Laporan: Spaces Twitter Dipenuhi Ujaran Kebencian dan Ekstremisme

Nasionalis kulit putih hingga aktivis antivaksin penuhi Spaces Twitter.

twitter
Spaces Twitter. Ujaran kebencian dan ekstremisme, termasuk dari nasionalis kulit putih dan aktivis antivaksin, memenuhi Spaces Twitter.
Rep: Meiliza Laveda Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketika media sosial berjuang mengawasi konten berbahaya, fitur obrolan langsung atau Spaces Twitter terus dibanjiri ujaran kebencian dan ekstremisme. Nasionalis kulit putih hingga aktivis antivaksin dilaporkan telah membuat Spaces.

The Washington Post melaporkan pada Jumat (11/12), ratusan orang telah mendengarkan obrolan audio langsung yang ofensif. Pengguna Twitter telah membuat komentar menghina tentang Muslim Syiah, orang kulit hitam Amerika, dan menyebarkan informasi yang salah di Spaces.

Twitter memungkinkan pengguna untuk melaporkan obrolan audio langsung yang melanggar aturannya. Perusahaan menyimpan salinan obrolan audio yang ditandai setidaknya selama 30 hari untuk meninjau pelanggaran tersebut.

Baca Juga

Selain itu, Twitter juga menggunakan perangkat lunak untuk mendeteksi kata kunci yang menyinggung dalam judul Spaces. Bagaimanapun situs media sosial tidak memiliki moderator manusia atau teknologi yang memindai audio secara nyata.

Karyawan dan eks karyawan mengatakan kepada Post bahwa Twitter merasakan tekanan investor untuk merilis produk sebelum diuji keamanannya. Salah seorang pendiri Twitter Jack Dorsey mengundurkan diri sebagai CEO pada November lalu. Posisinya digantikan oleh Parag Agrawal yang merupakan chief technology officer.

Twitter mulai menguji Spaces pada November 2020 saat aplikasi audio sosial Clubhouse semakin populer. Clubhouse juga telah berjuang untuk memoderasi informasi yang salah, termasuk tentang vaksin Covid-19.

Perangkat lunak Twitter secara keliru mempromosikan beberapa obrolan audio langsung yang berbahaya di mana perusahaan mengaitkan dengan bug. Juru bicara Twitter yang tidak disebutkan namanya mengatakan, dalam sepekan terakhir perusahaan menemukan bug dalam perangkat lunaknya.

Temuan tersebut meningkatkan jumlah waktu yang dibutuhkan untuk menghapus obrolan audio yang melanggar aturannya. Perangkat lunak Twitter membuat percakapan berbahaya terlihat jelas dan itu diakui sebagai kesalahan.

"Kami telah mengatasi bug ini dan akan terus mencari cara untuk lebih memperluas deteksi proaktif kami serta mengevaluasi dan mengembangkan opsi moderasi baru," kata dia, dilansir CNET, Sabtu (11/12).

Saat ditanya soal jumlah banyak obrolan audio yang ditarik karena melanggar aturan, ia tidak memberikan jawaban.

 
Berita Terpopuler