah ada supaya bisa ditulis di buku imunisasi apa saja yang sudah diperoleh anak,” pesan Cissy.

Sama seperti dewasa, setelah divaksinasi anak belum diperbolehkan langsung pula karena harus diobservasi selama 30 menit. Kejadian ikutan pasca imunisasi atau KIPI anak umumnya sama seperti dewasa.

“Ada dua KIPI, yaitu lokal dan umum. Lokal umumnya sakit bengkak di tempat suntikan. Sedangkan umum antara lain rasa lelah, anak kurang aktif, rasa dingin, atau mual. Namun gejala ini bisa muncul bisa tidak,” ujarnya.

Sepulangnya ke rumah orang tua juga disarankan tetap mengobservasi anak. “Kalau anak tidur seharian pasca imunisasi itu tidak normal, jadi harus segera dilaporkan. Kalau demam tidak tinggi, tidak usah diberi obat. Namun jika demam tinggi boleh diberikan obat penurun demam.

Cissy tidak menganjurka anak diberikan obat sebelum ada demam atau sebelum suntikan. Ia menambahkan anak juga dapat diminta menggerakkan area bekas suntikan agar jika timbul bengkak lekas mereda.

Tentang keamanan vaksin, Cissy menyatakan, vaksin anak-anak aman karena sudah melalui tahapan uji klinis sama halnya dengan vaksin untuk dewasa. "Vaksin untuk anak usia 6-11 tahun sudah mendapat izin penggunaan darurat dari Badan POM, yaitu vaksin Sinovac. Hal ini tentunya sudah memenuhi kriteria aman dan berkhasiat,” tegasnya.

Selain itu, vaksin ini sudah memenuhi berbagai tingkat penelitian dan pemakaian jutaan dosis di semua kelompok usia. ITAGI (Indonesian Technical Advisory Group on Immunization) dan IDAI sudah merekomendasikan vaksin Sinovac untuk anak 6-11 tahun. Program vaksinasi anak telah dimulai dengan kick off pada 14 Desember di wilayah yang memenuhi kriteria dan akan dilanjutkan di daerah-daerah lain secara bertahap.



Baca Juga

Ahli epidemiologi dari Poltekkes Pontianak Kalimantan Barat Malik Saepudin mengatakan, perluasan target masyarakat yang divaksinasi seperti anak-anak bertujuan, salah satunya, mencegah varian baru Covid1-19 meluas. Menurutnya, dengan semakin banyak masyarakat yang sudah divaksin, tentu memperkecil penyebaran virus tersebut di tengah masyarakat.

"Varian baru Omicron berisiko terhadap anak-anak dan balita serta kelompok rentan lainnya, sehingga sasaran vaksin diperluas pada kelompok umur anak-anak dan balita," tuturnya.

Ia menjelaskan Omicron sebagai varian baru telah ditandai para ilmuwan karena jumlah mutasi yang tinggi. Virus pada varian ini juga dikenal lebih kebal/resisten terhadap vaksin, termasuk meningkatkan penularan dan menyebabkan gejala yang lebih parah.

Malik melanjutkan dari bukti awal menunjukkan peningkatan risiko infeksi ulang dengan varian ini, lalu menyebabkan peningkatan penularan serta kematian dan bahkan dapat memengaruhi efektivitas vaksin. "Karena itu WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) telah menetapkan varian Omicron ditetapkan sebagai variant of concern (VOC)," katanya.

Namun, kata dia, keberadaan antibodi yang terbentuk dari dua sumber yakni pemberian vaksin dosis dua kali dan pembentukan antibodi secara alamiah dalam tubuh dapat bekerja secara efektif dalam menetralkan virus dengan varian ini. Ia menambahkan peningkatan kasus untuk varian ini terjadi karena adanya penurunan dalam pengujian, penelusuran, pelacakan, dan isolasi, serta target vaksin yang belum mencapai 70 persen, khususnya di kalangan usia muda, karena kasus didominasi usia muda.

"Jadi pencapaian target vaksin dosis ke-2 lebih dari 70 persen menjadi hal yang sangat penting dan mendesak," kata Malik.

Psikolog anak Seto Mulyadi menegaskan, betapa pentingnya vaksinasi Covid-19 diberikan kepada anak. Karena, vaksinasi merupakan pemenuhan hak anak untuk bisa tumbuh dan berkembang dengan baik.

Pengertian tersebut, menurutnya, harus dikampanyekan terus-menerus guna menghapus keraguan orang tua akan pentingnya vaksinasi anak. Dalam hal ini ia menyayangkan bahwa kadang justru orang tua yang menjadi penghalang vaksinasi bagi anak.

“Kadang orang tua yang menghalangi karena berbagai hoaks. Karenanya penjelasan kepada orang tua perlu diberikan agar mereka tidak lagi percaya hoaks dan mau mengizinkan anak untuk divaksinasi Covid-19,” tutur Kak Seto, sapaan akrab Seto Mulyadi, Senin (20/12).

Bila perlu, menurutnya, dapat dengan pendekatan khusus dari RT dan RW, juga informasi resmi dari pemerintah. Dalam hal ini, pemberdayayaan kerukunan RT dan RW harus dapat ditingkatkan. KakSeto menekankan, bahwa gotong royong melawan hoaks di antara masyarakat tersebut juga perlu diupayakan.

“Orang tua diharapkan akhirnya terbuka dan bersinergi bersama,” tambahnya.

Selain itu, pendekatan kepada anak dengan bahasa anak juga perlu. Bahkan, anak yang sudah paham selanjutnya juga dapat membantu meyakinkan orang tua. Kak Seto juga menekankan bahwa saat ini, hal penting untuk anak adalah hak hidup dan hak sehat, termasuk sehat mental.

“Dengan anak gembira, maka resiliensi (daya lenting) akan naik, imun kuat. Sedangkan anak yang depresi mudah sakit, itu malah kontraproduktif di masa pandemi sekarang ini,” ujar Kak Seto.

Vaksinasi Covid-19 anak usia 5-11 tahun. - (Republika)

 
Berita Terpopuler